Penimbunan Minyak Goreng, Salah Tata Kelola ?





Oleh : Nia Amalia, Sp

Informasi apa yang paling ditunggu oleh ibu-ibu di Indonesia? Benar, ibu-ibu menanti kapan operasi pasar minyak goreng akan diadakan oleh pemerintah. Mereka rela mengantri berjam-jam untuk mendapatkan harga minyak goreng yang murah. Bahkan untuk mendapatkan harga minyak goreng yang murah, beberapa warga rela mengantri sebelum toko swalayan buka. Sungguh kondisi yang memilukan, untuk negeri penghasil sawit terbesar di dunia ini.    Belum lagi, hal ini diperparah dengan adanya penimbunan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendalami indikasi kartel dalam dugaan penimbunan minyak goreng di Deli Serdang, Sumatera Utara.
Temuan minyak goreng yang belum didistribusikan dalam jumlah sangat besar dengan alasan menunggu kebijakan manajemen menunjukkan keengganan produsen untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam menjamin ketersediaan di pasar (ekonomi.bisnis.com). 

Tim Satgas Pangan Sumatera Utara mengungkap keberadaan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang diduga ditimbun di sebuah gudang salah satu produsen di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (18/2/2022). Temuan ini bermula dari sidak yang dilakukan oleh Satgas Pangan karena sejak sepekan terakhir terjadi kelangkaan minyak goreng di pasaran, terutama di wilayah Sumatera Utara (kompas.com).  Minyak goreng dalam Lingkaran Penguasa dan Pengusaha
Ada beberapa penyebab kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng, diantaranya adalah :

1. Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo mengungkapkan beberapa faktor penyebab kelangkaan minyak goreng. Menurutnya, salah satu faktor kelangkaan minyak goreng karena produsen hanya ada di beberapa daerah saja. Sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai daerah di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi (Republika).    

2. Penyebab lainnya adalah kenaikkan harga CPO (Crude Palm Oil) yang merupakan salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak diminati masyarakat dunia. Saat ini harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga dari 1.100 dolar AS menjadi 1.340 dolar AS.(Republika).         
 
3. Distribusi minyak goreng di negeri ini, berputar semrawut di tangan pengusaha.  Anthony Salim, misalnya, tidak hanya terjun dalam bisnis produk mie instan, tetapi juga menggeluti bisnis kelapa sawit. Sejumlah merek minyak goreng miliknya di antaranya Bimoli, Delima, dan Happy. Berkat pundi-pundi kekayaan yang didapat dari bisnis minyak goreng itu, Majalah Forbes menobatkan Anthony Salim sebagai orang terkaya di Indonesia dengan total kekayaan sekitar Rp 83,35 triliun. Sukanto Tanoto merupakan pemilik dari perusahaan RoyaL Golden Eagle International (RGEI). Di bawah naungan Apical dan Asian Agri, ia menjalankan bisnis kelapa sawit dan minyak goreng. 
Merek Camar adalah salah satu merek minyak goreng terkenal yang ia produksi. Selain itu masih ada Martua Sitorus dan Bachtiar Karim. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencatat, berdasarkan data Concentration Ratio (CR), sekitar 40 persen pangsa pasar minyak goreng di Indonesia dikuasai oleh empat perusahaan besar. (tempo.co)                     Pengusaha akan dengan mudahnya mengatur harga minyak goreng, karena jelas, mereka sudah menguasainya dari hulu sampai hilir. Sehingga peran pemerintah disini tidak berpengaruh. Walau pemerintah berkoar-koar menetapkan harga ecer tertinggi, tapi tetap dalam kerangkeng harga pengusaha. Ciri khas kapitalis dalam mengatur kebutuhan rakyatnya memang seperti ini, ada rakyat yang terdzolimi, ada pengusaha yang harus diuntungkan. Bila kapitalis sudah bisa diprediksikan keruntuhannya di 2024 nanti, mengapa kita masih bersusah payah untuk mempertahankannya? Bukankah umat sudah sangat merindukan hidup dibawah lindungan syariat Islam. Sudah saatnya umat tercerahkan dengan syariat Islam Kaffah. Dengan Islam kaffah, sudah terbukti 14 abad mampu mensejahterakan umat. Wallohu a'lam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak