Oleh : Ummu Fairuz
Hingga saat ini, berbagai kenaikan harga pada barang-barang yang menjadi kebutuhan masyarakat seolah tidak terkendali. Krisis kelangkaan minyak di awal tahun malah merembet kepada melambungnya bahan pokok seperti migas.
PT Pertamina (Persero) melalui Sub Holding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga bahwa harga gas LPG 12kg di tingkat agen naik menjadi Rp 187 ribu per tabung.
Beberapa agen yang ditemui detikcom, hari ini Senin, (28/2/2022) mengungkap, bila dijual secara eceran, harga gas LPG 12 kg per tabung bisa mencapai Rp 200 ribu. Perbedaan LPG non subsidi dengan subsidi cukup jauh, meskipun LPG subsidi tidak mengalami kenaikan namun hal ini sangat berdampak pada ekonomi masyarakat. Tidak tanggung-tanggung, selisih kenaikan harga elpiji nonsubsidi cukup mengejutkan, dari harga Rp165.000 menjad Rp200.000 untuk LPG 12 kg. Sementara untuk LPG subsidi 3 kg tidak mengalami kenaikan harga.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa menaikkan harga LPG non subsidi merupakan langkah yang wajar karena "Harga LPG di Pasar internasional sedang meningkat signifikan,” ujar Komaidi kepada Kontan.co.id (28/2).
Selanjutnya, Komaidi mengatakan bahwa kenaikan harga pada LPG non subsidi tidak serta-merta bakal mendorong pengguna LPG non subsidi untuk beralih ke LPG subsidi. Hal ini lantaran keduanya memiliki segmen pengguna yang berbeda.
Akan tetapi, pernyataan Komaidi trsebut ditentang oleh Tulus Abadi selaku Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), mengatakan bahwa kenaikan harga LPG non subsidi oleh Pertamina berpotensi mendorong banyak konsumen untuk beralih menggunakan LPG subsidi, yakni LPG 3 kg alias LPG gas melon.
“Ini hal logis, karena gas melon disubsidi harganya beda jauh, sementara kualitasnya sama. Siapapun akan memilih yang murah,” terang Tulus saat dihubungi Kontan.co.id (28/2).
Efek lainnya, lanjut Tulus, kenaikan harga LPG non subsidi oleh Pertamina juga berpotensi mendorong praktik pengoplosan dan bisa menimbulkan risiko keamanan. Saran Tulus, disparitas harga antara LPG subsidi dan LPG non subsidi sebaiknya diperkecil untuk mencegah risiko-risiko ini.
Pemerintah seperti tidak bisa mengontrol ketidakstabilan harga-harga komoditas di pasaran. Jika harga-harga kebutuhan pokok sudah naik, biasanya agak sulit untuk menurunkannya kembali. Pihak Pemerintah biasanya berdalih naiknya harga pada momen-momen ini adalah hal yang wajar. Keriaan masyarakat menyambut momen-momen itu pasti meningkatkan jumlah permintaan akan barang. [MNews/Has]
Alasan lainnya adalah faktor kelangkaan barang di pasaran, baik karena sedikitnya tingkat produksi akibat cuaca ekstrem, maupun adanya problem rantai pasok akibat penimbunan oleh kartel atau mafia perdagangan, dan lain-lain.
Namun selain alasan-alasan tersebut, harga pasar internasional juga sering dituding sebagai salah satu biang persoalan. Misalnya apa yang terjadi pada minyak goreng. Lonjakan harga terjadi karena adanya kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO di pasar ekspor. Harga CPO ini naik, karena adanya serapan yang besar untuk program mandatori Biodiesel 30% (B30).[MNews/Has]
Berbeda halnya dengan Islam. Sistem pemerintahan atau negara sejatinya adalah pelayan sekaligus pelindung umat, bukan pebisnis atau pedagang. Mereka wajib memastikan bahwa kebutuhan umat dan keamanan mereka terpenuhi dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana wajib pula bagi mereka memastikan kedaulatan dan kemandirian negara tetap terjaga. Dan Negara harus menjamin bahwa semua barang terdistribusi dengan rata sehingga tidak adalagi oknum seperti mafia atau kartel yang menimbun barang.
Dalam Islam minyak dan gas adalah dua komoditas yang penting di dunia. Sifatnya sebagai komoditas yang dibutuhkan banyak orang membuat minyak dan gas masuk dalam kategori kepemilikan umum yang terlarang dari privatisasi.
Dalam menjalankan tugas mengurus rakyat, Khilafah harus bisa menjamin kebutuhan rakyat akan energi bahkan menjadikannya sebagai sumber kekuatan negara. Oleh karena itu, pengelolaan energi terintegrasi dengan kebijakan negara di bidang industri dan bahan baku sehingga masing-masing tidak berjalan sendiri-sendiri.
Untuk memenuhi kebutuhan rakyat terhadap minyak dan gas, Khilafah bisa menempuh dua kebijakan: Pertama, mendistribusikan minyak, gas, dan energi lainnya kepada rakyat dengan harga murah. Kedua, mengambil keuntungan dari pengelolaan energi untuk menjamin kebutuhan rakyat yang lainnya, seperti pendidikan, kesehatan, dan sejenisnya.
Dalam memenuhi kebutuhan rakyat, Khilafah akan sangat memperhatikan aspek pembangunan serta pengembangan infrastruktur. Hal ini akan mendukung proses eksplorasi kekayaan alam berupa energi (minyak dan gas) yang rakyat butuhkan. Jika Khilafah tidak memiliki sumber daya alam berupa minyak, misalkan, Khilafah akan memotivasi dan memfasilitasi para ahli untuk melakukan inovasi dalam rangka penemuan energi alternatif yang dapat memenuhi kebutuhan rakyat.
Untuk itu, Khilafah akan mengelola energinya secara mandiri, jauh dari intervensi. Alhasil, mekanisme ini tidak hanya akan membawa kemakmuran bagi rakyat tetapi juga menjadi kekuatan diplomasi Khilafah sebagaimana negara-negara global saat ini.
Oleh karenanya, butuh yang namanya pengkajian lebih dalam untuk memahami bagaimana konsep kepemilikan dalam Islam, konsep harta dalam Islam, agar umat bisa membedakan mana yang termasuk kepemilikan pribadi, dan mana yang termasuk Kepemilikan umum.
Sehingga, sudah sepantasnyalah kita terapkan aturan Islam dalam kehidupan agar keberkahan senantiasa melingkupi masyarakat secara keseluruhan.
Wallahu a'lam bishshowab.