Oleh Putri Sakinatul Kirom
Lebih dari sebulan sejak pemerintah menerapkan minyak goreng satu harga Rp 14 ribu per liter pada 19 januari lalu. Akan tetapi faktanya di lapangkan masih saja sulit ditemukan stok minyak goreng karena tergolong langka.
Sejumlah pedagang pun juga mengatakan bahwa mereka tidak bisa menjual minyak dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena minyak yang mereka jual saat ini adalah stok lama sehingga akan merugikan mereka jika menjual dengan harga yang murah.
Tika merupakan pedagang di pasar Soak Bato 26 Ilir Palembang menyampaikan keluh kesah. Menurutnya sulit sekali mendapatkan minyak goreng. Memang ada harga saja Rp 14 ribu per liter tetapi minyaknya tidak ada.
“Tidak ada barangnya pak, kami juga capek jadi sasaran kemarahan Ibu-ibu yang belanja katanya minyak goreng tapi mengapa masih mahal,” tutur Tika sambil menahan emosinya saat Dinas Perdagangan Sumsel melakukan inspeksi mendadak (sidak) di Pasar Soak Bato, sabtu (12/2/2022).
Ia mengaku capek meladeni Ibu-ibu yang tidak mau tahu alasannya tidak mau menjual minyak goreng dengan harga pemerintah. Padahal faktanya ketika ingin menjual minyak goreng dengan harga pemerintah tapi barangnya saja tidak ada.
Para pedagang menjual minyak goreng dengan harga Rp 23 ribu per liternya karena harga modal yang ditawarkan untuk minyak goreng Rp 22 ribu per liter, jadi pedagang hanya mendapatkan untung Rp 1.000 saja per liternya.
Mereka mengetahui bahwa harga minyak turun menjadi Rp 14 ribu per liternya tapi tetap saja tidak bisa menjualnya karena tidak mendapat pasokan minyak goreng murah dari pemerintah. Pedagang membeli minyak dengan harga yang mahal itulah sebabnya mereka tidak menjualnya dengan harga yang murah.
Pedagang sembako lainnya di Pasar Soak Bato, Susan juga mengungkapkan hal yang serupa bahwa tidak bisa menjual minyak dengan harga Rp 14 ribu per liter karena stok minyak goreng yang lama masih ada. Dia membelinya Rp 22 ribu per liter dan menjualnya Rp 23 ribu per liter.
Dinas Perdagangan Sumsel melakukan pengecekan terhadap ketersediaan minyak goreng satu harga di tiga pasar tradisional di Palembang yaitu pasar Km 5, Pasar Lemabang dan Pasar Soak Bato. Dari pengecekan tersebut hanya ada satu pedagang saja yang mendapatkan suplai minyak goreng satu harga program pemerintahan di Pasar Km 5. Sedangkan di dua pasar lainnya tidak mendapatkan pasokan minyak goreng kemasan satu harga dari distributor.
Kepala Dinas Perdagangan Sumsel, Ahmad Rizali mengatakan tidak tersedianya pasokan minyak goreng satu harga ini bukan di Sumsel saja melainkan didaerah lain di tanah air juga sama.
Masalahnya bukan pada pedagang, agen atau distributor nya melainkan masa transisi kebijakan sehingga suplai dan demand tidak sebanding sehingga stok pun kosong.
Kebijakan pemerintah dalam hal Ini terlihat serampangan, alih-alih memberikan solusi kebijakan ini justru semakin mempersulit masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan pokoknya. Di sisi lain pedagang yang menyimpan wtok minyak yang lama terkena imbas kerugian.
Demikianlah saat negara menggunakan aturan yang bukan datang dari Allah, maka kezaliman akan meraja lela. Sistem kapitalisme tidak menganggap distribusi kebutuhan pokok menjadi kewajiban negara sehingga wajar jika negara berlepas tangan dalam hal ini.
Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam negara memegang peranan yang sangat penting untuk menjaga kemaslahatan umat. Negara berkewajiban memenuhi kewajiban warganya sehingga negara harus memastikan ketersediaan barang pokok dengan mudah dan murah.
Kebijakan semacam ini hanya akan ada jika Islam diterapkan secara kafah baik secara politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Sistem Islam bisa diterapkan secara kafah jika ada institusi yang menaunginya.
Wallahu a'lam bishawwab