Olah : Siti Fatimah
(Pemerhati Sosial dan Generasi)
Baru-baru ini BNPT meliris berapa ciri ustadz radikal, masyarakat terutama Polri dan TNI dihimbau oleh presiden untuk tidak mengundang penceramah sembarangan. Dalam pidato yang dibacakan oleh orang nomor 1 Indonesia pada hari Selasa 1 Maret 2022 di Plaza Mabes TNI Cilangkap, dikatakan bahwa para ibu-ibu istri personnel TNI tidak boleh memanggil dan mengumpulkan ibu-ibu yang lain mengundang penceramah semaunya atas nama Demokrasi. Kegiatan mengundang penceramah harus di koordinir oleh kesatuan masing-masing baik secara mikro maupun makro untuk mencegah kendatangan ustadz radikal untuk memberikan tausiah.
Adapun ciri-ciri penceramah (ustadz) yang dicap radikal oleh BNPT di antaranya: mengajarkan paham anti Pancasila dan pro khilafah, mengajarkan paham takfiri, sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, sikap eksklusif dan anti budaya/kearifan lokal keagamaan.
Bila dipelajari secara mendalaam ciri-ciri tersebut, kesemuanya itu hanyalah berupa anggapan keliru yang digunakan untuk menyerang agama Islam.
Perlu diketahui bahwa khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Umat Islam wajib mengetahui bahwa khilafah merupakan suatu bentuk pemerintahan. Khilafah adalah institusi negara pengganti setelah negara Islam yang dipimpin Rosulullah SAW sebagai kepala negaranya wafat, maka muncullah khilafah untuk meneruskannnya dengan mengangkat khalifah (pemimpin) yang baru. Bukti-bukti keberadaan dan kejayaan sistem pemerintahan Islam Khilafah pun masih ada hingga sekarang. Bahkan jejak-jejak itu ada di nusantara meskipun banyak yang berusaha mengubur bahkan melenyapkannya.
Sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah itu pun tidak benar. Seharusnya pemerintah menyadari bahwa sikap mengkritik bukankan anti pemerintah. Justru dengan kritikan tersebut pemerintah menjadi tahu letak kesalahannya dalam menentukan suatu kebijakan bukan malah melempar tuduhan. Sementara tudingan mengajarkan paham tafkiri yang dikatakan segbagai ajaran yang mudah mengkafirkan orang lain pun sangat tidak benar. Satu-satunya pihak yang paling berhak mendefinisikan orang yang tergolong kafir adalah Sang Khaliq. Siap saja yang tidak mengakui adanya Allah atau pun menganggap Allah adalah lebih dari satu dan tidak mempercayai bahwa Muhammad adalah rosul/utusan Allah maka ia adalah kafir. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
لَـقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَا لُوْۤا اِنَّ اللّٰهَ ثَا لِثُ ثَلٰثَةٍ ۘ وَمَا مِنْ اِلٰهٍ اِلَّاۤ اِلٰـهٌ وَّا حِدٌ ۗ وَاِ نْ لَّمْ يَنْتَهُوْا عَمَّا يَقُوْلُوْنَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْهُمْ عَذَا بٌ اَ لِيْمٌ
"Sungguh, telah kafir orang-orang yang mengatakan bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga, padahal tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa azab yang pedih."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 73)
Sikap anti budaya dan kearifan lokal. Perlu dipahami bahwa kedudukan agama sangatlah tinggi karena didalamnya terdapat aturan yang datangnya dari sumber yang sangat jelas yaitu Allah SWT. Berbeda dengan budaya yang berasal dari tradisi nenek moyang yang nota bene juga hanyalah makhluk Allah. Bisa jadi tradisi dapat menyebabkan kesesatan karena nenek moyang terdahulu hanya mengikuti kebiasaan. Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan agama boleh diikuti, sebaliknya kebudayaan yang melanggar syariat Allah SWT harus ditinggalkan. Jadi, tudingan anti kebudayaan tidaklah 100% benar.
Tindakan penguasa yang mengkotak-kotak status terhadap para penceramah justru akan memunculkan perpecahan. Sikap tersebut dinilai sebagai sebuah bentuk provokasi yang mencerminkan bahwa penguasa sedang merasa terancam stabilitasnya karena sikap para Ustadz terhadap kebijakan-kebijakannya. Sikap kritis yang mengedukasi, membongkar kelemahan, kecurangan dan kezaliman penguasa yang menolak dakwah demi terciptanya kemakmuran dan ketaatan kepada Allah azza wajalla. Namun masyarakat sudah cukup cerdas memahami fenomena ini, bahwa tudingan radikal pasti akan disematkan kepada kepada siapa yang berani mengkritik penguasa secara terang-terangan. Ada banyak permasalahan bangsa yaang lebih penting dari sekedar penceramah radikal yaitu masalah langkanya minyak goreng, aksi KKB yang membunuh para warga, korupsi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Umat harus memahami bahwa tidak ada Islam radikal, Islam moderat, Islam liberal ataupun Islam nusantara. Allah hanya menginginkan umat manusia untuk berislam secara Kaffah yang siap melaksanakan segala perintah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Bila ada yang menganggap bahwa apa yang didakwahkan para Ustadz adalah radikal, maka sesungguhnya mereka menuduh bahwa Al-Qur'an dan ajaran Rosulullah SAW adalah radikal, sebab Al-quran dan As-sunnah merupakan sumber ilmu yang dipakai sebagai rujukan untuk berdakwah.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَآ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208)
Wallahu'alam bishawab. []