Oleh : Ummu Mustanir
(Ibu Rumah Tangga)
Mafia Minyak Goreng?
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan pemerintah bersama kepolisian telah membongkar praktik mafia minyak goreng. Kepolisian melalui Badan Reserse Kriminal Polri akan mengumumkan para mafia tersebut pada Senin, 21 Maret 2022. (Bisnis.tempo.co Sabtu 19 Maret 2022)
Hubungan Penguasa dan Rakyat Sebatas Penjual Dan Pembeli?
Ekonom Institute for Development of Economics (Indef), Rusli Abdullah, mengatakan ada pelbagai faktor yang menyebabkan minyak goreng curah langka di pasaran. Stok minyak curah di pasar menyusut setelah pemerintah mencabut harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan dan melepasnya ke harga keekonomian.
Pertama, kemungkinan ada minyak goreng siluman. Minyak goreng siluman adalah minyak goreng curah yang dikemas ulang menjadi minyak goreng kemasan sederhana atau premium dan dijual secara liar. Rusli menduga praktik ini marak terjadi lantaran banyak pihak ingin mengambil keuntungan dari gap yang sangat lebar antara harga minyak goreng curah dan minyak goreng kemasan.
Kedua, ada kendala dari sisi infastruktur untuk pendistribusian minyak goreng curah. Rusli berujar, distribusi minyak goreng curah tidak semudah minyak goreng kemasan. Minyak goreng curah dikirim menggunakan tanki dan mesti dipak ulang dalam bentuk kemasan plastik di pasar-pasar tradisional.
Masalah ketiga, dia menduga distributor sengaja menyimpan stok minyak goreng curah lantaran pemerintah masih mengenakan kebijakan HET pada produk ini. Distributor enggan mengeluarkan barang atau menahannya sampai pemerintah mengeluarkan kebijakan baru mengenai minyak curah.
Ini kembali lagi ke teori dasar ekonomi. Ketika seharusnya harga keekonomiannya Rp 20 ribu dan dijual Rp 14 ribu, ini bisa menimbulkan distorsi pasar.
Sebutan 'mafia minyak goreng' kini sedang renyah untuk dibahas di segala lini. Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi sebagai perwakilan pemerintah bahkan hanya mampu meminta maaf lantaran pemerintah tidak bisa mengontrol mafia minyak goreng. Dia berujar pemenuhan pasokan minyak goreng sesuai kebijakan HET sejatinya sudah berjalan. Namun, di lapangan, terjadi berbagai penyimpangan akibat campur tangan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kelangkaan minyak goreng beserta permainan harga di dalamnya adalah salah satu akibat penerapan aturan yang menjadikan 'keuntungan' sebagai landasan melaksanakan kebijakan. Alhasil aturan ini menjadikan para spekulan bebas menentukan harga suatu produk. Sedangkan keberadaan Pemerintah hanya sebagai fasilitator, dengan demikian sehingga wajar jika penguasa akhirnya tidak berdaya menghadapi mafia pasar. Di lain hal, sebab landasan penerapan aturan adalah 'keuntungan' serta manfaat maka hubungan Penguasa dengan rakyat hanya sebatas penjual dan pembeli. Penguasa akan membuat dan melaksanakan aturan yang menguntungkan bagi pemerintah. Itulah sebabnya solusi yang dihadirkan biasanya hanya berupa subsidi dan pembatasan harga suatu produk. Sebuah solusi yang tidak pernah menyelesaikan masalah. Sebab setelah pelaksanaan kebijakan tersebut keberadaan minyak goreng tetap langka serta harga minyak goreng justru semakin tak terkendali.
Setelah mencabut subsidi atau mencabut HET terhadap minyak, Pemerintah juga berencana untuk mengimpor minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Jika hal ini terjadi, sekalipun ketersediaan minyak goreng dapat terkendali namun harganya sudah tentu tinggi karena barang tersebut adalah produk impor. Namun demikian menjadi wajar jika penguasa nampak menghitung untung-rugi saat melaksanakan kebijakan untuk rakyatnya. Sebab dalam kaidah ekonomi liberal landasan utama melaksanakan sebuah kebijakan adalah semata-mata demi keuntungan materi, Sehingga keberadaan rakyat bukan nya dilayani dilindungi dan dicukupi kebutuhan dasarnya melainkan dijadikan sebagai konsumen dari produk penguasa.
Syariat Islam Solusi Segala Problematika
Persoalan minyak goreng telah mejadi atensi rakyat seluruh Nusantara. Kelangkaan minyak terjadi merata dari perkotaan hingga di pelosok pelosok negeri. Bahkan antrian minyak goreng telah menelan korban jiwa di beberapa wilayah serta menyebabkan kegaduhan di antara masyarakat.
Sementara para pejabat justru mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak tanggap situasi dan kondisi masyarakat. Pemerintah terkesan tidak mampu menyelesaikan langkanya minyak goreng ulah spekulan sejak tahun lalu sampai saat ini, selalu menjanjikan harapan palsu yang tidak pernah terealisasi. Dengan demikian kepemimpinan semacam ini sudah tak bisa diharapkan. Dan sudah saatnya syariat Islam menggantikan posisi kebijakan-kebijakan buatan manusia.
Aturan-aturan buatan manusia telah nyata tidak mampu memecahkan segala problematika termasuk soal kelangkaan minyak goren dan fluktuasi harga yang tak terkendali. Sementara di sisi yang lain Syariat Islam mengharamkan dengan tegas penimbunan. Termasuk pula menimbun minyak goreng (menahannya) untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan masyarakat umum.
Dari Said al-Musayyib dari Mu’ammar bin Abdullah al-‘Adawi bahwa Nabi saw bersabda, “Tidaklah melakukan penimbunan kecuali orang yang berbuat kesalahan.” (HR Muslim).
Dalam Islam, orang yang menimbun merupakan pelaku dosa lagi bermaksiat. Pelakunya mendapatkan sanksi yakni takzir oleh Khalifah (Pemimpin umat Islam) karena orang yang menimbun menyusahkan rakyat banyak untuk membelinya. Pelakunya pun akan dipaksa untuk menawarkan dan menjual barangnya kepada para konsumen dengan harga pasar, bukan dipatok harganya oleh negara.
Pasalnya, pematokan harga juga haram, Imam Ahmad dari Anas yang berkata, “Harga melonjak pada masa Rasulullah saw. Lalu mereka berkata, ‘Ya Rasulullah, andai saja Anda mematok harga.’ Beliau bersabda, ‘Sunggu Allah lah Yang Menciptakan, Yang Menggengam, Yang Melapangkan, Yang Memberi Rezeki dan Yang Menetapkan Harga. Aku sungguh berharap menjumpai Allah dan tidak ada seorang pun yang menuntutku dengan kezaliman yang aku lakukan kepada dia dalam hal darah dan tidak pula harta’.” (HR Ahmad).
Wallahu'Alam bish shawwab
Tags
Opini