Gas Elpiji Harga Sultan, Hidup Rakyat Tidak Keruan




Oleh : Eri
(Pemerhati Masyarakat)

Rakyat menjerit harga-harga kebutuhan mengalami kenaikan. Sementara ekonomi belum pulih akibat pandemi berkepanjangan. Naiknya harga minyak goreng, daging, kedelai hingga gas elpiji non subsidi dikeluhkan masyarakat. Kenaikan harga-harga semakin memupuk kekecewaan rakyat terhadap kinerja pemerintah.

Selalu ada alasan klasik di setiap kenaikan harga pangan. Cuaca ekstrem, tidak ada suplai, hingga distribusi tidak merata menjadi biang masalah kenaikan harga. Untuk mengatasi masalah tersebut, impor menjadi solusi cepat yang selalu dilakukan pemerintah. Namun, ada bahaya yang mengancam di balik ketergantungan impor. Kebijakan luar negeri akan mempengaruhi harga pangan di dalam negeri.

Contohnya, gas elpiji non subsidi naik dua kali lipat akibat penyesuaian industri migas. "Pertamina terpaksa melakukan itu karena memang 75-80% untuk memenuhi kebutuhan LPG tanah air, Pertamina impor. Harga impornya naik jadi terpaksa. Bisa disebut corporate action supaya Pertamina nggak terlampau rugi," ujar Jenderal DEN Djoko Siswanto. (okezone.com 6/3/22)

Selain itu, Djoko menjelaskan bahwa, naiknya harga LPG dunia beriringan dengan kenaikan minyak sebesar USD 106 per barel. Hal ini dikarenakan eskalasi konflik antara Rusia dengan Ukraina masih berlanjut. 

Kenaikan harga gas elpiji non subsidi jelas membebani rakyat. Ketidakstabilan ekonomi dan kenaikan harga pangan, membuat rakyat semakin tercekik. Dikhawatirkan rakyat akan beralih ke gas elpiji 3 kg. Peralihan secara besar-besaran bisa mengakibatkan kelangkaan. Bila diabaikan akan timbul masalah baru.

Sejatinya, Indonesia memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah. Terutama SDA migas, Indonesia memiliki potensi cadangan gas yang sangat banyak. Berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), jumlah cadangan terbukti gas alam RI hingga 31 Desember 2021 tercatat mencapai 42,93 triliun kaki kubik (TCF). (cnbcindonesia.com 26/1/22). 

Jumlah tersebut diperkirakan terus meningkat, karena Indonesia memiliki 128 cekungan hidrokarbon (basin). Namun saat ini, sekitar 59 sudah dibor atau kegiatan produksi telah berlangsung dan masih ada 69 cekungan lainnya yang belum sama sekali dibor.

Dengan cadangan yang sebanyak itu, seharusnya mampu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hanya saja, sistem kapitalisme yang membuka lebar liberalisasi membuat sumber daya alam dieksploitasi untuk kepentingan bisnis. Ditambah tata kelola SDA secara privatisasi membuat akses rakyat dalam pemenuhan kebutuhan berjalan tidak efisien dan kesulitan. Maka tidak heran, rakyat harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkannya.

Bila kita teliti lebih dalam, akar masalah LPG bukan karena tidak tersedianya cadangan gas. Namun, liberalisasi energi menjadikan layanan publik ajang keuntungan bisnis. Melalui sistem ini, rakyat sulit merasakan manfaatnya. Keadaan diperparah dengan ketergantungan negara terhadap impor untuk memenuhi kebutuhan energi. Dibalik impor, ada bahaya yang akan menghancurkan kedaulatan dan ketahanan energi.

Ketergantungan impor pula, kenaikan harga gas membuat pemerintah tidak berdaya. Solusi yang ditawarkan tidak pernah menyelesaikan sampai akarnya. Kalaupun ada, solusi yang ditawarkan hanya sekadar beralih dari gas ke listrik. Sedangkan Tarif Dasar Listrik (TDL) direncanakan akan naik juga. Jelas kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi rakyat sama sekali.

Akhirnya masalah menjadi semakin rumit akibat paradigma kepemimpinan. Dalam sistem pemerintahan yang berbasis kapitalisme liberalisme, memandang urusan rakyat menjadi untung-rugi. Sehingga pemerintah memposisikan mereka sebagai pedagang yang menjual semua aset milik rakyat.

Ditambah kerjasama korporasi dan pemerintah menciptakan negara korporatokrasi. Peran pemerintah bukan lagi mengurusi umat, melainkan pelayan para korporasi. Kepentingan korporasi lebih diutamakan dalam bentuk regulasi yang diterapkan pemerintah. Mirisnya, rakyat tidak bisa berbuat banyak dan kerap dikorbankan kepentingannya. Ini hasil dari penerapan sistem kapitalisme liberalisme. 

Berbeda jauh dengan Islam yang diterapkan sebagai aturan hidup. Dalam Islam, maslahat umat menjadi prioritas seorang pemimpin. Maka, Islam memberikan seperangkat aturan untuk diterapkan penguasa. Sebagai tanggung jawabnya meriayah umat. Alhasil, kesejahteraan umat dapat diwujudkan. Rasulullah ﷺ. bersabda: 

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ 

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Islam memiliki aturan yang komprehensif. Mulai dari bidang politik, sosial hingga ekonomi. Seperti halnya SDA yang diatur dalam ekonomi Islam dibagi menjadi 3 kepemilikan, yaitu individu, negara dan umum. Kekayaan alam termasuk kepemilikan umum yang wajib dikelola negara. Tentu hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat. Pengelolaan kepemilikan umum merujuk hadits Rasulullah ﷺ :

 ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ

"Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api". (HR Ibnu Majah)

Dengan demikian, tidak boleh menyulitkan rakyat memperoleh kebutuhan hidupnya. Negara sebagai pengelola harus memperhatikan hak-hak rakyat terpenuhi. Serta menjalankan semua aturan Islam. Tidak boleh mengambil keuntungan dari setiap aktivitas pengelolaan SDA. Rakyat berhak mendapatkan secara murah dan mudah. Biaya yang diberikan hanya untuk mengganti biaya operasional. Bila perlu pemanfaatan SDA diberikan secara gratis.

Pihak swasta dilarang memiliki secara individu atau kelompok. Mencegah tindakan mereka untuk mengeksploitasi SDA secara besar-besaran. Serta menutup peluang kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat dampak buruknya. Dengan melepas cengkraman swasta, negara bisa membangun kedaulatan dan ketahanan energi. Dipastikan cadangan energi cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tidak lagi bergantung pada impor dalam setiap menyelesaikan masalah.

Untuk memenuhi kebutuhan rakyat, negara juga memperhatikan infrastruktur dan inovasi teknologi. Hal ini perlu dilakukan demi menunjang proses eksplorasi SDA berupa energi migas. Mencari sumber kekayaan yang belum disentuh. Serta mengembangkan teknologi baru untuk menciptakan energi alternatif.

Dari sini tampak jelas, aturan Islam begitu sempurna. Sangat utuh pengaturan sistem pemerintahan Islam dalam bingkai Khilafah. Khilafah yang berasaskan akidah Islam pasti mampu mengatasi krisis energi dan rakyat tidak perlu takut lagi dengan kenaikan harga. Hanya mekanisme ini, kesejahteraan rakyat dapat terwujud. Waallahu a'lam bis shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak