Oleh: Tri S, S.Si
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengemukakan jika harga kebutuhan pangan seperti ayam, bawang putih, cabai, gula, minyak goreng, daging sapi, telur dan tepung terigu sedang naik. Kondisi ini diperparah dengan naiknya PPN 11% dan BBM jenis Pertamax menjadi Rp12.000. Selain itu, momen kenaikan ini juga bertepatan dengan datangnya bulan Ramadan. (Kompas, 2/4/22).
Setelah kisruh minyak goreng dan kenaikan harga sejumlah bahan pangan, tidak pelak kenaikan harga BBM turut menambah panas polemik sosial di negeri ini. Padahal, pandemi yang berdampak besar terhadap ekonomi rumah tangga belum sepenuhnya berlalu.
Lebih dari itu, semua kenaikan harga tersebut bertepatan dengan Ramadan, bulan mulia yang semestinya masyarakat diberi kesempatan untuk lebih khusyuk menjalaninya tanpa harus pusing memikirkan kebutuhan dasar hidup. Lonjakan harga yang terjadi berulang sebenarnya bukan hanya sekedar masalah teknis seperti tingkat permintaan, ketersediaan, baik dari produksi domestik maupun import dan kelancaran distribusi hingga retail.
Namun ada hal mendasar yang mempengaruhi masalah teknis tersebut yaitu prinsip dasar ekonomi. Sebagaimanadiketahui sistem ekonomi saat ini dipengaruhi oleh cara pandang kapitalisme, menurut kapitalisme pasar yang paling baik adalah adanya persaingan bebas.
Sedangkan harga yang dibentuk oleh kaidah penawaran dan permintaan, dari prinsip pasar bebas ini akan menghasilkan keseimbangan dalam masyarakat. Nantinya juga akan menghasilkan upah yang adil, harga barang yang stabil dan tingkat pengangguran yang rendah.
Dalam sistem ekonomi kapitalis peran negara harus diminimalisir, pasalnya jika negara turun tangan akan bisa menyingkirkan sektor swasta. Dampak dari konsep ini memberi peluang agar pasar dikuasai oleh satu produsen yakni monopoli atau beberapa produsen (Oligopoly). Para kartel mudah mempermainkan harga sesuai keinginan mereka, sekalipun stok barang-barang melimpah.
Sekularisme akut telah berdampak sangat parah pada tipe-tipe pejabat negara. Sikap inkonsisten hingga yang minim empati pada rakyat menunjukkan bahwa yang para pejabat itu pikirkan bukanlah nasib rakyat. Mereka adalah pejabat-pejabat pragmatis yang bekerja atas kepentingan politis dan prinsip bisnis.
Prahara minyak goreng menjadi salah satu buktinya, oleh karnanya tidak heran jika penguasa menganggap kenaikan harga pangan yang kontinyu adalah hal biasa dan mengabaikan penderitaan rakyat, dan sudah seharusnya publik tidak pasrah dan menganggap biasa pula kenaikan harga ini. Sebab kenaikan harga-harga yang dianggap biasa justru menimbulkan bahaya untuk stabilitas ekonomi dan politik bangsa. Bahkan bisa menyebabkan kekacauan dan krisis politik yang memakan korban jiwa sebagaimana yang terjadi di Sri Lanka saat ini.
Maka disinilah kepentingan bagi publik memcari sistem alternatif lain yang memberikan prinsip ekonomi yang shohih sehingga mampu menimbulkan kesejahteraan bagi masyarakat. Sistem ini tidak lain adalah sistem Islam, yang secara fiqih disebut sistem khilafah, hal yang paling mendasar dalam sistem ini adalah aqidah Islam dijadikan asas untuk menjalankan kebijakan dan sistem kehidupan dalam masyarakat dan bernegara, termasuk kebijakan mengenai harga pangan tidak luput dari paradiqma syariat Islam.
Dalam Islam negara tidak boleh mengeluarkan kebijakan mematok harga, kebijakan pematokan harga sekalipun bisa menstabilkan harga dalam waktu tertentu, namun cara ini justru menyebabkan inflasi dalam masyarakat. Dalam Islam harga justru dibiarkan mengikuti mekanisme pasar penawaran dan permintaan, sebab secara alami harga memang ditentukan dari hasil pertukaran antara uang dan barang.
Jika barang yang ditawarkan jumlahnya melimpah sedangkan permintaannya sedikit maka harga akan turun, jika barang yang ditawarkan jumlahnya sedikit sedangkan permintaan besar maka harga akan naik. Agar stabilitas harga dengan mekanisme pasar ini terwujud maka harus ada perhatian terhadap keseimbangan antara permintaan dan penawaran ini. dan tentu saja hal ini akan membutuhkan peran negara. Inilahperbedaan sistem ekonomi Islam dengan kapitalis dalam mekanisme pasar.
Khilafah boleh melakukan interfensi pasar dengan menambah penawaran barang ketika faktor penawarannya kurang sementara permintaannya besar, cara ini tidak akan merusak pasar, justru akan menjadikan pasar dalam kondisi stabil. Hal tersebut bisa terjadi semisal dalam suatu wilayah mengalami krisis, bencana atau penyakit sehingga menyebabkan barang produksi dan penawarannya berkurang, untuk mengatasi kondisi ini khilafah bisa memasok barang-barang diwilayah tersebut dengan mendatangkan dari wilayah lain.
Salaah satunya kebijakan khalifah Umar ketika diwilayah Syam mengalami wabah penyakit sehingga produksinya berkurang, kemudian beliau memasok kebutuhan barang di wilayah tersebut dari Irak, namun jika ternyata penawaran barang berkurang karna terjadi penimbunan atau ihtikar barang oleh para pedagang khilafah melakkukan interfensi dengan menjatuhkan sanksi kepada pelaku penimbunan barang.
Dalam uqubat Islam pelaku kecurangan seperti ini akan diberi sanksi takzir dan mereka wajib menjual barang yang di timbunnya kepasar sehingga pasokan barang bisa kembali menjadi normal. Dalam ekonomi Islam tidak akan ada monopoli atau oligopoly yang bekerja sama dengan oligarki untuk menguasai pasar, begitu pula semisal menjelang ramadan khilafah akan memantau barang yang beredar di pasar.
Kiprah para pejabat di negara Islam adalah tulus mengabdi mengurusi urusan umat, bukan sekadar pencitraan. Mereka sadar sepenuhnya bahwa menjabat adalah memegang amanah besar sehingga mereka justru akan sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya. Atas dasar ini, Islam juga mustahil melahirkan para pejabat yang minim empati pada rakyat, juga meminimalisasi terbitnya kebijakan-kebijakan yang menyusahkan rakyat. Semua tanggung jawab yang mereka tunaikan adalah bagian dari tanggung jawab keimanan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya dengan sistem Islam saja yang mampu menyelesaikan segala permasalahan yang ada dengan kebijakan-kebijakan yang bersumber dari syariat Islam yang tentunya akan mensejahterakan rakyatnya. Dan ini sudah terbukti selama kurang lebih 13 abad rakyat sejahtera di bawah naungan Islam kaffah.