Oleh Cahaya Septi
Penulis dan Aktivis Dakwah
Makin hari makin banyak masalah yang umat muslim hadapi. Terakhir, umat disibukkan dengan polemik pengaturan azan dan penggunaan alat pengeras suara di masjid yang dianggap dapat mengganggu ketenangan warga dan merusak toleransi antar umat beragama.
Padahal azan ialah perintah agama, ia merupakan panggilan untuk menjalankan salat lima waktu yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. kepada kaum muslim. Beliau bersabda:
“Jika waktu salat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian dan yang paling tua di antara kalian menjadi imam kalian.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Karena itu umat muslim meradang ketika ada pejabat negara mengatakan bahwa azan dapat merusak ketenangan warga, padahal azan dari zaman Nabi saw. sudah ada. Alasan bahwa suara azan yang keras mengganggu kalangan nonmuslim ataupun warga sekitar juga tidaklah tepat karena azan adalah bagian dari syiar Islam yang berisi kalimat tauhid, doa, dan ajakan untuk beribadah yang ditujukan kepada umat manusia. Dan selama puluhan tahun Islam hadir di Indonesia umat non-muslim tidak merasa keberatan dengan azan.
Selanjutnya ucapan pejabat yang menyamakan azan dengan gonggongan anjing, atau menyebutkan bahwa suara kidung jauh lebih indah daripada suara azan, adalah termasuk penistaan agama serta merupakan dosa besar. Allah Swt. telah mengingatkan:
“Jika kalian menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) shalat, mereka menjadikan seruan itu sebagai ejekan dan permainan. Yang demikian adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau menggunakan akal." (TQS al-Maidah [5]: 58).
Sebenarnya masalah utama Indonesia dan dunia saat ini adalah sekularisme. Paham yang mengajarkan pemisahan agama dari kehidupan ini menyebabkan banyak kaum muslim yang tidak peduli dengan agamanya. Akibatnya ibadah dipandang urusan pribadi saja. Tidak ada yang berhak memaksa, termasuk negara. Karena itu tidak sedikit orang yang enteng saja meninggalkan salat. Padahal Nabi saw. Mengingatkan:
“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat. Siapa saja yang meninggalkan shalat, maka ia telah kafir” (HR Ibnu Majah).
Para ahli ilmu sepakat bahwa orang yang sengaja meninggalkan salat tanpa uzur hingga habis waktunya maka ia telah kafir. Para ulama Malikiyah dan Syafi'iyah berpendapat bahwa orang seperti itu tidaklah kafir tetapi fasik dan ia diminta agar bertobat. Jika ia bertobat maka diterima tobatnya. Namun, jika ia tidak bertobat, ia mendapatkan sanksi hukuman mati sebagai sanksi (had) (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzhâhib al-Arba’ah, 5/401, Maktabah Syamilah).
Setelah sekularisme, umat muslim hari ini juga dihadang oleh ancaman kapitalisme dan oligarki. Beberapa orang berkuasa dan menzalimi rakyat. Kejahatan kapitalisme dan oligarki ini sudah demikian nyata seperti terlihat dari naiknya harga-harga kebutuhan pokok seperti minyak goreng, kacang kedelai dan sejumlah kebutuhan pokok lainnya.
Negara harusnya menjamin kebutuhan pokok rakyat dan mencegah serta menghukum permainan para pengusaha jika terbukti melakukan kecurangan, seperti menaikkan harga dengan keterlaluan yang disebut ghabn fahisy atau khilabah (penipuan).
Maka dari itu, dengan mengetahui keburukan serta jahatnya kapitalisme, umat muslim harus senantiasa istikamah amar makruf nahyi mungkar, membantu memecahkan permasalahan umat dengan cara dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam, lalu menyampaikan bahwa kemuliaan atau damainya umat muslim akan terasa nyata saat penerapan syariat kafah ada.
Wallahu a'lam bishawab