Oleh : Fitri*
Ribuan mahasiswa melakukan aksi di Gedung DPRD Kota Tasikmalaya, Jumat (8/4/2022). Aksi mahasiswa itu merupakan respons kepada pemerintah yang dinilai tak bisa mengatasi masalah di negeri ini.
Koordinator lapangan dari mahasiswa Universitas Siliwangi (Unsil), Sadid Farhan, mengatakan, aksi tersebut bentuk kekecewaan terhadap pemerintah. Pemerintah dinilai tak bisa mengatasi masalah yang menyebabkan masyarakat hidup dengan kesulitan.
Semestinya, mahasiswa belajar banyak dari pendahulu mereka yang berjuang mengusung perbaikan sistem (reformasi) 1998 silam. Reformasi mengganti rezim yang setiap rezimnya tetap saja melahirkan berbagai UU pesanan para pemodal—sekadar tambal sulam sistem yang makin memberi karpet merah bagi kekuasaan oligarki.
Pada faktanya, pascareformasi pun tidak pernah lahir UU kecuali selalu bercorak kapitalisme dan neoliberalisme. Dari sini tampaklah bahwa sistem demokrasi dan kapitalisme hanya memberi harapan palsu perubahan.
-
People Power dan Pergantian Rezim
-
Penting bagi mahasiswa untuk mempelajari ragam peristiwa perubahan di dunia. Dalam sejarah “revolusi” dunia, ada yang disebut dengan “people power” yang pernah terjadi di beberapa negara, seperti Yugoslavia, Cekoslovakia, Filipina, beberapa negara Timur Tengah, dan negara lainnya.
Pada 1986, aksi demonstrasi besar-besaran masyarakat Filipina yang menolak hasil pemilu pernah berlangsung di Epifanio de los Santos Avenue (EDSA), pusat politik di Filipina. Demonstrasi selama empat hari ini mampu menggulingkan rezim Ferdinand Marcos yang diktator dan kerap melakukan tindakan represif terhadap aktivis dan oposisi.
Utang Filipina yang mencapai USD25 miliar pada 1983 turut menjadi latar belakang aksi. Juga pembunuhan terhadap mantan senator Benigno Aquino Jr. (21/8/1983), serta adanya indikasi kecurangan pada Pemilu 1986 yang dilakukan oleh Ferdinand Marcos.[2]
Pada 1989, terjadi Revolusi Beludru Cekoslovakia yang memecah negara Cekoslovakia menjadi dua negara, yaitu Ceko dan Slovakia pada 1993.
Pada 2000, berlangsung Revolusi Bulldozer Serbia, sebuah gerakan damai rakyat yang terjadi di Republik Federal Yugoslavia pascapemilihan Presiden Republik Federal Yugoslavia 2000 dan menyebabkan jatuhnya rezim Slobodan Milosevic (5/10/2000).
Juga Revolusi Mawar di Georgia, sebuah gerakan rakyat antikekerasan untuk menuntut pengunduran diri Presiden Eduard Shevardnadze yang bobrok dan penuh korupsi. Revolusi mencapai puncak saat sidang parlemen baru dimulai pada 22/11/2003 dan memutuskan pemilu presiden pada 4/1/2004.
Adapun Arab Spring pada 2010—2011 terjadi ketika gerakan protes massa besar-besaran di berbagai negara Arab akhir 2010. Maraknya KKN, kesewenang-wenangan penguasa, krisis ekonomi, kehidupan sulit, sampai pemilu yang dianggap tidak bersih, dianggap sebagai penyebab gerakan protes tersebut. Hasilnya, tergulingnya empat rezim pemerintahan, yaitu di Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman.
Indonesia sendiri pada 1998 pernah melengserkan Presiden yang telah berkuasa 32 tahun. KKN, pembungkaman, penculikan aktivis, serta krisis ekonomi dan moneter 1998 saat rupiah mencapai Rp20 ribu per dolar AS menjadi momentum. Mahasiswa bergerak bersama rakyat menuntut perubahan dan puncaknya Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI. Sejak saat itu, Orde Reformasi bergulir.
Chenoweth dan Stephan mengumpulkan data dari 323 gerakan damai dan perlawanan dengan kekerasan. Hasil kajian mencengangkan itu mereka terbitkan melalui buku Why Civil Resistance Works: The Strategic Logic of Nonviolent Conflict. Secara umum, perlawanan damai dua kali lebih sukses ketimbang gerakan kekerasan. Metode damai ini punya peluang sukses 53%, sedangkan perlawanan dengan kekerasan hanya 26%.[3]
Pertanyaan kritisnya, apakah semua negara yang telah berhasil menumbangkan rezim zalim melalui people power berhasil mewujudkan kondisi ideal masyarakat sejahtera, aman, tenang, dan tenteram jiwa mereka?
Pelaksanaan pemilu secara berkala dengan pembatasan periode kepemimpinan ketika masyarakat terus menginginkan pergantian rezim nasional, membuktikan bahwa kondisi ideal tidak pernah terwujud di setiap negara demokrasi. Rezim demokrasi senantiasa melahirkan kekhawatiran akan munculnya kekuasaan yang
Dari beberapa gerakan people power di dunia, gelombang perubahan selalu bermuara pada pergantian rezim zalim. Dalam kamus perubahan yang dimiliki masyarakat dunia, hampir tidak pernah keluar dari target pergantian rezim.
Dalam konteks Indonesia, dikenal dengan peristiwa reformasi. Padahal, siapa pun yang melakukan pengamatan secara mendalam dan menyeluruh akan mendapatkan jenis perubahan yang lebih layak disebut sebagai perubahan, yakni perubahan sistem. Seperti yang terjadi pada Uni Soviet (Desember 1991) dan Khilafah Utsmaniyah (Maret 1924).
Dari kedua contoh perubahan sistem tersebut, penentu terjadinya perubahan terletak pada ada tidaknya bangunan ideologi baru yang diterima masyarakat sebagai keyakinan, standardisasi, dan pemahaman hidup mereka. Penerimaan rakyat terhadap ideologi baru tentu karena mereka telah menyaksikan betapa ideologi lama dianggap tidak mampu menyolusi berbagai problematik kehidupan.
Pada Januari 1991, kekuasaan Uni Soviet meliputi satu per enam permukaan bumi. Daerah seluas 22,4 juta km2 itu didiami oleh 290 juta penduduk dari 100 kebangsaan, seperti dikutip dari Encyclopaedia Britannica. Uni Soviet saat itu juga memiliki puluhan ribu persediaan senjata nuklir dan lebih dari 5 juta tentara yang ditempatkan di dalam dan luar negeri.
Pakta Warsawa (1955—1991), perjanjian pertahanan militer bersama antara Uni Soviet, Albania, Bulgaria, Cekoslovakia, Jerman Timur, Hungaria, Polandia, dan Rumania, turut mengukuhkan pengaruh Uni Soviet di kawasan timur Eropa.[4]
Lalu, mengapa Uni Soviet bisa runtuh? Ini karena Mikhail Gorbachev terlebih dahulu memilih untuk mengusung kebijakan glasnost dan perestroika dengan tujuan membuka dialog dan keterbukaan, serta kebijakan pasar bebas.
Warga Uni Soviet kerap mengantre untuk membeli koran-koran liberal dan mengonsumsi bacaan tentang demokratisasi. Jadi, saat itu, Gorbachev sejatinya telah menikam komunisme dari dalam dan memberi angin segar bagi tumbuhnya kapitalisme bagi Uni Soviet.
Benar saja, pada 25 Desember 1991, Mikhail Gorbachev mengejutkan dunia dengan pengumuman pengunduran dirinya dan pembubaran Uni Soviet.
Bagaimana dengan keruntuhan Khilafah Utsmaniyah? Kejayaan dan kebesaran Khilafah Utsmaniyah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Sulaiman al-Qanuni (926—974 H/1520—1566 M). Pada masa tersebut, Khilafah Utsmaniyah telah jauh meninggalkan negara-negara Eropa di bidang militer, sains, dan politik.
Pasca-Khalifah Sulaiman al-Qanuni meninggal dunia, Khilafah mulai mengalami kemerosotan terus-menerus bahkan mendapatkan gelar ”The Sick Man of Europe”. Terjadi upaya konspirasi yang sangat panjang.
Akhirnya, pada 1855, negara-negara Eropa (terutama Inggris) berkonspirasi menghancurkan Khilafah Turki Utsmani. Mereka memaksa Khilafah Utsmaniyah mengamandemen UUD sebagai syarat jika ingin masuk dalam Keluarga Internasional. Syaratnya, Khilafah Utsmani diminta tidak berhukum dengan hukum Islam untuk hubungan internasional dan memasukkan sebagian UU Eropa.[5]
Secara internal, lemahnya pemahaman Islam para penguasa sehingga membuka diri terhadap demokrasi—sistem politik kapitalisme—dan didukung oleh fatwa-fatwa kontroversial. Dewan Tanzimat (1839) dibentuk dan pemikiran Barat semakin kukuh, termasuk setelah disusun UU Acara Pidana (1840) dan UU Dagang (1850) yang bernuansa sekuler.
Terjadi sekularisasi secara perlahan tetapi pasti dalam tubuh Khilafah. Puncaknya, atas pengkhianatan Mustafa Kemal Pasha melalui jalan kudeta militer, Khilafah Utsmaniyah dihapuskan dan berganti menjadi sistem Republik Turki pada Maret 1924.
Demikianlah, dua negara adidaya dunia runtuh karena serangan ideologi dan politik oleh negara-negara Barat, sebuah ideologi penjajah yang menghalalkan segala cara untuk menguasai dunia.
Perbedaannya, Uni Soviet sebagai negara komunis tidak berusia lebih dari seabad karena kesalahan dan kelemahan ideologi sosialisme-komunisme itu sendiri. Uni Soviet adalah sebuah pemerintahan dengan ideologi tangan besi yang menghapus aspek ruhiyah manusia dan kepemilikan individu.
Adapun Khilafah Islamiyah, runtuh karena pengkhianatan dan konspirasi internasional, bukan karena kesalahan dan kelemahan ideologi Islam. Bahkan, Khilafah yang menerapkan ideologi Islam sangatlah kokoh, terbukti mampu meluas dan berkembang menguasai 2/3 wilayah dunia sampai tidak kurang dari 14 abad.
Inilah dua model konsep perubahan di dunia. Pertama, perbaikan sistem melalui pergantian rezim. Upaya perubahan lahir dari kesadaran atas berbagai kekurangan dalam peraturan-perundangan yang diterapkan akibat kelemahan rezim dalam menerapkan sistem. Pelaku perubahan tidak pernah memikirkan bahwa akar problematik kehidupan terletak pada ideologi dan sistem yang diterapkan rezim. Perbaikan sistem secara bertahap inilah yang disebut reformasi (islah).
Kedua, perubahan sistem yang mengharuskan adanya perubahan aspek mendasar, yakni ideologi bagi sebuah negara dan masyarakat. Perubahan mengharuskan terlebih dahulu adanya suatu proses membangun keyakinan, standardisasi, dan pemahaman baru di masyarakat. Ini karena di tengah masyarakatlah sistem kehidupan yang baru akan diterapkan secara keseluruhan, bukan secara bertahap. Perubahan sistem inilah yang dikenal dengan revolusi (taghyir).
*(ibu rumah tangga).
Tags
Opini