Dunia Sibuk Bantu Ukraina Tapi Menutup Mata Terhadap Palestina

 

Oleh : Rines Reso 

Ketika negara Rusia menyerang Ukraina negara Eropa sibuk membantu Ukraina, dan mengatakan pelanggaran HAM. Tetapi ketika israel menyerang Palestina semua terdiam. Seolah-olah Palestina tidak memiliki kebebasan yang sama. 

Saat dunia tengah melihat serangan militer Rusia yang bertubi-tubi di Ukraina. Sementara, saat ini Palestina juga mati-matian berusaha mengatasi serangan militer yang dilakukan Israel terhadap negara tersebut.

Pada Senin (4/4/2022) lalu, Perdana Menteri Palestina Mohammed Ishtay berharap dunia bisa meminta Israel untuk menghentikan serangan militer mereka terhadap warga sipil Palestina. 

Pesan ini ia sampaikan selama apat kabinet Otoritas Palestina yang digelar di Kota Ramallah, Tepi Barat sebelum akhirnya disampaikan secara resmi.

"Eskalasi Israel terhadap warga Palestina, yang meliputi pembunuhan, penyiksaan, penangkapan serta membolehkan pemukim melakukan kejahatan, menimbulkan ancaman yang luar biasa terhadap keamanan dan stabilitas di kawasan," kata Ishtaye. (Warta Ekonomi.co.id 7/4/2022) 

Tentara Israel menembak seorang perempuan Palestina di dekat Betlehem, Tepi Barat, hingga akhirnya tewas pada Minggu (10/4).
Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan, perempuan berusia 40-an tahun itu meninggal dunia di salah satu rumah sakit di Kota Beit Jala.

Menurut Kemenkes Palestina, perempuan itu tewas karena kehilangan banyak darah akibat arteri yang robek terkena timah panas tentara Israel. (CNN Indonesia.com 11/4/2022) 

Banyak pihak dan negara yang menyuarakan "STOP WAR" dengan alasan kemanusiaan, bahkan sejumlah negara mengancam akan memberikan sanksi berat kepada Rusia karena invasinya ke Ukraina, tetapi mereka terdiam ketika Israel invasi ke Palestina. Seolah-olah dunia Internasional memberi perlakuan khusus pada Israel.

Seharusnya semua penindakan sanksi itu juga diterapkan kepada negara Israel atas perlakuannya terhadap warga Palestina namun dunia justru risau untuk menggunakan bahasa yang sama. 

Ketika amnesti Internasional, organisasi HAM yang paling dihormati di dunia dan lembaga Human Rights Watch (HRW) dalam waktu yang singkat, baru terhitung 5 hari telah mengeluarkan laporan kejahatan Rusia terhadap Ukraina. Terlihat berbeda ketika menanggapi kekejaman Israel terhadap Palestina selama 74 tahun. 

Israel sejak didirikan, dilandaskan pada sistem penindasan, penguasaan, apartheid dan rasisme. Melibatkan pembunuhan terhadap penduduk sipil yang tidak bersenjata secara terus menerus, penahanan dan penangkapan, pencaplokan tanah, pengusiran penduduk,  pengabaian hak-hak mendasar terhadap 6 juta warga Palestina yang terusir, yang berada di luar Israel dan teritori Palestina yang dijajah untuk kembali ke rumah mereka sendiri. 

Blokade ilegal terhadap Gaza sebagaimana yang di nyatakan dalam laporan bahwa gaza berada pada situasi permanen terjadinya krisis kemanusiaan. Mencegah mereka untuk mengakses makanan dan air minum. Memperlakukan penduduk Arab, penduduk Palestina sebagai ras yang inferior. 
Perlakuan negara-negara Barat dan badan perdamaian dunia sangat berbeda dalam memperlakukan krisis yang terjadi di Ukraina dan Palestina. 

Mereka merasa senang menggunakan bahasa pernyataan yang paling kuat untuk mendeskripsikan kejahatan yang tak manusiawi oleh Vladimir putin. Tetapi mereka tidak menggunakan kekuatan bahasa yang sama untuk mendeskripsikan kejahatan israel terhadap Palestina.

Seharusnya semua penindakan sanksi itu juga diterapkan kepada negara Israel atas perlakuannya terhadap warga Palestina namun akankah mereka akan melakukannya? Tentu jawabannya tidak, mereka tidak akan melakukan itu. Karena ketika mereka menindaki negara israel maka akan menyakiti sejumlah negara yang saat ini menampilkan diri mereka sebagai pembela demokrasi seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan negara lainnya yang berhubungan dengan Israel, mendukung dan menyokongnya.  

Jika mereka memiliki standar moral, maka itu haruslah konsisten. Jika tidak, maka itu bukanlah standar melainkan hanya olok-olokkan saja. Dan tentu kita semua telah melihat bahwa standar itu tidaklah konsisten. 
Ini berarti bahwa Uni Eropa mandat moralnya telah hancur.

Ummat Butuh Khilafah

Hal ini semakin membuka mata kita, bahwa umat Islam butuh adanya pelindung. Pelindung dari penindasan dan kesewenang-wenangan. Bukan PBB ataupun Lembaga Human Rights Watch (HRW). Karena lembaga tersebut tidak pernah sekalipun memberi perlindungan yang nyata bagi umat Islam.

Kedua organisasi yang paling dihormati didunia justru dengan jelas memperlihatkan sikapnya atas kaum muslim. Baik atas kaum muslim Palestina, Afghanistan, Iraq, Syria, Libya dan wilayah negeri Islam lainnya. Posisinya bukanlah melindungi kaum muslim namun malah menjadi alat legitimasi segelintir penjahat yang dengki pada kaum muslim.

Di Palestina PBB tidak bertindak memberi keamanan pada penduduk muslim di sana. Mereka malah melanggengkan agresi militer Israel di bumi Al-Quds. Mereka pun membiarkan Israel terus merangsek masuk dan menduduki tanah Palestina sejengkal demi sejengkal hingga rakyat Palestina semakin terpojok di jalur Gaza. Lantas apa yang diperbuat PBB dan Lembaga Human rights watch untuk kezaliman yang menimpa umat muslim di Palestina? Tak sedikitpun pembelaan keluar dari mulut mereka, apalagi tindakan nyata.

Kaum muslim membutuhkan perisai yang akan melindunginya dari kebrutalan para kafir penjajah. Bukan lembaga yang membawa mereka pada meja hijau dan berujung pada diplomasi. Setelah itu dengan mudah gempuran darat maupun udara meluluh lantahkan segalanya, hingga nyawa yang melayang cukup diberitakan tanpa ada kejelasan pembelaan. 

Satu-satunya institusi yang bisa membela dan melindungi kaum muslim dengan sepenuhnya hanyalah khilafah. Jika kita menerawang jauh puluhan tahun silam, khilafah telah nyata menjadi benteng pelindung umat.

Dakwah periode Madinah adalah bukti urgensi kekuasaan umat Islam. Dahulu Rasul SAW menegakkan kekuasaan dengan mendirikan pemerintahan Islam (Daulah Islam) di Madinah. Selama itu kekuasaan selalu diorientasikan untuk menerapkan, menegakkan, memelihara, menjaga dan mengemban Islam serta memelihara urusan umat Islam dan melindungi mereka.

Setelah Rasulullah wafat, kepemimpinan Beliau diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem khilafahnya. Khilafah ini berlanjut pada masa Umayah, ‘Abasiyah dan Utsmaniyah selama lebih dari 13 abad lamanya.

