Oleh : Sri Mariana,S.Pd
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Minyak goreng saat ini menjadi barang yang gaib. Bagaimana tidak? Barang tersebut yang sejatinya sangat dicari dan diburu oleh ibu-ibu sangat sulit untuk ditemukan,kalaupun ada jumlahnya sedikit dan harganya lebih mahal.
Selain itu juga ada pembatasan hanya boleh membeli 1 saja setiap orang. Ada juga penjual yang mensyaratkan dengan KTP atau sertifikat vaksin saat akan membeli minyak goreng. Sungguh menyusahkan rakyat pada akhirnya.
Sebelumnya, telah terjadi kenaikan harga minyak goreng yang sangat tinggi. Di akhir tahun 2021 lalu, harga komoditas dari minyak goreng terus mengalami kenaikan. Hingga memasuki tahun 2022 belum ada penurunan harga, yang ada terus meningkat naik harganya. Harga tertinggi minyak goreng dalam kemasan di pasaran mencapai harga Rp 20.300/kg.
Namun, pada tanggal 19 Januari 2022 , PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT), perusahaan pengelola jaringan ritel Alfamart dan Alfamidi menjual harga minyak goreng berbagai kemasan dengan harga Rp 14.000/liter di seluruh gerainya. Sontak saja seketika gerai-gerai tersebut menjadi ramai pembeli hingga membludak dan menyebabkan antrian panjang. Dari semua kalangan masyarakat berebut untuk mendapatkan minyak goreng tersebut. Dikarenakan minyak goreng merupakan bahan pokok yang penting di dalam kehidupan manusia. Hingga masyarakat rela antri atau bahkan rebutan dengan masyarakat lain demi mendapatkan minyak goreng yang sedang turun harga.
Ternyata, setelah terjadi aktifitas saling rebut dan antrian panjang di gerai-gerai Alfamart dan Alfamidi, pemerintah mengeluarkan imbauan kepada seluruh penjual baik gerai besar maupun kecil untuk menjual harga minyak goreng kemasan berbagai merk tersebut dengan harga yang sama yaitu Rp 14.000/liter. Lagi-lagi masyarakat berebut untuk membeli minyak goreng tersebut di berbagi tempat. Dan akhirnya stok minyak goreng habis di berbagai gerai tersebut. Alhasil, minyak goreng menjadi langka di swalayan ataupun gerai Alfamart dan Indomaret.
Hingga tanggal 1 Februari 2022 kemarin, pemerintah melalui Kemendag menurunkan harga minyak goreng yang sebelumnya Rp 14.000/liter, kini menjadi Rp 11.500/liter untuk semua penjual. Baik di pasar modern maupun tradisional, supermarket maupun warung-warung kecil. Namun sayangnya, semenjak harga minyak goreng telah turun di pasaran, minyak goreng berbagai kemasan tersebut hilang dalam peredaran, langka untuk didapatkan. Jika pun ada di pasar tradisional dan warung-warung, harganya masih tinggi atau mahal, yaitu Rp 38.000/2 liter.
Miris, negeri yang kaya akan hasil perkebunan kelapa sawitnya, producen crude palm oil (CPO) terbesar, namun harus mengikuti aturan pasar international. Sehingga, jika terjadi kenaikan harga CPO Internasional, maka CPO dalam negeri juga turut mengikuti harga internasional. Begitulah alasan pemerintah atas kenaikan harga minyak goreng di negara kita. Padahal, negara kita adalah penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Harusnya kita tidak pusing dan merasa kesulitan jika terjadi kenaikan harga minyak sawit secara internasional. Tetapi, karena sistem ekonomi kapitalisme yang diemban oleh negara kita, maka kita tidak bisa memiliki kedaulatan dalam menetapkan harga sendiri.
Sistem ekonomi kapitalisme berlandaskan kepada materi semata. Keuntungan menjadi prioritas utama sistem ini, tak peduli jika terjadi kemudharatan pada rakyat. Seperti halnya penetapan harga pada minyak goreng ini. Walaupun harga turun, namun bendanya sulit didapatkan. Jadi, dengan terpaksa rakyat membeli minyak goreng dengan harga yang masih mahal. Walaupun Pemda dan Pemko setempat terkadang melakukan operasi pasar murah untuk masyarakat, justru ini menunjukkan bahwa pemerintah menjadikan rakyatnya sebagai ladang bisnis untuk mencari keuntungan semata. Bukan solusi atas masalah minyak goreng yang langka.
Solusi satu-satunya adalah dengan menggunakan sistem ekonomi Islam. Islam menetapkan dalam berekonomi di masyarakat berupa hak-hak kepemilikan. Ada kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Konsep kepemilikan dalam Islam ini sangat berpengaruh terhadap mekanisme pengelolaan harta dan aplikasinya. Minyak goreng termasuk hasil dari kepemilikan umum, dalam konsep kepemilikan umum, Islam mensyariatkan dalam hal pengelolaan hasilnya untuk kepentingan seluruh manusia. Negara berfungsi sebagai fasilisator dan pengelolanya. Hasil pengelolaan tersebut diperuntukan bagi seluruh rakyat secara percuma atau gratis. Yang termasuk kepemilikan umum adalah air, api, dan padang rumput. Sehingga, manusia bebas menggunakan hasil dari ketiga hal tersebut. Namun Islam melarang individu untuk memiliki atau menguasainya secara pribadi. Seperti perusahaan-perusahaan yang menjual hasil dari ketiga unsur tersebut. Seperti air mineral, air pdam yang termasuk unsur air. Minyak bumi, yang termasuk unsur api. Serta minyak goreng yang termasuk unsur dari padang rumput. Ketiga unsur tersebut merupakan kepemilikan umum, sesuai dengan syariat dalam Islam yaitu dari hadis Rasulullah SAW, “Manusia berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput dan juga api”. Maka, jika kita mengembalikan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan, akan tercapailah kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat di dunia. Wallahu a'lam bishshawab. []
Tags
Opini