Oleh: Atik Hermawati
Husein Baagil seorang habib muda asal Tuban, Jawa Timur menyatakan bahwa ia pro pemerintah baik benar maupun salah. Alasannya ialah hadis Nabi saw. yang mengharuskan taat pada pemerintah walaupun membawa cambuk. Lanjutnya ia mengatakan bahwa yang ingin mengritik kebijakan ini berarti telah keluar dari Islam. Video pernyataannya itu viral dalam sebuah podcast bersama Deddy Corbuzier (03/03/2022).
Hadis tentang ketaatan pada pemimpin sering kali digelincirkan sesuai kepentingan. Terlebih lagi di masa kini, dimana berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sama sekali tak memenuhi hak rakyat. Ada yang mengatakan tetap wajib menaati pemimpin bagaimanapun keadaannya. Kemudian ada juga yang mengkafirkan secara mutlak seorang pemimpin walaupun statusnya muslim. Bagaimana sikap muslim seharusnya?
Ketaatan pada Aturan Allah dan Rasul-Nya
Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian.” (QS. An-Nisa: 59)
Ayat di atas memerintahkan kita untuk taat pada pemimpin atas dasar ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya. Yakni menghalalkan apa yang dihalalkan, lalu mengharamkan apa yang diharamkan-Nya. Sehingga tidak boleh menaati tanpa pondasi taat pada syariat-Nya. Hal inipun dijelaskan dalam sabda Nabi saw., “Tidak ada ketaatan di dalam maksiat, taat itu hanya dalam perkara yang makruf.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian Rasul pun membenarkan taat pada ulil amri selama tidak memerintahkan kepada maksiat kepada aturan Allah. Sabda beliau saw., “Mendengar dan taat (kepada penguasa) itu memang benar, selama mereka tidak diperintahkan kepada maksiat. Jika mereka memeritahkan untuk bermaksiat, tidak boleh mendengar dan taat (dalam maksiat tersebut).” (HR. Bukhari)
Jelas sudah bagaimana tuntutan Rasulullah tentang ketaatan pada pemimpin. Tidak ada kata taat dalam maksiat. Pernyataan habib di atas sungguh keliru. Salah kaprah dalam memahami nas dapat menjerumuskan pada cacat logika. Allah SWT sama sekali tidak memerintahkan untuk taat pada orang yang jelas-jelas menentang aturan-Nya. Bukankah kebijakan saat ini telah banyak menabrak syariat? Yang ada justru demi kepentingan para kapital di belakangnya.
Kewajiban Amar Makruf Nahi Munkar
Dari Abu Sa'id al-Khudriy ra., Rasulullah saw. bersabda, "Barang siapa di antara kamu melihat kemungkaran, hendaklah ia mencegah kemungkaran itu dengan tangannya. Jika tidak mampu, hendaklah mencegahnya dengan lisan, jika tidak mampu juga, hendaklah mencegahnya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman." (HR. Muslim)
Mengoreksi kebijakan zalim penguasa ialah suatu keharusan. Agar kembali pada koridor syara dan mencapai kemaslahatan serta keberkahan. Bersikap kritis bukanlah suatu kriminal yang harus dihentikan. Justru ketika masyarakat bahkan para ulama diam saja terhadap kesalahan, itu akan berbahaya dan mengundang murka Allah SWT. Allah SWT memperingatkan dalam firman-Nya,
"Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (QS. Al-Anfal [8] : 25)
Saat ini begitu kentara, bagaimana umat Islam digiring dalam pengkotak-kotakan yang sejatinya untuk memecah belah. Islam moderat, tradisionalis, ataupun radikal sengaja dinarasikan untuk menyesatkan. Yang mengkritisi kebijakan zalim pemerintah, dianggap sebagai ancaman dan dituduh sebagai radikal. Padahal umat Islam harus bersatu menegakkan kalimat Allah yakni menegakkan institusi mulia Khilafah, yang menerapkan Islam secara kaffah. Bukan sibuk mendukung agenda penguasa yang jauh dari syara.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini