Ustadz Radikal, Mengancam Siapa?



Oleh : Venti Budhi Hartanti, S.Pd.I 


    Baru-baru ini Presiden Joko Widodo mengingatkan TNI dan Polri agar jangan sampai disusupi penceramah radikal dalam kegiatan keagamaan.  (kompas.com, 1/3/2022).Menurutnya jangan sampai dengan mengatasnamakan demokrasi lantas mengundanv penceramah radikal. Wow...radikal yang bagaimana menurut penguasa?sungguh ironi negeri yang mayoritas muslim justru sosok seorang ustadz atau penceramah sekalipun dibatasi dan dicurigai oleh pemimpinnya yang mengaku juga muslim. Benarkah para ustdz ini sangat meresahkan?
Merespons pernyataan Jokowi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengeluarkan sejumlah ciri penceramah radikal, yakni pertama, mengajarkan anti-Pancasila dan pro terhadap ideologi Khilafah atau yang ingin mendirikan negara Islam.

Kedua, mengajarkan paham takfiri atau mengafirkan pihak lain yang berbeda paham ataupun agama. Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah.

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungannya, bersikap intoleran terhadap perbedaan. Kelima, berpandangan antibudaya atau kearifan lokal keagamaan (cnnindonesia, 5/3/2022).

Ada Apa dengan Penguasa?
Isu radikalisme sepertinya tidak habis-habis rezim dengungkan. Seolah-olah radikalisme adalah masalah utama negara. Seolah-olah masalah yang sangat banyak merugikan masyarakat. Permasalahan ini seolah lebih penting daripada minyak goreng yang mahal dan langka, korupsi yang merajalela, elpiji yang harganya “rasa sultan”, tahu tempe yang sempat hilang di pasaran, wabah yang tidak kunjung sirna, ekonomi yang masih seret, JHT yang ditahan, gaduh soal azan diserupakan gonggongan anjing, dan aneka persoalan negara yang tidak kunjung mendapatkan solusi. 

Padahal, rakyat sendiri justru acuh tidak acuh terhadap isu ini. Karena bagi mereka, Beratnya beban hidup saat ini itu yang lebih mereka pikirkan.

Beberapa hari ini, di media sosial, beredar daftar nama ustadz yang terkategori radikal, meski sumbernya masih harus dipastikan. Anehnya, ustadz-ustadz yang dituding radikal itu justru merupakan deretan ustaz favorit umat. Misalnya saja Ustaz Felix Siauw yang banyak diikuti anak muda, juga Ustaz Abdul Somad yang digemari umat.

Ketika Ustaz Felix Siauw membahas daftar ini di laman media sosial beliau, para netizen justru memberikan dukungan, alih-alih termakan isu radikalisme dan menjauhi beliau. Para netizen justru berkomentar bahwa daftar ustadz radikal yang tidak boleh diundang tersebut justru layaknya rekomendasi ustadz untuk diundang dan didengarkan tausiahnya. Ini menunjukkan bahwa para ustadz yang dituding radikal tersebut justru dicintai umat.

Jika demikian, lantas mengapa rezim terus saja memviralkan topik ini? Seberapa mendesak isu radikalisme untuk digaungkan? Ataukah ada agenda di baliknya?atau karena mengganggu stabilitas kursi?

Tidak Ada Riayah
Berbagai pertanyaan ini wajar mengemuka karena ada ketidaksinkronan antara masalah yang dihadapi rakyat dengan isu yang dibahas penguasa. Ketika rakyat kelaparan karena kebutuhan pangan serba mahal, sementara lapangan pekerjaan susah didapatkan, ternyata pemerintah sibuk dengan topik bahasannya sendiri. Misalnya saja radikalisme, ekstremisme, proyek prestisius, dan rencana boyongan ibu kota negara.

Sepertinya hati rakyat dan penguasa sudah tidak “nyambung”, atau jika menggunakan istilah anak muda, tidak ada chemistry di antara keduanya. Persis seperti kondisi rumah tangga, ketika istri dan anak mengeluh kelaparan karena tidak ada makanan, sementara sang suami sibuk membahas pindah rumah dan ancaman serangan yang tidak jelas.

Akibatnya, persoalan tidak terselesaikan, berlarut-larut, dan memunculkan masalah turunan. 

Inilah gambaran hubungan rakyat dan penguasa dalam sistem kapitalisme. Rakyat harus banting tulang memenuhi kebutuhannya sendiri, sementara penguasa sibuk dengan urusannya sendiri. Riayah penguasa justru dialamatkan pada segelintir pengusaha kapitalis yang telah melicinkan jalan mereka menjadi penguasa, dengan lembaran rupiah.

Kondisi ini persis seperti yang digambarkan Rasulullah saw. sebagai seburuk-buruknya pemimpin dalam hadis,

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian cinta kepada mereka dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah kalian benci kepada mereka, dan mereka pun benci kepada kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim No. 3447)

Tidak Akan Berhasil
Sesungguhnya isu radikalisme bukanlah persoalan utama rakyat, melainkan isu pesanan dari negara-negara Barat (Amerika dan teman-temannya) atas nama dunia internasional untuk menjauhkan umat Islam dari agama dan ideologinya. Dengan melarang rakyat dan aparat (TNI dan Polri) untuk mengundang dan mendengarkan tausiah para ustaz tersebut, penguasa berharap tidak ada lagi yang akan membedah kezaliman penguasa dan sistem kapitalisme yang mereka terapkan, sekaligus memberi solusi Islam terhadapnya.

Cara ini persis yang ditempuh kaum Quraisy di Makkah ketika menghalangi dakwah Rasulullah saw. Mereka melarang orang-orang mendengarkan dakwah Rasulullah saw. dan mengembuskan isu bahwa beliau adalah penyihir melalui lisannya.

Apakah upaya Quraisy berhasil? Tidak. Rasulullah saw. berhasil membongkar kerusakan yang ada di masyarakat Makkah dan menjelaskan solusi Islam. Kelak, pasca-fathu Makkah, orang-orang Quraisy yang dulu mengadang dakwah Rasulullah justru kalah dan akhirnya masuk Islam, mengakui kebenaran dan keunggulan solusi Islam.

Inilah sunatullah perjuangan Islam. Allah Swt. telah menjamin kemenangan Islam, sementara sistem yang lain akan tumbang. Allah Swt. berfirman,

يُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّطْفِـُٔوْا نُوْرَ اللّٰهِ بِاَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللّٰهُ اِلَّآ اَنْ يُّتِمَّ نُوْرَهٗ

“Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurnakan cahaya-Nya.”(QS at-Taubah: 32)

Persoalan Utama Rakyat
Sesungguhnya persoalan utama rakyat adalah penerapan sekularisme dan kapitalisme di tengah kehidupan mereka. Akibat kapitalisme, muncul aneka fasad (kerusakan) multidimensi. Mulai dari ekonomi yang kerap resesi, politik oligarki, korupsi yang menjadi-jadi, degradasi moral, output pendidikan yang jauh dari mumpuni, kekayaan negeri yang tergadai, hingga bencana yang datang silih berganti.

Akibat penerapan sekularisme, umat jauh dari Islam, padahal solusi terhadap aneka kerusakan tersebut semuanya ada dalam Islam. Tidak hanya jauh, umat bahkan buta tentang Islam. Umat pun menempatkan Islam hanya sebagai agama ritual, sementara aspek politiknya ditinggalkan.

Oleh karena itu, agenda utama kita adalah mengganti sistem kapitalisme sekuler yang rusak dan merusak ini dengan sistem yang sahih, yakni Islam. Untuk itu, butuh dakwah masif kepada umat agar mereka paham tentang keunggulan Islam.

Dengan demikian, berbagai fitnah jahat pada Islam akan terbalas dengan elegan, yaitu melalui tegaknya sistem Islam (Khilafah) yang akan membawa kebaikan bagi semua insan, termasuk orang yang dulu pernah memfitnahnya. Kuncinya istiqomah dalam jalan dakwah islam yang sudah dianjurkan oleh Rasululloh. Dakwah yang berjamaah untuk saling menguatkan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak