Oleh : Ummu Khaira
Belum lama ini Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushala. Dalam surat ini mengatur penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan mushala.
"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ujarnya, saat berkunjung ke Pekanbaru, Rabu (23/2).
Selain itu, Yaqut juga mengatakan perlu peraturan untuk mengatur waktu alat pengeras suara tersebut dapat digunakan, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan. "Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya
(Republika.co.id, 25/02/22)
Tak ada angin, tak ada hujan. Kumandang azan yang telah berabad-abad lamanya terdengar di Bumi nusantara ini dipermasalahkan. Tak hanya menuai kritik dan kecaman dari berbagai pihak. Membatasi volume suara azan kemudian menganalogikannya dengan suara gonggongan anjing telah melukai hati kaum muslim. Lebih miris lagi pernyataan tersebut keluar dari mulut seorang Menteri Agama di sebuah negeri yang bahkan mayoritas penduduknya adalah Muslim.
Hal ini membuat kita ingin bertanya. untuk kepentingan siapakah pengaturan volume azan tersebut?
Ketua MUI Pusat Cholil Nafis memilih enggan mengomentari pembandingan atau penganalogian antara azan dengan suara azan.
Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Kadang malas berkomentar soal membandingkan sesuatu yang suci dan baik dengan suara hewan najis mughallazhah,” jelas dia dalam akun Twitter-nya @cholilnafis dikutip Kamis (24/2/2022).
Menurut dia, pernyataan itu tidak layak disampaikan oleh seorang pejabat publik. Apalagi menyandang predikat sebagai menteri agama. Seharusnya tutur kata yang dilontarkan seorang pejabat publik kepada masyarakat dapat diperhalus.
(WartaEkonomi.co.id, 25/2/22)
Azan atau adzan merupakan panggilan ibadah bagi umat Islam untuk menunaikan salat fardhu. Azan dikumandangkan oleh seorang muazin dari masjid setiap memasuki lima waktu salat. Kata azan sendiri berasal dari kata ʾadzina أَذَّنَ yang berarti "mendengar atau diberi tahukan". (Wikipedia)
Azan dibutuhkan oleh umat Islam sebagai pengingat atau penunjuk bahwa telah masuk waktu salat. Terlebih bagi masyarakat perkotaan dengan hingar bingar dan hiruk pikuknya. Atau masyarakat di pedesaan yang aktivitasnya berkebun di ladang. Nelayan di lautan. Kalau hari ini saja salat masih banyak yang meninggalkan, apalah jadinya ketika suara azan dikecilkan.
*Upaya Pengkerdilan Islam*
Sudah bukan rahasia lagi rezim hari ini merupakan rezim represif anti Islam. Kapitalisme-demokrasi dengan asas sekuler biang keroknya. Yang tak akan pernah rela eksistensinya tergantikan. Dengan beragam alasan yang dibuat-dibuat melalui berbagai kebijakan dan regulasi yang makin memojokkan Islam dan umatnya. Bisa kita saksikan juga rang-orang yang ditunjuk untuk memangku jabatan menteri agama justru dari orang-orang yang tidak memahami agama. Dipilih bukan karena kapasitasnya tapi karena bagi-bagi kue kekuasaan. Maka tak heran kebijakkanya takkan pernah berpihak kepada umat Islam dan umatnya. Dari mulai pembacaan alquran dengan dengan langgam jawa, larangan cadar dan celana cingkrang, sertifikasi da'i, doa lintas agama hingga pengaturan pengeras suara masjid. Semakin menegaskan bahwa rezim demokrasi saat ini akan senantiasa menjadikan Islam sebagai sasaran untuk dikerdilkan dan diperlakukan sebagai objek yang dianggap pencetus toleransi dan gagal membangun harmoni.
*Azan adalah Syiar Islam*
Selain sebagai penanda waktu salat. Lebih dari itu azan menjadi salah satu Islam syiar Islam. Azan pertama kali dikumandangankan oleh Bilal bin Rabah sahabat Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam.
"Aduhai betapa indahnya waktu itu. Kehidupan di Makkah berhenti bergerak dan ribuan kaum Muslimin berdiri laksana jasad mati. Dengan khusyuk dan berbisik, mereka tirukan kalimat azan mengikuti Bilal," tulis Khalil Muhammad Khalid dalam bukunya Biografi 60 Sahabat Rasulullah SAW tentang suara Bilal nan merdu.
Demikian suara azan mampu menggetarkan jiwa, menggugah keimanan seorang muslim. Bahkan tak sedikit yang pada akhirnya memeluk Islam tersebab jatuh cinta pada lantunan azan. Karena itulah Barat kafir dengan propaganda Demokrasi-sekuler dengan toleransinya tak akan membiarkan hal ini terjadi. Berbagai upaya ditempuh melalui peraturan sekulernya, agen-agennya untuk mengahalau apapun yang mampu memantik kebangkitan Islam. Maka dari itu umat harus semakin sadar bahwa Demokrasi bukanlah rumah kita. Ia tak kan bisa menjadi rumah kita. Hanya dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Simbol-simbol, syiar Islam dan kehormatan umat akan terjaga.
Wallahu'alam bishshawwab
Tags
Opini