Moderasi Lahirkan Bablasnya Toleransi

Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah) 


Arus moderasi yang deras dialirkan ke semua tatanan kehidupan termasuk pernikahan beda agama menjadi viral dengan dipertontonkan dan menjadi contoh bahaya rusaknya akidah islam. 

Mengakui perbedaan bangsa dan suku itu boleh saja dalam Islam,  seperti dalam firman Allah QS. Al Hujurat ayat 13. 

Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal."

Akan tetapi, jika sudah mencakup agama merupakan suatu perkara yang salah kaprah apalagi mengatasnamakan toleransi, inilah buah dari arus moderasi beragama. 

Belum lama viralnya pernikahan beda agama di Semarang, sempat mengganggu ketenangan publik.  Sang pengantin perempuan yang mengenakan pakaian wanita muslimah menikah dengan pria Katolik. Dan pernikahan tersebut diselenggarakan di gereja (news.detik.com, 10/3/2022). 

Ahmad Nurcholis (Konselor dan Aktivis Pusat Studi Agama dan Perdamaian), mengungkapkan bahwa pernikahan beda agama telah dilaksanakan oleh 1.425 pasangan. Dan hampir 15-20 pasangan beda agama menikah setiap bulannya (tribunnews.com, 7/3/2022). Miris. 

Seperti yang juga terjadi pada staf khusus Presiden Jokowi, Ayu Kartika Dewi yang melangsungkan pernikahan beda agama dengan Gerald Sebastian (idntimes.com, 18/3/2022). Pernikahan digelar di 2 tempat berbeda. Di gereja dan di masjid. 


Lantas Apakah Pernikahan Seperti Ini Sah secara Syariat? 

Menelaah fenomena tersebut, KH. Hafidz Abdurrahman, Khadim Ma'had Syaraful Haramain,  mengungkapkan bahwa pelaku nikah agama jelas batil. Karena melanggar hukum pernikahan (mediaumat.id, 22/3/2022). Selain itu, pelakunya pun dinyatakan berzina. 

Kyai Hafidz Abdurahman menjelaskan seharusnya pernikahan seperti ini tidak terjadi lantaran sudah dilarang oleh peraturan negara. Dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan, bahwa perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Meskipun faktanya pernikahan dilakukan berdasarkan syariat Islam dan aturan agama lain, hukumnya tetap tidak sah. 

Apakah fenomena ini kali pertama terjadi di Indonesia yang mayoritas Islam? Tentunya tidak. Sistem sekuler liberalis yang diadopsi saat ini meniscayakan munculnya rusaknya akidah islam yang merupakan pondasi keimanan seorang Islam. Sistem ini memelihara berbagai perbedaan agama diihat dari kacamata perasaan bukan kebenaran yang bersumber dari Al Qur'an. 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman, yang artinya, 

 "Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran." (QS. Al-Baqarah: 221) 

Wahai muslimah, begitu mudahnya iman tergadaikan atas nama cinta, harta dan tahta. Sudah tidak adakah sosok laki-laki muslim yang bisa membawa ke jannahNya kelak? Syariat Islam itu ibarat "listrik"  yang menerangi kehidupan.  Penjagaan akidah Islam hanya akan terwujud dalam sistem Islam yang cahayanya akan menyebar ke seluruh dunia saat syariat islam diterapkan. 

Masih berharapkah pada sistem yang mencampuradukkan antara yang haq dan bathil? Bahkan yang benar disalahkan dan yang salah dibenarkan, kemunduran berpikir seperti masa jahiliyah sebelum datangnya cahaya Islam yang menjadi petunjuk jalan kebenaran bukan pembenaran. 

Wallahu A'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak