Oleh : Susi Tri
Kaum buruh/pekerja kembali merasakan pahitnya kebijakan penguasa dengan adanya aturan baru terkait pencairan dana jaminan hari tua (JHT). Pemerintah mengesahkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Dana hanya dapat dicairkan ketika peserta JHT memasuki usia 56 tahun. Jelas saja aturan ini ditolak mentah-mentah oleh para pekerja.
Secara fakta Jaminan Hari Tua (JHT) sebenarnya adalah harta para pekerja sendiri yang dipotong dari upah mereka setiap bulannya dan disetorkan kepada BPJS Ketenagakerjaan. Bagi para pekerja, JHT merupakan harta tabungan yang menjadi penopang jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, misal berhenti bekerja, sakit dsb. Namun, dengan adanya aturan baru ini, para pekerja menjadi khawatir. Sekalipun dana JHT hakikatnya merupakan hak pekerja, mereka tidak akan bisa memanfaatkannya sekalipun membutuhkan. Mereka harus sabar menunggu usia 56 tahun atau setidaknya sudah membayarkan dana JHT ini selam 10 tahun, padahal sejatinya JHT adalah dana milik para pekerja sendiri.
Jelaslah adanya JHT merupakan bentuk eksploitasi negara terhadap para pekerja. Dalam sistem kapitalisme seperti saat ini, negara yang harusnya memberikan jaminan kehidupan yang layak tidak hanya bagi para pekerja tapi bagi seluruhnya rakyatnya malah menyerahkan pengelolaan urusan rakyatnya kepada pihak swasta (BPJS). Negara tidak ingin menjamin kehidupan rakyatnya di masa tua. Walhasil upah para pekerja yang tidak seberapa harus dipotong dan dikelola oleh swasta (BPJS) bukan untuk kepentingan para pekerja tapi untuk kepentingan swasta dan negara. Inilah bukti nyata keburukan sistem kapitalisme.
Kondisi ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam memiliki pandangan yang khas terkait jaminan kebutuhan hidup rakyatnya termasuk para pekerja.
Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok setiap individunya seperti sandang, pangan dan papan. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya sehingga para lelaki pencari nafkah bisa bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dengan layak.
Sedangkan kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, keamanan merupakan kebutuhan dasar publik, negara akan menanggung secara mutlak untuk menyediakan pelayanannya secara gratis dan berkualitas.
Selain itu di dalam Islam juga ada anjuran untuk membantu saudara muslimnya yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan begitu, sebenarnya JHT tidak diperlukan. Setiap orang yang masih bisa bekerja ia masih diperbolehkan bekerja tanpa memandang usia. Bila sudah tidak mampu bekerja, nafkahnya akan ditanggung anak atau kerabatnya yang berada dalam garis wajib nafkah seperti saudara laki-laki, keponakan laki-laki, sepupu laki-laki, dan seterusnya. Bila mereka tidak ada atau tidak mampu, negara yang akan menanggung nafkahnya. Jaminan kehidupan yang layak bukan hanya saat hari tua hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan.