Kasus Ibu Bunuh Anak, Kapitalisme Mencabut Fitrah Ibu

 



Oleh Ummu Salman
(Pegiat Literasi)

Seorang ibu di Brebes telah melakukan tindak penganiayaan kepada anaknya sendiri. Satu dari ketiga anaknya tewas, sedangkan dua lainnya berhasil selamat setelah para tetangga datang menolong dengan mendobrak pintu rumah mereka. Hasil pemeriksaan, anaknya yang menjadi korban meninggal terdapat luka sayat di leher kiri sepanjang 12 cm dan dalamnya 5 cm. Kalau yang dua lainnya, luka di leher, rahang dan dada,". (detik.com, 20/3/2022)

Lagi, kasus ibu bunuh anak terulang kembali. Sungguh ironis, sosok yang seharusnya menjadi pelindung dan tempat untuk mendapatkan kasih sayang bagi anak-anak malah berubah menjadi sosok yang justru melukai bahkan membunuh. Jika sudah seperti ini, kemana anak-anak akan mendapatkan perlindungan dan kasih sayang? Tentu saja kejadian ini juga akan menjadi luka dan trauma di hati mereka. Bisa jadi kejadian tersebut juga akan sangat berpengaruh pada mental dan perilaku mereka di saat dewasa nanti.

Jika memperhatikan berita serupa, rata-rata penyebabnya sama yaitu tingkat stress dan depresi tinggi yang dialami oleh para ibu. Bagaimanapun beban menjadi seorang ibu itu tidaklah mudah. Karena tidak hanya mengasuh, tetapi juga mendidik anak-anaknya. Jika ibu tidak mendapatkan dukungan yang besar dan apresiasi dari orang-orang di sekitarnya, maka ibu mudah dan rentan mengalami stress.

Faktor ekonomi juga ditengarai sebagai penyebab ibu depresi. Demi membantu ekonomi keluarga, banyak ibu yang turut bekerja mencari nafkah. Tentu saja turun tangannya sosok ibu dalam upaya memenuhi kebutuhan keluarganya juga menjadi beban tersendiri. Karena beban ibu akan semakin bertambah. Ibu tak akan fokus lagi dengan tugas utamanya, karena kelelahan setelah bekerja seharian juga membuatnya mudah emosi. Pulang ke rumah pun ketika bertemu anak-anaknya mungkin saja sekedar formalitas karena telah kelelahan.

Apalagi saat pandemi menghantam, banyak usaha yang terdampak sehingga harus memberhentikan karyawan atau pekerja mereka. Para pekerja ini adalah para kepala rumah tangga yang harus menafkahi anak istri mereka. Tidak terkecuali dengan ibu-ibu yang bekerja, mereka juga adalah bagian yang terdampak. Kondisi ini jelas semakin menambah beban bagi keluarga yang terdampak. Cekcok antara suami istri hingga berujung perceraian, maraknya kekerasan dalam rumah tangga, dan akibat dari semua itu, lagi-lagi anaklah yang menjadi korbannya.

Biasanya problem ini kemudian diselesaikan dengan perbaikan kondisi kejiwaan para pelaku penganiayaan dan pembunuhan. Padahal solusi tersebut tentu tidak cukup untuk menghentikan kasus seperti ini. Karena ada penyebab lain yang juga memberi sumbangsih terbesar bagi kondisi mental ibu, yaitu secara sistemik. Sekadar melakukan perbaikan kejiwaan, sementara dari sisi sistemik tak tersentuh sama sekali. Padahal kondisi kejiwaan itu tak terlepas dari sistem yang diterapkan hari ini yaitu sistem kapitalisme. Sistem inilah yang telah mencabut fitrah para ibu. Sosok yang seharusnya dapat dengan tenang dan bisa fokus pada tugas utamanya, namun karena kondisi, mereka tidak dapat melakukan tugas utamanya dengan baik.

Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negara kita telah menjadi sumber bencana kemiskinan. Kapitalisme telah mewajibkan ibu bekerja, tidak mewajibkan laki-laki, para wali untuk menafkahi istri dan anaknya. Di bawah kapitalisme, para ibu beralih fungsi menjadi mesin ekonomi dan dibebani tanggung jawab "menyelamatkan" kondisi ekonomi keluarga.

Di sisi lain ada aktivis kesetaraan gender yang terus menyerukan bahwa agar ibu terpenuhi hak-haknya maka ia harus sejajar dengan ayah. Realitanya? jauh panggang dari api. Kesejajaran itu justru melegalkan tindakan abaikan suami terhadap istri. Suami tidak harus menafkahi istri karena istri bisa menafkahi dirinya. Suami tidak harus melindungi istri dan bertanggung jawab karena posisi suami dan istri sudah setara.

Jelas Ide kesetaraan ini telah melawan fitrah. Karena fitrah seorang perempuan adalah ingin dilindungi dan dicintai. Setegar apapun seorang perempuan, dia tetaplah sosok yang lemah yang butuh perlindungan, perhatian dan kasih sayang. Ketika fitrah tersebut berusaha dilawan, maka muncullah berbagai kasus seperti ibu yang tega membunuh anak-anaknya.

Khilafah Menjaga Peran dan Hak-Hak Ibu

Dalam Islam, peran utama kaum ibu adalah membina anak-anak. Menggelorakan semangat mereka, menanamkan kepada mereka kecintaan kepada Allah, Rasul, dan Al-Qur'an serta menempa kepemimpinan mereka. Di ranah domestik inilah ada cikal bakal generasi umat terbaik.

Untuk mendukung pelaksanaan peran ibu, maka ibu tidak diwajibkan mencari nafkah. Suami atau walinya yang berkewajiban memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika suami dan walinya telah tiada atau ada tetapi tidak mampu memberi nafkah karena sebab-sebab tertentu, maka beban nafkah beralih kepada negara. Dengan begitu ia bisa fokus menunaikan kewajiban utamanya mengurus keluarga dan mendidik anak-anak.

Seorang ibu tak perlu dibebani dengan peran ganda. Ia bisa hidup normal karena hukum perwalian tidak ada pada dirinya. Ia menikmati kebahagiaan hidup sesuai fitrah penciptaannya. Bahkan Islam telah memuliakan seorang ibu dengan menjadikan surga di bawah telapak kakinya.

Pernah ada seorang sahabat berkata kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah, saya hendak ikut berjihad". Beliau lalu bertanya, " Apakah kamu punya ibu? " Dia menjawab, "ya". Beliau bersabda, "Tetaplah bersama ibumu karena surga itu ada di bawah kedua kakinya" (HR an-Nasa'i). Rasulullah memerintahkan seperti itu karena beliau tahu, jika sahabat tersebut mempunyai seorang ibu yang harus diurusnya dan dia adalah anak satu-satunya.

Negara yang menerapkan sistem  Islam (khilafah) memaksimalkan pengumpulan zakat, infak dan sedekah hingga bisa diberikan kepada orang-orang miskin yang membutuhkannya baik laki-laki maupun perempuan. Kebutuhan pokok masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan juga akan dipenuhi oleh khilafah secara langsung dan gratis.

Untuk membiayai semua itu, selain berasal dari harta negara, juga dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti migas, tambang laut, danau, sungai, hutan dan sebagainya.

Negeri-negeri Muslim adalah wilayah yang sangat kaya sumber daya alam, termasuk Indonesia. Kekayaan alam tersebut cukup untuk mengsejahterakan setiap individu rakyat jika sistem ekonomi Islam diterapkan.

Selain memaksimalkan peran negara, Keimanan dan ketakwaan senantiasa ditanamkan kepada para ibu.  Dengan begitu, mereka akan memahami betul peran dan tanggung jawabnya. Ketika seorang ibu memahami tugasnya dengan didorong oleh rasa keimanan dalam dirinya, maka rasa ikhlas itu akan muncul, bukan rasa beban atau sejenisnya. Dengan bekal keimanan dan ketakwaan yang kokoh, hal ini juga akan mencegah orang berputus asa.

Allah berfirman dalam surah Al-Israi ayat 31: "Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rizqi kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Wallahu a'lam bishawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak