Oleh : Ummu Hannun
Jepang merupakan negeri tempat dimana robot-robot canggih dibuat.
Dilansir dari Copy Link 18/12/2013
Cikal bakal robot di Jepang sudah ada dari zaman Edo yaitu sekitar tahun 1603-1867. Edo merupakan boneka mekanik yang dibuat pada abad ke-18 hingga abad ke-19 yang disebut juga Karakuri Ningyo. Karakuri artinya alat mekanik untuk mengusik, sementara Ningyo memiliki arti orang dan bentuk. Ada juga Automata yaitu mesin yang dapat bekerja sendiri yang mampu mengoperasikan senjata panah, menghidangkan teh, menulis dan lainnya.
Seiring berjalannya waktu teknologi robot Jepang berkembang sangat pesat. Robot yang pertama diproduksi di Jepang adalah Gakutensoku yang diproduksi tahun 1929 oleh Makoto Nishimura. Tahun 1973 bapak robotik Jepang yang bernama Profesor Ichiro Kato dari Universitas Waseda menciptakan robot Walbot 1 serta Walbot 2 yang merupakan robot humanoid. Ada juga Beberapa robot produksi negeri Sakura ini sangat terkenal di dunia internasional. Seperti Asimo dari Honda Motor Company, Actroid produksi kokoro Company ltd, AIBO dan Qrio produk Soni Dream Robot, dan Evolta robot maskot dari Panasonic.
Perkembangan teknologi robot di Jepang maupun di negeri-negeri barat tidak lepas dari pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan sains sehingga banyak menghasilkan para ilmuwan handal pencipta berbagai penemuan teknologi. Hal ini menjadikan negara negara Sekuler itu dianggap sebagai role models dalam hal Ilmu pengetahuan dan Teknologi ( Iptek ). Padahal sejatinya dahulu Islam lah yang menjadi kiblat di dunia Iptek dan sains. Islam merupakan pelopor, banyak sumbangsih yang diberikan oleh para ilmuwan muslim dalam bidang Iptek kepada dunia di masa keemasan Islam sebelum abad ke-15.
Sementara mereka (negara sekuler) hanya mentransfer ilmu yang dimiliki Islam atau mengembangkan apa yang sudah dibuat oleh para ilmuwan muslim. Dalam sejarah Eropa kekuatan Gereja telah banyak menindas dan memperlakukan rakyat dengan semena-mena, sehingga tidak ada sedikitpun ilmu pengetahuan yang berhasil diraih. Oleh karena itu, agama dianggap tidak praktis, tidak fleksibel, dan penuh dengan pertentangan sehingga dipandang sebagai penghambat perkembangan dan kemajuan manusia. Dan dunia barat akhirnya memutuskan untuk memisahkan agama dari kehidupan termasuk ilmu pengetahuan serta kelicikan mereka membelenggu para pemikir muslim dengan ide-ide sekularisme. Mereka mengklaim bahwa keberhasilan mereka dalam bidang sains dan teknologi tidak lainnya karena mereka melakukan pemisahan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Keberhasilan kaum sekuler dalam bidang sains dan teknologi sungguh berbanding terbalik dengan yang dialami kaum muslimin. Jika kita lihat apa yang terjadi pada saat ini sungguh miris, kaum muslimin malah mengalami kemunduran hingga keterpurukan dalam dunia sains dan Iptek.Tidak hanya itu, bahkan umat Islam saat ini terpuruk dalam segala hal seperti politik, ekonomi, kesehatan dan lain-lain. Mengapa demikian? Mungkin pandangan Islam mengalami perkembangan dalam hal wilayah bahasan yang berkaitan dengan pengetahuan dan membaginya menjadi dua bagian yaitu wilayah ilmu pengetahuan murni dan wilayah sains.
Keduanya dipisahkan pada saat sebelum sains mengalami masa kemunduran.
Akibatnya, antara sains dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan urusan-urusan kemanusiaan yang mencakup politik, ekonomi, sosial, hukum, ibadah dan yang lainnya tidak berjalan secara integral. Seharusnya keduanya tidak boleh dipisahkan dan saling berjauhan, semestinya keduanya semakin saling berintegrasi satu sama lain. Karena, tidak ada pemisahan antara sains dan ilmu pengetahuan dalam agama Islam.
Namun sepertinya ini bukanlah satu-satunya penyebab keterpurukan. Lalu apakah keterpurukan ini merupakan akibat dari umat Islam yang tidak lagi melibatkan agama dalam mengatur seluruh kehidupannya, terutama dalam bernegara, atau apakah karena sekarang ini negeri-negeri Islam mengambil faham idiologi sekuler Kapitalis sebagai Undang-undang negara, hukum, dan cara pandang?
Ya, Sepertinya penyebab utama dari keterpurukan dunia ilmu pengetahuan dan teknologi disebabkan karena dipisahkannya antara ilmu pengetahuan dan agama. Padahal sains dan teknologi bisa jadi penguat iman kaum muslimin terhadap kebesaran Allah SWT. Al-quran menempatkan ilmu (sains) murni sebagai hal yang penting bagi kelangsungan hidup manusia dalam mempersiapkan kehidupan akhirat. Berbeda dengan pandangan masyarakat sekuler yang seolah menganggap sains sebagai "dewa".
Pada abad ke-7 M telah banyak lahir pemikir Islam yang tangguh produktif dan inovatif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada abad ke-10, kemajuan sains dan teknologi serta peradaban telah mencapai puncak kemajuan dan perkembangannya. Negeri-negeri di bawah naungan khilafah seperti Mesir, Andalusia dan Pantai Timur Afrika menjadi pelopor perkembangan sains dan Teknologi.
Para rekayasawan (engineer) mempunyai tempat yang tinggi dan terhormat di masyarakat dan penguasa. Mereka diberi gelar muhandis. Para ilmuwan Muslim, pada masa itu, banyak yang juga merangkap sebagai rekayasawan seperti fisikawan dan ahli metaluragi Al-Kindi, kimiawan al-Razi, serta astronom dan fisikawan Al-Biruni. (Kompasiana.com 15/11/210)
Keberhasilan para ilmuwan di era kekhalifahan tidak lepas dari sokongan negara dan keterlibatan agama Islam. Negara memfasilitasi para ilmuwan terkait penelitian mereka. Demikian pula dengan agama Islam yang berperan penting dalam melahirkan para ilmuwan dan berbagai ilmu baru, karena Al-Qur'an tidak hanya sebagai kitab suci yang hanya berisi tentang pengaturan peribadatan saja. Masalah politik, ekonomi, sejarah pendidikan dan ilmu pengetahuan pun termuat dalam Al-Qur'an.
Kalamullah dalam setiap ayat Al-Qur'an mengajak pembacanya untuk merenung, berpikir dengan akalnya terhadap semua ciptaan Allah SWT. Hal inilah yang kemudian menjadi pemicu orang-orang untuk mempelajari dan meneliti semua ciptaan Allah, dan dari hasil penelitian itu lahirlah penemuan-penemuan dan cabang ilmu baru, sementara penemuannya disebut ilmuwan. Jadi, agama dan Ilmu pengetahuan-teknologi merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ilmu adalah sumber teknologi yang mampu memberikan kemungkinan munculnya berbagai penemuan rekayasa dan ide-ide. Adapun teknologi adalah terapan atau aplikasi dari ilmu yang dapat ditunjukkan dalam hasil nyata yang lebih canggih dan dapat mendorong manusia untuk berkembang lebih maju lagi.
Namun, keberadaan agama tidak boleh dilepaskan dari perkembangan teknologi seperti kata fisikawan besar Albert Einstein bahwa " Agama tanpa ilmu akan pincang, sedangkan ilmu tanpa agama akan buta". Dan dasar dari ilmu dan teknologi bisa dikaji dan digali dalam Al-qur'an. Sebagai contoh adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Anbiya ayat 80 atau Al-Baqarah 164 dan masih banyak lagi ayat lain yang secara tersirat memerintahkan kita untuk mencari ilmu dan teknologi.
Di era Sekularisme saat ini tentu sulit untuk mengembalikan kegemilangan Islam dalam bidang sains dan teknologi karena pemikiran kaum muslimin seperti dipasung, ruang geraknya dibatasi sehingga sulit untuk berkembang. Karenanya hanya khilafah yang bisa mewujudkan kembali kegemilangan Islam dalam sains dan teknologi menjadi pelopor bukan pengekor. Bahkan penerapan Islam secara kaffah dapet mengangkat Islam dari semua keterpurukan dalam berbagai bidang dan sendi kehidupan. Khilafah akan menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman dalam semua aspek kehidupan termasuk sains dan teknologi. Dengan kembali kepada Al-qur'an, umat Islam akan mampu bangkit dari tidur panjangnya meraih kegemilangan seperti dahulu, menjadi pelopor bukan pengekor, menjadi umat yang tangguh dan berdikari. Seperti firman Allah SWT
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran [3]: 110)
Wallahu'alam bishawab.