Oleh: Tri S, S.Si
Peran seorang Ibu amatlah penting. Ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Tidak hanya madrasah pertama, juga yang utama bagi anak-anaknya. Jika ada seseorang menjadi ulama, ilmuwan, tokoh ternama, atau pahlawan ksatria, maka lihatlah ibu mereka. Tentu karena ibu berperan besar dalam membentuk watak, karakter dan kepribadian anak-anaknya. Ia adalah sekolah pertama sebelum anak mengenyam pendidikan di sekolah formal mana pun. Kedua orang tua sebagai pendidik adalah kewajiban sepanjang hayat. Pendidikan anak yang utama diperoleh darinya.
Bukan sekolah, guru atau lingkungan. Pembentukan karakter anak, sangat didominasi oleh peran ayah dan ibu. Orang tua sebagai pendidik tentu dipengaruhi oleh kematangan pemahaman keduanya dalam mendidik anak-anak mereka menjadi generasi penerus yang terbaik. Layaknya madrasah, ibu sejatinya adalah gudang ilmu, pusat peradaban dan wadah yang menghimpun sifat-sifat akhlak mulia. Hanya dari sekolah semacam inilah lahir anak-anak yang shalih, cerdas, alim, berakhlak mulia, memiliki semangat jihad yang tinggi dan seluruh sifat-sifat agung mukmin bertakwa.
Adapun nash yang menunjukkan bahwa wanita diposisikan Islam sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu dan pengurus rumah tangga), yakni:
Dari Abdullah bahwasannya Rasulullah Saw bersabda, ”Setiap dari kalian adalah penggembala, maka (ia) akan ditanya dari gembalaanya… Dan seorang istri adalah penggembala dalam rumah dan anak-anak suaminya dan ia akan ditanya tentang mereka. ”
Pada hadis tersebut, Nabi Saw bersabda bahwa wanita (istri) adalah penggembala dalam rumah suaminya. Ia juga menjadi penggembala bagi anak-anaknya, yang bermakna memimpin, mengatur, menjaga, dan memelihara apa yang menjadi tanggungannya. Semua yang ia gembala ini akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah Swt. Maka dapat disimpulkan bahwa peran lain bagi wanita yang telah menikah adalah sebagai pengatur rumah suaminya.
Salah satu contoh aktivitas pengaturan rumah, yaitu pengurusan rumah dan pemeliharaan terhadap penghuni rumah. Pengurusan rumah berarti pengurusan yang berhubungan dengan rumah baik dari sisi kebersihan, keindahan, kerapian, dan lain-lain. Adapun pemeliharaan terhadap penghuni rumah berarti berhubungan dengan aktivitas-aktivitas yang bertujuan agar penghuni rumah dapat tetap terjaga kesehatan dan perawatannya.
Pertanyaannya, sudahkah para ibu menjadi madrasah pertama dan utama, sebagai gudang ilmu, pusat peradaban, serta wadah yang menghimpun seluruh sifat akhlak mulia? Jika belum, jangan harap dari mereka lahir anak-anak hebat generasi muslim istimewa dengan seluruh sifat kemuliaannya.
Fitrah Perempuan
Kehamilan, melahirkan dan menyusui merupakan fitrah wanita yang bergelar ibu. Karena kesulitannya dalam tiga hal tersebut, Allah memuliakan seorang ibu sehingga anak diminta lebih mendahulukan ibu dari sang ayah, begitupun surga seorang anak terletak di bawah telapak kaki ibunya.
Kemuliaan sang ibu dalam mengandung, menyusui, melahirkan, sebagai pengajar bagi anaknya, pengurus rumah, berbakti pada suami dan sederetan amanah lain yang mulia bagi seorang ibu, maka Allah tidak mewajibkan sang ibu untuk bekerja. Agar ibu bisa maksimal dengan semua yang Allah fitrahkan padanya. Sehingga, mubah (boleh) saja bagi wanita untuk bekerja. Ia boleh bekerja dengan izin suami dan tidak menggangu kewajibannya.
Namun, hidup dalam sistem kapitalisme saat ini mengharuskan para muslimah menjadi wanita karier. Dengan beberapa faktor kemungkinan, seperti membantu ekonomi suami, tidak mau terikat dengan pendapat suami, atau bahkan merasa haknya harus sama dengan lelaki.
Di tengah derasnya arus sekularisme, perempuan seolah berada di persimpangan zaman. Ketika perempuan memilih meninggalkan nilai-nilai Islam, maka ia semakin kehilangan kemuliaannya sebagai seorang perempuan. Ide-ide kebebasan dan kesetaraan gender yang digaungkan oleh para feminisme bak racun berbalut madu. Kelihatan indah namun mematikan.
Kapitalisme menjadikan perempuan sebagai komoditi bisnis yang tak pernah habis. Kemiskinan yang tersistematis telah mengubah perempuan dari tulang rusuk menjadi tulang punggung. Bahkan, demi materi banyak perempuan yang rela menjual harga dirinya. Maka, rusaklah peradaban manusia. Kawin cerai menjadi fenomena, seks bebas merajalela, kejahatan terhadap perempuan meningkat tajam. Anak-anak kehilangan kasih sayang hingga narkoba dan tawuran menjadi pelarian.
Lalu, bagaimana cara memperbaiki keadaan dan tatanan masyarakat yang rusak ini? Solusinya adalah dengan melanjutkan kehidupan Islam. Menerapkan sistem Islam di segala aspek kehidupan. Jika perempuan berada sesuai koridor Islam, maka kebaikan akan datang. Keluarga akan menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Anak-anak menjadi shalih dan shalihah. Sehingga, terciptalah peradaban yang mulia.