Proyek Raksasa Asing di Tengah Himpitan Ekonomi Rakyat

Oleh: Hamsia (relawan peduli masyarakat)

Saat kondisi ekonomi rakyat makin memburuk akibat kelesuan ekonomi, pemerintah justru membebani rakyat dengan kebijakan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok. Di saat yang  sama, banyak korporasi raksasa asing menangguk untung besar dari beragam proyek besar di negeri ini. 

Industri raksasa di Batam mulai menggeliat. PT McDermott Batam Indonesia mendapat megaproyek yang dinamakan Tyra Redevelopment Project. Nilai proyek pertamanya mencapai USD 500 juta atau sekitar Rp.7,5 triliun (kurs Rp.15.000 per dolar) hingga USD 750 juta (Rp.11 triliun). Bukan hanya itu, Dermott juga telah mengantongi sejumlah proyek besar lainnya.

Sebelumnya, proyek ini membangun wellhead dan topside untuk infrastruktur oil dan gas milik Denmark hingga memproduksi 90 persen gas untuk negara tersebut. Tentu ini pun menjadi kabar baik untuk Batam di tengah kelesuan dunia industri dan investasi serta ekonomi. Apalagi pertumbuhan ekonomi di Batam sempat jatuh ke 1 persen. (batamnwes.co.id)

Kelangkaan minyak goreng, kenaikan tarif dasar litrik, kenaikan harga BBM yang tiba-tiba, serta kenaikan harga gas LPG.

PT Pertamina (persero) menaikan harga gas LPG non subsidi rumah tangga untuk jenis Bright Gas 5,5 kg, Bright Gas 12 kg, dan elpiji 12 kg mulai hari Minggu (27/2). Ini merupakan peningkatan yang kedua kalinya. Sebelumnya, pada 25 Desember 2021, Pertamina juga menaikkan harga gas LPG nonsubsidi.

Dengan mengesahkan kebijakan yang semakin membebani rakyat, namun mempermudah para korporat mengurus proyek infrastruktur besar memang sudah menjadi logika kepemimpinan sistem kapitalis. Karena sistem yang didalamnya sengaja dirancang agar manusia bebas menguasai apapun yang ia mau selamadi tangan mereka ada modal yang memenuhiuntuk menyuntikdana suatu proyek. Tidak memperdulikan lagi apakah yang dikuasai adalah harta kepemilikan umum atau publik., semua diembat rata.

Sistem kapitalisme menjadikan para korporat adalah pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Negara digunakan sebagai legalisator keberadaan mereka agar bisa menguasai dan mengelola kebutuhan publik. Alhasil, jiwa periayah negara hilang rakyat selalu diposisi terpinggirkan dan semakin ditimpa kesulitan hidup.

Ini membuktikan bahwa keberadaan negara bukan untuk melindungi dan menyejahterakan rakyat tetapi para pemilik modal. Semestinya tugas negara menjamin dan memenuhi kebutuhan pokok rakyat, setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka tanpa dibayangi dengan kelangkaan dan harga mahalnya.

Konsep seperti ini tidak lepas dari prinsip kapitalistik yang berorientasi pada keuntungan semata. Berguna atau tidak infrastrukut yang ada, yang penting ada keuntungan di sana. Akhirnya, lembaga negara yang harusnya bertindak melayani rakyat, justru menjadi badan bisnis yang memihak kaum kapitalis korporat.

Negara yang mencari keuntungan dalam membangun infrastruktur seperti ini hanya ada dalam kapitalisme. Negara hanya berperan sebagai regulator, selebihnya para kapitalislah yang bermain demi meraup keuntungan. Tak terkecuali perusahaan-perusahaan Asing yang menjadi benalu pada megaproyek negara. Padahal, pembangunan infrastruktur itu termasuk membangun sarana umum yang tujuannya untuk memudahkan rakyat. Nyatanya, malah dimanfaatkan untuk berbisnis. 

Melihat karut-marutnya pengelolaan pembangunan dalam kapitalisme, sudah sepatutnya kita keluar dari masalah ini, hanya sistem Islam yang memiliki penawarnya. Sistem itu ialah pemerintahan Islam (khilafah) yang akan menjalankan pembagunan sebagaimana mestinya, sehingga semua orang dapat merasakan fasilitas itu, bukan hanya segelintir orang saja.

Sistem Islam ketika mengatur proyek-proyek pembangunan dan mengatasi kesulitan rakyat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Karena negara Islam akan memberikan solusi dalam setiap permasalahan pada masyarakat dan Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang sempurna, Islam juga mengatur masalah pembangunan infrastruktur. Negara Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunah akan melarang pembangunan ala kapitalistik. Tidak boleh meraup keuntungan dari pembangunan sarana umum karena hal itu adalah kewajiban negara.

Dalam Islam proyek pembangunan infrastruktur berfungsi untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan ekonomi sosial suatu masyarakat. Syaikh Qadim Zallum dalam buku Sistem Keungan Negara Khilafah, Pabrik/industri yang berhubungan dengan benda-benda milik umum seperti pabrik/industri eksplorasi, pemurniaan dan peleburannya juga pabrik/industri ini dapat diajdikan milik umum, mengikuti hukum benda-benda yang dihasilkan pabrik tersebut dan yang berkaitan dengannya merupakan infrastruktur milik umum. 

Dengan adanya kebijakan proyek infrastruktur yang notaben adalah penyokong layanan masyarakat, kegiatan ekonomi, dan upaya perwujudan kesejahteraan di bawah kendali negara, maka kemudahan hidup rakyat bisa terpenuhi. 

Terlebih lagi pembangunan itu berkaitan dengan infrastruktur pengelolaan SDA seperti proyek Tyra yang dikerjakan oleh McDermott. Tentu proyek semacam ini akan berada dibawah kendali negara bukan swasta. Sebab, dalam ekonomi Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum. Negaralah yang wajib mengelola hingga rakyat dapat menikmati hasilnya dan tidak terjadi komersialisasi. 

Terkait anggaran pembangunan infrastruktur khilafah mengambil dana dari baitul Mal Pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum. Pos kepemilikan negara berasal dari harta fai, kharaj, usyur, ghanimah, dll. Sedangkan pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan SDA secara mandiri oleh khilafah. Inilah cara khilafah mewujudkan infrastruktur demi kemaslahatan rakyat bukan korporat. Wallahu a’lam bi shawwab




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak