Oleh: Sinta Nur Safitri Ramli (Mahasiswa USN Kolaka)
Kaum muslimah India kini kembali mengalami pelarangan penggunaan hijab untuk dapat mengenyam pendidikan. Bahkan, baik tenaga pengajar muslimah dipaksa melepas jilbabnya saat memasuki lingkungan sekolah mau pun kampus.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI — Sejumlah pelajar muslim India melakukan aksi unjuk rasa untuk memprotes larangan gadis Muslim berhijab untuk masuk ke ruang kelas di beberapa sekolah di negara bagian Karnataka, India selatan, di Kolkata, India, Rabu (9/2/2022).
Gadis muslim berhijab dilarang menghadiri kelas di beberapa sekolah di negara bagian Karnataka, India selatan, yang memicu protes selama berminggu-minggu oleh para siswa. Kebijakan diskriminatif ini menyebabkan protes dan kekerasan yang meluas.
Pelarangan seperti ini disebut-sebut merupakan instruksi langsung dari Kementerian Pendidikan India. Bahkan mereka mengalami berbagai pelecehan dan intimidasi oleh warga Hindu.
Telaah Kritis Akar Islamofobia
Intimidasi dan kekerasan yang dialami muslimah India ialah hanya bagian dari takutnya gelombang islamfobia di India. Begitu tragisnya muslim India yang nyaris tidak dapat perlindungan dari negara bahkan dari lembaga-lembaga dunia, termasuk dari pemimpin dunia Islam.
Muslimah India selalu mengalami ketidakadilan yang berujung pada kesengsaraan dan perampasan hak. Diskriminasi ini dipicu oleh islamofobia yang melahirkan kebencian yang sangat terhadap kaum muslimah.
Aksi kebencian terhadap umat Islam ini bukan yang pertama. Semenjak kekalahan Khilafah Islamiah pada Perang Dunia I yang menyebabnya tersekatnya anak benua India (India selatan), konflik agama ini terus terjadi.
Serangkaian intimidasi dan kekerasan pada kaum muslimah, pelecehan dan perampasan sering terjadi hingga kini di India. Inilah potret buruk negara demokrasi yang hakikatnya adalah jalan menuju kekuasaan para komprador.
Sejatinya, islamofobia ini yang menyulut kebencian mereka terhadap Islam dan kaum muslim. PBB, OKI, ataupun organisasi internasional lainnya tidak bisa menghentikan ini semua, bahkan mereka merupakan organisasi yang menyuarakan islamofobia.
Kebencian yang mereka pelihara semata karena mereka sangat khawatir akan eksistensi umat Islam yang kian hari kian terlihat ufuk kebangkitannya. Mereka sangat paham, jika Islam bangkit peradaban keji yang mereka bangun dengan susah payah akan menemui ajalnya. Padahal, jika Islam menguasai dunia, nyawa manusia akan terselamatkan. Sejarah membuktikannya saat Khilafah memimpin dunia tidak ada satupun etnis yang di siksa hanya karena berbeda agama.
Islam Menghadirkan Perlindungan
Dalam Islam, tidak ada intimidasi, kekerasan dan perampasan terhadap hak-hak, baik bagi pria maupun wanita. Bahkan, setiap mereka mendapatkan hak-haknya secara adil sesuai dengan hukum Islam.
Sejarah Islam telah membuktikan perhatian Daulah Islam terhadap perlindungan dan penjagaan kehormatan wanita. Sebagaimana kisah pria Yahudi yang mengganggu muslimah di pasar Bani Qainuqa, sehingga tersingkap auratnya. Wanita itu pun berteriak kepada kaum muslim, kemudian datanglah seorang laki-laki muslim yang membunuh sang Yahudi. Kemudian Yahudi yang lain mengeroyok dan membunuh laki-laki muslim itu. Akhirnya, Rasulullah SAW mengepung perkampungan Bani Qainuqa dan mengusir mereka dari Madinah Munawarah karena buruknya perilaku mereka.
Pada masa Khalifah Al-Mu’tashim Billah, ketika seorang muslimah jilbabnya ditarik oleh salah seorang Romawi, ia segera menjerit dan meminta tolong kepada Khalifah : Wa Islama wa mu’tashima! “Di mana Islam dan di mana Khalifah Mu’tashim?”
Ketika mendengar jeritan muslimah tersebut, khalifah serta-merta bangkit dan memimpin sendiri pasukannya untuk membela kehormatan seorang muslimah yang dinodai oleh seorang pejabat kota tersebut (waktu itu masuk dalam wilayah kekaisaran Romawi). Kepala Daulah Khilafah Islamiyah ini mengerahkan ratusan ribu tentaranya ke Amuria-perbatasan antara Suria dan Turki.
Sesampainya di Amuria, beliau meminta agar orang Romawi pelaku kedzaliman itu diserahkan untuk diadili. Saat penguasa Romawi menolaknya, beliau pun segera menyerang kota, menghancurkan benteng pertahanannya dan menerobos pintu-pintunya hingga kota itu pun jatuh ke tangan kaum muslim.
Khalifah Umar bin Khatab suatu saat mendengar keluhan seorang wanita yang ditinggal suaminya berperang, beliau pun bertanya kepada putrinya, Hafshah ummul mukminin tentang lamanya istri sanggup ditinggal suaminya. Hafshah menjawab bahwa perempuan sanggup menahannya selama 4 bulan. Setelah itu Umar pun menurunkan keputusan kepada panglima perang, agar mengumumkan kepada tentara yang sudah berkeluarga untuk kembali kepada istri mereka setelah 4 bulan. Inilah pertama kalinya keluar qanun (undang-undang) Islam terhadap prajurit Islam.
Inilah model cemerlang kehidupan kaum muslim bagi penjagaan mereka terhadap wanita dengan memposisikan mereka sebagai kehormatan yang wajib dijaga.
Rasulullah SAW pun telah mewasiatkan untuk menjaga wanita dan memperlakukannya dengan baik. Sabda Rasulullah SAW:
“Perlakukanlah wanita dengan baik.” (HR Muslim)
Islam pun menetapkan bahwa memelihara kehormatan wanita hukumnya wajib. Orang-orang yang terbunuh karena mempertahankan kehormatannya adalah syahid akhirat, artinya memperoleh pahala syahid mujahid di jalan Allah. Sabda Rasululah SAW:
“Barang siapa yang terbunuh (dibunuh) demi keluarga, maka dia syahid.” (HR.Nasai)
Maka, tidak mungkin bagi wanita bisa menikmati kebahagiaan, ketenangan dan memperoleh hak-haknya secara menyeluruh kecuali dengan penerapan syariah Islam secara kaffah.