Oleh: Ummu Fairuz
Jika kita lihat kondisi saat ini, telah banyak kerusakan yang terjadi di muka bumi efek dari ulah manusia yang seenaknya sendiri.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). " (TQS. Ar-Rum ayat 41).
Ayat diatas menegaskan bahwa pangkal kerusakan di daratan dan lautan akibat ulah tangan manusia. Maksudnya, manusia yang seringkali berbuat kemaksiatan. Dimana kemaksiatan berarti melanggar syariat yang telah ditetapkan Allah swt.
Perilaku manusia inilah yang seharusnya diatur dalam bingkai agama, tetapi tidak untuk saat ini. Manusia dibiarkan melakukan aktivitas apapun tanpa memandang hukum agamanya terlebih dahulu. Sehingga, khususnya umat Muslim benar-benar dijauhkan dari aturan agamanya sendiri.
Mengapa hal tersebut terjadi? Ternyata ini berawal ketika sistem Islam dalam segi pemerintahan diruntuhkan oleh negara kafir penjajah. Dari sanalah mulai aturan Islam dalam tatanan kehidupan mulai ditinggalkan.
Lantas, bagaimana awalnya? Berawal dari para misionaris yang berasal dari Perancis, Inggris, dan Amerika. Misionaris ini mulai diterjunkan untuk mendirikan markas di Istanbul Turki dan Beirut Lebanon. Tahun 1820 masih membahas keagamaan, berlanjut ke pendidikan. Tak bertahan lama tahun 1834 mulailah menyebarkan sekuler, nasionalisme, dan separatisme yang berhasil menyebar ke seluruh wilayah Syam.
Kemudian, para misionaris terus bergerak hingga pada 1842 mendirikan asosiasi ilmiah dibawah komite The American Mission. Dan saat ini pemerintahan Islam berada dibawah kekuasaan Khalifah Muhammad Risyad V (1909-1918 M). Kemudian Khilafah Ustmaniyah tak sengaja ikut dalam Perang Dunia I bersekutu dengan Jerman melawan Inggris di pertempuran Gallipoli pada 1915. Khilafah memenangi pertempuran tersebut dan mengusir angkatan laut Inggris. Disinilah muncul Mustafa Kemal Attaturk yang dianggap pahlawan.
Akhirnya, setelah Perang Dunia I, Inggris dan Perancis sudah terlebih dahulu memecah belah wilayah Khilafah Ustmaniyah melalui Perjanian Sykes Picot pada 16 Mei 1916.
Inggris yang dibantu Mustafa Kemal Attaturk semakin dikenal masyarakat, dan menyetujui penghapusan Khilafah dan pendirian Republik Sekuler Turki. Hingga pada akhirnya pada 3 Maret 1924, Khilafah Utsmaniyah dihapuskan dengan kesepakatan Majelis Nasional. (Pikiran-rakyat.com, 03/03/2021).
Dampak dari runtuhnya pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah nampak jelas. Karena setelah insitusi Khilafah lenyap, maka digantikan dengan sistem sekuler yang berasal dari Barat. Dimana aturannya yakni memisahkan agama dari tantanan kehidupan, baik masyarakat ataupun negara. Asasnya sendiri adalah kebebasan.
Seperti yang terjadi di Indonesia. Kekayaan alamnya begitu melimpah ruah, hutan yang luasnya 94 juta hektar, lautan yang luasnya 5,8 juta km² dapat menghasilkan sumber pangan terbaik bagi rakyatnya. Belum lagi hasil tambangya yang tak terkalahkan dari negara lainnya, seperti kelapa sawit nomor satu di dunia, penghasil bakau kedua di dunia, dan cadangan nikel ketiga di dunia. Hanya saja, semuanya bukan dimiliki oleh bangsa Indonesia, melainkan oleh asing (baca: pemilik modal).
Belum lagi persoalan utang luar negeri yang terus meningkat. Tahun 2022 saja sudah mencapai 6.900 T. Dan ini bisa terus meningkat, ketika APBN menipis. Hasilnya, pajaklah yang digencarkan. Karena sebagai pemasukan utama kas negara. Ekonomi yang dibangun atas dasar sekuler kapitalisme inilah melahirkan orang-orang yang serakah. Maksudnya, bebas memiliki barang apapun dan bebas dalam memanfaatkannya.
Ditambah lagi persoalan sosial di tengah masyarakat sudah semakin tak karuan. Sebut saja angka perceraian meningkat selama masa pandemi, karena dampak dari perekonomian yang tak stabil. Terus lagi, perzinaan dilegalkan di kalangan generasi. Dengan dalih suka sama suka, maka tidak akan diadili. Astagfirullah.
Maka, benarlah kerusakan sudah terjadi dikarenakan syariat Islam ditinggalkan. Syariat Islam hanya diukur sebagai ibadah ritual saja. Tanpa harus diterapkan dalam tatanan masyarakat dan bernegara. Kini, umat Muslim diambang kehacuran karena perbuatannya sendiri. Umat Muslim telah kehilangan ibu-nya (yaitu Khilafah).
Khilafah memang sudah tiada. Hampir 101 tahun lamanya keberadaannya telah sirna. Banyak dampak yang dirasakan ketika setelah runtuhnya Khilafah. Umat Islam terpecah belah, ditindas, dan tak sejahtera. Kekayaan alam negeri-negeri Muslim dirampas habis-habisan oleh kafir penjajah.
Adalagi stigma negatif terus dilontarkan, agar saling memfitnah antar umat Muslim. Para penjajah tidak rela ketika umat Muslim bersatu, karena pasti akan terkalahkan. Walhasil, mereka takkan berhenti membenci Islam dan umat Muslim hingga kejayaan mereka bisa bertahan.
Kini, saatnya umat Muslim bangun. Jangan tertipu oleh tipu daya kafir penjajah. Saatnya semangat membangun kembali peradaban Islam dalam bingkai Khilafah Islam. Agar kemuliaan umat Islam hadir kembali.
Dimana, Khilafah adalah sistem pemerintahan Islam yang diwajibkan oleh Allah swt. Di dalam sistem Khilafah akan diangkat seorang Khalifah melalui baiat dari kaum Muslimin. Hal ini berdasarkan Kitabullah dan sunah Rasul-Nya untuk memerintah (memutuskan perkara) sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah.
Dikatan pula bahwa pendapat seluruh ulama’ kaum Muslim, dari berbagai mazhab, baik Sunni, Syi’ah, Mu’tazilah, Murji’ah, Khawarij, maupun Hanafi, Maliki, Syafii, Hanbali, Dhahiri dan Zaidi. Dari zaman dulu hingga sekarang. Semuanya sepakat, bahwa hukum menegakkan Khilafah dan mengangkat seorang Khalifah adalah wajib bagi kaum Muslim.
Dari Al-Imam al-Mawardi (w. 450 H), dari mazhab Syafii, menyatakan:
وَعَقْدُهَا لِمَنْ يَقُوْمُ بِهَا وَاجِبٌ بِالْإجْمَاعِ وَإِنْ شَذَّ عَنْهُمُ اَلْأَصَمُّ
“Melakukan akad Imamah (Khilafah) bagi orang yang [mampu] melakukannya, hukumnya wajib berdasarkan Ijma’, meskipun Al Asham menyalahi mereka (ulama) [dengan menolak wajibnya Khilafah].” (Lihat, al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniy-yah, hal. 5).
Sehingga, ada Khilafah dan Khalifah saat ini menjadi wajib. Sebab, banyak aturan Islam yang dicampakkan. Dan umat Muslim sudah seperti buih di lautan, banyak jumlahnya tetapi terombang-ambing tak ada arah tujuan.
Saat ini, umat Islam begitu merindukan pemimpin yang peka terhadap kebutuhannya. Yang mengutamakan kepentingannya, daripada pribadinya, apalagi pemilik modal. Pemimpin yang mempermudah urusan rakyatnya, tanpa harus ada pajak dan sebagainya. Pemimpin yang menggratiskan fasilitas kesehatan dan pendidikan, tanpa harus melihat strata sosialnya. Dan sebagainya. Itu semua hanya akan terjadi jika ada Khalifah dan Khilafah.
Memang tidak bisa dimungkiri lagi perasaan rindu diterapkannya kembali aturan Ilahi sudah tidak terbendung lagi.
Wallahu a'lam bishshawab.