Begitulah posisi dan fungsi kekuasaan yang disyariatkan oleh Islam. Islam memang tidak bisa dilepaskan dari kekuasaan. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim surat kepada salah seorang amil-nya. Di dalam surat tersebut, antara lain beliau mengungkapkan:

وَ الدِّيْنُ وَ الْمُلْكُ تَوْأَمَانِ فَلاَ يَسْتَغْنِي أَحَدُهُمَا عَنِ اْلآخَرِ

“Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar. Tidak cukup salah satunya tanpa didukung oleh yang lain.” (Abdul Hayyi al-Kattani, Tarâtib al-Idâriyah [Nizhâm al-Hukûmah an-Nabawiyyah], 1/395).

Kekuasaan Islam (khilafah) akan menjadi perisai bagi umat Islam. Khilafah akan menjaga kemuliaan kaum Muslim dan melindungi mereka dari marabahaya. Ibnu Hisyam dalam Sirah-nya menceritakan, ketika ada seorang pedagang Muslim yang dibunuh beramai-ramai oleh kaum Yahudi Bani Qainuqa karena membela kehormatan seorang Muslimah yang disingkap pakaiannya oleh pedagang Yahudi, Rasulullah SAW segera mengirim pasukan kaum Muslim untuk memerangi mereka dan mengusir mereka dari Madinah setelah mengepung perkampungan mereka selama 15 malam (Sirah Ibnu Hisyam, 3/9-11).

Pembelaan terhadap kehormatan dan darah kaum Muslim terus dilakukan oleh para penguasa Muslim sepanjang sejarah. Al-Qalqasyandi dalam kitabnya, Ma’atsir al-Inafah fî Ma’âlim al-Khilâfah, menjelaskan sebab penaklukan Kota Amuriyah pada tanggal 17 Ramadhan 223 H. Diceritakan bahwa penguasa Amuriyah, salah seorang raja Romawi, telah menawan wanita mulia keturunan Fathimah ra. Wanita itu disiksa dan dinistakan hingga berteriak dan menjerit meminta pertolongan. Berikutnya, seperti dikisahkan oleh Ibnu Khalikan dalam Wafiyatu al-A’yân, dan Ibnu al-Atsir dalam al-Kâmil fî at-Târîkh, saat berita penawanan wanita mulia itu sampai kepada Khalifah Al-Mu’tashim Billah, ia segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslim menuju Kota Amuriyah hingga berhasil membebaskan wanita mulia itu. Kota Amuriyah itu pun ditaklukkan.

Sungguh fakta sejarah itu sangat berbeda dengan kondisi umat Islam saat ini. Tak sedikit umat Islam yang diusir, disiksa bahkan dibunuh di berbagai tempat. Di Palestina, Afganistan, Libya, Syria, Iraq, beberapa bagian Afrika, dan negeri muslim lainnya. Namun, tidak ada yang membela dan melindungi mereka. Semua itu akibat telah hilangnya kekuasaan, yaitu Khilafah Islam.

Kekuasaan Islam (khilafah) telah menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai perisai yang menjaga dan melindungi umat Islam. Tugas dan kewajiban ini telah ditegaskan oleh Rasul SAW dalam sabda Beliau:

«إِنَّمَا اْلإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ »

“Sungguh Imam (Khalifah) itu laksana perisai (junnah); orang-orang berperang mengikuti dia dan berlindung kepada dirinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Jelaslah, umat saat ini sangat memerlukan kehadiran kembali kekuasaan Islam (khilafah) yang akan kembali menjaga dan melindungi umat dari musuh dan kezaliman hari ini. Bukan hanya kebutuhan umat, menegakkan khilafah merupakan kewajiban atas seluruh kaum Muslim. Sudah saatnya semua elemen masyarakat dari kaum Muslim menyadari, betapa pentingnya dakwah kepada penegakan khilafah demi terterapkannya Islam nan mulia.

Karena Khilafah yang berlandaskan syariah Islam menjadikannya pelindung atas nyawa, harta, dan akidah umatnya. Jelaslah bahwa dari zaman dulu, kini dan seterusnya hanya khilafah yang mampu menjadi pelindung umat.

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika dia menyeru kalian pada sesuatu yang memberi kalian kehidupan.” (TQS al-Anfal [8]: 24)

Wallahu’alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak