Oleh: Ummu Fairuz
Masyarakat Indonesia tidak bisa dilepaskan dari makanan yang bernama tempe. Mengapa demikian? Karena tempe termasuk makanan yang paling banyak dikonsumsi dan digemari rakyat Indonesia. Selain harganya yang murah, tempe kaya kandungan gizi, dan mudah didapat. Namun, olahan kedelai itu menghilang beberapa hari, karena produsen mogok produksi. Sebab, harga kedelai melambung tinggi.
Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, harga kedelai di pasar global tembus US$ 15,77 per bushels atau Rp 220.780 per bushels pada pekan kedua Februari 2022. Angka itu melonjak 18,9 persen di bandingkan dengan pekan pertama Januari 2022.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud, mengatakan bahwa kenaikan tersebut membuat harga kedelai di tingkat pengrajin tembus Rp 11.631 per kilogram. (cnnindonesia.com, 27/02/2022).
Jika harga naik di tingkat perajin, bisa dipastikan para pedagang tahu-tempe dan penjual makanan berbahan dasar tahu-tempe pun akan manaikkan harga. Semakin sulit hidup rakyat kecil. Di tengah pandemi covid yang terus menghantui, membentuk imun tubuh dengan makanan bergizi pun semakin tak mampu.
Dilansir dari industri.kontan.co.id., Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan stok kedelai di Indonesia aman selama dua bulan ke depan. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan bahwa berdasarkan data Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), stok kedelai di importir mencapai 140.000 ton. Stok tersebut akan bertambah, karena 160.000 ton kedelai impor akan tiba di Indonesia pada Februari 2022. Sehingga, pasokan kedelai diperkirakan cukup untuk dua bulan ke depan. Hal itu disampaikan dalam konferensi pers virtual, Jumat (11/2/2022).
Sejak dulu, tahu-tempe merupakan salah satu bahan makanan yang mudah diperoleh dan murah harganya, sehingga terjangkau untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Produk olahan kedelei ini juga dapat memenuhi unsur gizi masyarakat, sebagai sumber protein nabati pengganti protein hewani seperti ikan, daging sapi, ayam, telor, yang harganya lebih mahal. Jika bahan pangan yang murah ini menjadi hilang, akibat kenaikan harga bahan bakunya, bagaimana lagi masyarakat memenuhi kebutuhan gizinya?
Bisa saja perajin tahu-tempe tetap berproduksi, dan menjual dengan harga seperti biasa, meski dengan mengurangi ukurannya menjadi lebih kecil, atau menaikkan harganya, dengan ukuran tetap seperti biasa. Apakah ini solusi?
Di masa pandemi ini, semakin banyak masyarakat kehilangan sumber nafkahnya, menjadi pengangguran. Tak pantas rasanya jika tahu-tempe saja tak lagi dapat disentuh rakyat, akibat harganya yang mahal, bahkan hilang dari peredaran.
Dalam sistem kapitalisme, takkan dibiarkan suatu negara memiliki kemandirian. Terutama bagi negara berkembang, yang sebenarnya memiliki potensi alam luar biasa. Ketergantungan ini sangat membahayakan rakyat di negara tersebut. Namun, sedapnya bisnis impor telah menjadi bancakan penguasa dan pengusaha untuk memperkaya diri sendiri.
Ekonomi kapitalisme yang berprinsip dengan modal usaha seadanya, mendapatkan untung sebesar-besarnya, adalah akar masalah kekacauan ini. Prinsip itu mendorong gencarnya impor di negeri ini. Impor dipandang sebagai usaha dengan sedikit keringat, namun banyak untungnya.
Keberadaan para penimbun yang menumpuk barang dan menahannya, hingga langka di pasaran, turut menambah masalah. Para penimbun tersebut bisa menjual barang dengan harga yang lebih tinggi, karena langka di pasaran. Akibatnya, masyarakat terpaksa membayar harga yang lebih tinggi, karena desakan kebutuhan.
Sikap mementingkan diri sendiri, memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, yang tertanam pada sebagian orang di negeri ini, juga berperan memperburuk situasi di masyarakat.
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah kepada Rasulullah Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan manusia dengan penciptanya, dengan sesamanya, dan dengan dirinya sendiri. Tak ada satu urusan pun yang tidak ada aturannya dalam Islam. Bagaimana negara mewujudkan kemandirian pangan, ada tuntunannya dalam Islam. Ia adalah sistem hidup yang sempurna dan paripurna. Maka, untuk mengatasi kelangkaan tahu-tempe ini pun kita perlu solusi Islam.
Islam akan menjamin kemandirian pangan dengan cara, diantaranya:
_Pertama_, Sistem Pendidikan Islam yang berbasis Aqidah Islam akan mencetak manusia yang berkepribadian Islam, manusia yang bervisi akhirat. Ia memahami, segala perbuatan di dunia akan memiliki konsekuensi pada kehidupan akhirat yang abadi. Maka, ketika ia menjadi pemimpin, ia akan menjalankan tugas kepemimpinan sesuai dengan aturan Islam. Ia akan menjadi pelayan rakyat, menjamin pelaksanaan Syariat Islam kaffah. Terlaksananya Syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan, akan menghasilkan kesejahteraan.
_Kedua_, Sistem Agraria yang mumpuni. Saat ini, kita melihat banyak lahan-lahan kosong (yang ada pemiliknya), yang tidak tidak diberdayakan. Sementara, banyak petani yang menjadi buruh (karena tidak memiliki lahan), atau bahkan kahilangan lahan pertaniannya, tergusur oleh perumahan, gedung, villa, atau perkebunan sawit milik korporasi. Dalam Islam, lahan atau tanah kosong tidak boleh dibiarkan begitu saja. Ada batas waktu 3 tahun bagi pemilik tanah untuk memberdayakan. Jika dalam 3 tahun masih ditelantarkan, maka negara akan mengambil alih kepemilikan tanah, untuk diserahkan pada para petani untuk dikelola.
_Ketiga_, Terdepan dalam sains dan teknologi. Negara akan membiayai riset-riset dalam mengembangkan varietas-varietas unggul dan teknologi pertanian yang canggih. Hal tersebut dalam rangka efektivitas pekerjaan petani dan peningkatan kualitas pangan.
_Keempat_, Negara akan memberi sanksi tegas bagi penimbun. Aksi penimbunan merupakan perilaku dosa atau maksiat. Pelakunya akan diberi sanksi, dengan jalan menjual semua barang yang ditimbunnya dengan harga pasar. Ia tidak boleh mengambil keuntungan dengan manaikkan harga di atas harga pasar.
Dengan demikian, kemandirian pangan hanya akan terwujud dalam Khilafah. Satu-satunya negara yang mampu menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Tidak ada lagi solusi yang bisa diberikan, kecuali dengan penerapan syari'at Islam dalam naungan Khilafah yang akan mengantarkan pada kehidupan penuh keberkahan.
Wallahu a'lam bishshowab.