Titik Nol IKN



Oleh : Maira Zahra

Berbagai aspirasi masyarakat yang menolak dan tidak setuju dengan adanya Ibukota baru, justru upaya para aktor politik terus melanjutkan langkah pembangunan Ibukota baru yang bertempat di Kalimantan Timur. 

Ekonomi negara yang awalnya sudah sulit akibat pandemi. Dimana banyak pengganguran, kemiskinan kian meningkat, pun kini minyak goreng sudah untuk didapat. Padahal Indonesia merupakan sektor distribusi minyak bumi terbesar se-Asia.
 
Berturut-turut problem negara hilir berganti, namun tak ubahnya, tak ada tindakan cepat langsung dari penguasa itu sendiri. Justru lebih mementingkan kepentingan politik ologarki meski dana yang dikeluarkan itu mudah bagi mereka. Namun, rakyat tidak demikian. 

Lagi, kelanjutan proyek Ibu Kota Negara (IKN) ini, pemerintah justru memamerkan politik klenik yang bermakna mengundang azab dari Allah SWT.

Pada Senin (14/3/2022) lalu, Jokowi menjadwalkan acara kemah di 'Titik Nol' Ibu Kota Negara (IKN) Kalimantan Timur. Para gubernur se-Indonesia turut hadir dalam melaksanakan ritual "Kendi Nusantara". 

Untuk pelaksanaan ritual itu para gubernur diminta membawa tanah dan air dari asalnya masing-masing. Lokasi mengambilkan dipilih berdasarkan filosofi yang ditetapkan oleh para gubernur. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Juru Bicara Gubernur Kalimantan Timur, HM Syafranuddin. []

Selanjutnya, tanah dan air itu akan diisikan ke dalam "Kendi Nusantara" untuk disimpan di Titik Nol IKN Nusantara. 

Adapun air dan tanah yang diambil itu, ada yang diambil dari kolam Telago Rajo, Candi Muara Jambi, sungai Kapuas, sungai Ladak, dan masih banyak lagi. 

Menimbang akan acara tersebut, bisa jadi acara ritual Kendi Nusantara justru merupakan ritual yang berujung pada bentuk kesyirikan yang dilanggengkan. Bahkan, ritual ini dijadikan cara untuk meredam gejolak penolakan publik. Yang seolah-olah publik disuruh diam dan diminta untuk menerima apapun yang dicanangkan pemerintah.

Demokrasi Tak Bisa Atasi

Inilah gambaran nyata buah system demokrasi. Melahirkan sebuah racun kesengsaraan bagi umat. Tidak seharusnya penguasa lebih mementingkan kekuasaan oligarki daripada rakyatnya sendiri. Dimana lebih loyal dan bersikap manis pada oligarki, tapi 'melempem' terhadap rakyatnya. Membangun 'ini' dan 'itu' hanya untuk korporasi politik, rakyat seakan hanya diratapi tanpa dikasihani. Tak meratanya berbagai batuan yang ada, justru kesempatan diambil dengan tindakan korupsi. Miris!

Demokrasi tak menjamin keadilan, kesejahteraan, keamanan, dan keloyalitian. Adanya hanya membuat muak kehidupan rakyat. Kebengisan yang tertutupi oleh topeng rayuan tetaplah nampak dan tidak bisa ditampik dengan fakta. Semua mata telah melihat dan semua telinga telah mendengar. Segala persoalan tidak bisa terorganisir tuntas, malah menambah beban semakin memanas. 

Islam Sebagai Rahmat

Di sinilah peran Islam. Islam bukan hanya agama ritual semata. Islam hadir sebagai petunjuk jalan hidup manusia yang berpedoman pada Al-Qur'an dan Al hadits. Dalam Islam kehidupan manusia tak sedikitkan luput dari aturan, sebab manusia akan kehilangan arah jika tak ada aturan. Aturan bukan sebagai pengekang hidup, justru adanya sebagai penikmat hidup. Hidup akan nikmat bila diatur, hidup akan nyata bila aturan tegak. 

Dari sinilah Islam membawa syariat atau aturan yang kompleks. Membawa manusia menuju kehidupan sebenarnya. 

Komunitas Millenials Perindu Surga
Tulungagung

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak