Korporasi Asing Menangguk Utang, Ekonomi Rakyat Semakin Terhimpit





Oleh : Rayani umma Aqila

Beban ekonomi masyarakat kecil semakin berat, bukan hanya karena pandemi Covid-19, melainkan ditambah kebijakan baru yang dibuat penguasa. Yaitu menaikkan harga BBM secara tiba-tiba tahun 2022. Ini merupakan kenaikan yang kedua kalinya. Sebelumnya, pada 25 Desember 2021, Pertamina telah menaikkan harga gas LPG nonsubsidi. Diketahui PT Pertamina (Persero) menaikkan harga gas LPG nonsubsidi rumah tangga untuk jenis Bright Gas 5,5 kg, Bright Gas 12 kg, dan Elpiji 12 kg, Minggu (27/2). Sementara harga LPG 3 kg yang disubsidi tidak mengalami kenaikan kumparan.com (27/2/2022).

Mengesahkan kebijakan yang semakin membebani masyarakat namun mempermudah para korporat mengurus proyek infrastruktur besar memang sudah jadi logika kepemilikan sistem kapitalis, pasalnya sistem ini memang dirancang agar manusia bisa menguasai apapun. Selama memiliki modal tak peduli yang dikuasai harta kepemilikan negara atau publik, kapitalisme menjadikan para korporat pemegang kekuasaan yang sesungguhnya negara digunakan sebagai legislator keberadaan mereka agar bisa menguasai dan mengelola kebutuhan publik atas nama "kerjasama" alhasil jika periayah negara hilang rakyat selaku diposisi marjinal dan terus dihimpit kesulitan. 

Dengan demikian saat kondisi ekonomi rakyat makin memburuk akibat kelesuan ekonomi, pemerintah justru membebani rakyat dengan kebijakan kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok. Di saat yang sama, banyak korporasi raksasa asing menangguk untung besar dari beragam proyek besar di negeri ini. Ini membuktikan keberpihakan kebijakan kapitalistik adalah pada para kapitalis dan bukan pada rakyat.

Berbeda dengan sistem Islam mengatur proyek-proyek pembangunan dan mengatasi kesulitan rakyat dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, dalam sejarah peradabannya yang tegak selama 1300 tahun lamanya, pemerintahan dalam sistem Islam senantiasa membangun infrastruktur bukan untuk "mengenyangkan" kantong-kantong korporat, sistem pemerintahan dalam Islam membangun infrastruktur sebagai wujud pelayanan (kepengurusan) terhadap kebutuhan rakyatnya, sehingga warga negara dalam sistem pemerintahan Islam baik muslim maupun non muslim bisa memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan semakin mudah. 

Sebagai contoh dimasa itu dibangun insfratruktur jalur kereta api cepat di Hijaz yang diperuntukkan dengan adanya kebijakan proyek infrastruktur yang notabene adalah penyokong layanan masyarakat, kegiatan ekonomi dan upaya perwujudan kesejahteraan di bawah kendali negara. Maka kemudahan hidup rakyat bisa terpenuhi terlebih jika pembangunan itu berkaitan dengan insfratruktur pengelolaan sumber daya alam (SDA) seperti proyek Tyra yang dikerjakan oleh Mac Dermott, tentu proyek semacam ini akan berada dibawah kendali negara bukan swasta, sebab dalam ekonomi Islam kekayaan alam adalah harta kepemilikan umum negaralah yang wajib mengelola hingga rakyat dapat menikmati hasilnya dan tidak terjadi komersialisasi. 

Terkait anggaran untuk pembangunan infrastruktur dalam pemerintahan Islam dapat mengambil dari dana Baitul mal pos kepemilikan negara dan pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara, berasal dari harta fa'i, kharaj, usyur, ganimah dan sebagainya. Sedangkan pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) secara mandiri. Inilah cara dalam pemerintahan Islam mewujudkan insfratruktur demi kemaslahatan rakyat bukan korporat. Namun demikian adanya hal ini hanya bisa diwujudkan jika penerapan sistem Islam dilakukan secara kaffah. Wallahu A'lam Bisshowab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak