Oleh : Sarni Puspitasari
Kebijakan Pemerintah terkait BPJS Kesehatan banyak menuai gelombang penolakan dari berbagai kalangan masyarakat.
Sejumlah warga mengatakan kebijakan pemerintah yang menjadikan kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kurang tepat dan malah bisa menghambat prosesnya itu sendiri.
Umar (24) seorang mahasiswa asal Bandung mengatakan aturan tersebut bisa menghambat bagi warga yang memang belum ikut program BPJS Kesehatan tetapi ingin membuat SIM.
"Jadi menghambat urusan bikin SIM, SKCK dan lain lain. Apalagi kalau misalkan dibutuhkannya cepat, jadi repot itu," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (19/2).
Warga lainnya, Ical (23) menyebut kebijakan menjadikan kartu BPJS Kesehatan untuk mengurus SIM, STNK, dan SKCK tidak berkorelasi dan kurang tepat.
"Aneh saja, tidak ada korelasinya SIM-STNK ke BPJS. Entah sih di samping itu mungkin bisnis para petinggi biar pada punya BPJS," ujarnya.(www.cnnindonesia.com).
Penolak dan kritikan ini diakarenakan adanya kebijakan yang baru-baru ini telah diteken oleh Pemerintah.
Pemerintah menerbitkan aturan baru bagi anda warga Indonesia.
Berlaku mulai Maret 2022 nanti, anda wajib memiliki Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS Kesehataan agar bisa mengurus berbagai keperluan.
Seperti mengurus Surat Izin Mengemudi ( SIM), mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan ( STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian ( SKCK), hendak berangkat ibadah haji, dan jual beli tanah.
Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan tersebut talah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu.
Dalam aturan tersebut, Jokowi meminta pihak kepolisian untuk memastikan pemohon SIM, STNK dan SKCK merupakan peserta aktif BPJS Kesehatan.
"Melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon SIM, STNK, SKCK adalah Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," bunyi Inpres No.1 Tahun 2022.
Jokowi menginstruksikan Menteri Agama untuk memastikan pelaku usaha dan pekerja yang ingin ibadah Umrah dan Haji merupakan peserta aktif dalam program JKN.
"Mensyaratkan calon jamaah Umrah dan jamaah Haji khusus merupakan peserta aktif dalam program JKN," lanjutnya.( www.tribunnews.com).
Semua ini akibat dari pengelolaan layanan kesehatan yang diserahkan kepada pihak swasta yang tentu saja dengan paradigma bisnis. Hal ini buah dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini.
Para pejabat yang sudah tidak memiliki hati nurani bekerjasama dengan para pemilik modal untuk mencari keuntungan dengan menjadikan layanan kesehatan sebagai objek bisnis.
Pandangan Islam dalam jaminan kesehatan sangat bertolak belakang dengan pandangan ekonomi kapitalis.
Dalam ajaran Islam, negara mempunyai peran sentral dan juga bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk dalam urusan kesehatan. Hal ini didasarkan pada dalil umum yang menjelaskan peran dan tanggung jawab Imam atau kepala negara untuk mengatur seluruh urusan rakyatnya.
Pemimpin bertanggung jawab mengatur pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dasar bagi rakyatnya secara keseluruhan. Yang termasuk kebutuhan-kebutuhan dasar bagi rakyat adalah kebutuhan keamanan, kesehatan dan pendidikan.
Bagaimana cara Islam menjamin pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya? Di dalam Islam, jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat adalah tanggung jawab negara yang wajib diberikan secara gratis.
Negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar kebutuhan layanan kesehatan seperti yang terjadi saat ini. Dimana rakyat dipaksa membayar demi jaminan kesehatan.
Ketentuan tidak dibolehkannya negara membebani rakyat dalam masalah kesehatan didasarkan pada Hadis Nabi saw., sebagaimana penuturan Jabir ra.:
بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى أُبَيْ بِنْ كَعَبْ طَبِيْبًا فَقَطَعَ مِنْهُ عِرْقًا ثُمَّ كَوَّاهُ عَلَيْهِ
Rasulullah saw. pernah mengirim seorang dokter kepada Ubay bin Kaab (yang sedang sakit). Dokter itu memotong salah satu urat Ubay bin Kaab lalu melakukan kay (pengecosan dengan besi panas) pada urat itu(HR Abu Dawud).
Dengan demikian negara wajib untuk mengalokasikan anggaran guna pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya.
Negara tidak boleh mengalihkan tanggung jawab tersebut kepada pihak lain atau swasta
Jika hal itu terjadi, maka pemerintah akan berdosa, sebab tanggung jawab pemimpin negara adalah untuk memberi pelayanan pada rakyatnya dan semua ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban secara langsung oleh Allah SWT.
Maka sudah saatnya kita semua Kembali kepada sistem Islam, yang sudah terbukti mampu menyelesaikan permasalah kehidupan, mampu mensejahterakan rakyatnya.
Wallahu'alam bisshawab