Oleh : Mauli Azzura
Seorang Ibu, Kanti Utami (35) tega menggorok tiga anaknya di Brebes, Jawa Tengah. Satu anak meninggal dunia dan dua selamat dan masih menjalani perawatan insentif di rumah sakit Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara dokter, ibu muda itu diduga mengalami tekanan ekonomi.
CEO dan Founder Personal Growth itu mengatakan kemarahan besar Kanti Utami bukan ditujukan kepada anak-anaknya, namun hanya sebagai objek pelampiasan. (Suara.com 22/03/2022)
Keterpurukan dan keputusasaan yang dirasakan istri sekaligus ibu. Menjadikan Ibu kanti bermaksud membunuh ketiga anak nya agar anak-anaknya terbebas dari penderitaan di dunia.
Astaghfirullah, jelas jalan salah yang dia tempuh meski dengan alasan ingin menyelamatkan anak-anaknya. Lantas kenapa beliau melakukan hal itu? Setidaknya ada beberapa faktor yang memicu terjadinya pembunuhan tersebut. Suami ibu Kanti yang kehilangan pekerjaan dan selalu membentak anak-anak nya juga bagian dari faktor pemicu seorang ibu tega. Karena kasihan pada anak-anak nya sehingga pilihan salah dia lakukan.
Tentu saja kondisi mental dan psikis ibu Kanti patut dipertanyakan. Keadaan ekonomi yang menuntut terpenuhinya kebutuhan hidup serta keharmonisan rumah tangga yang telah lama hilang. Sungguh disayangkan bila seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anak nya tega membunuh dan menanggung hukuman di dunia dan akhirat akibat perbuatanya.
Dan bukan hanya itu, faktor lain yang memicu adalah keadaan dalam lingkingan masyarakat. Tingkat kepedulian sesama telah hilang searah dengan digencarkanya paham sekuler yang merasuk dalam jiwa-jiwa masyarakat sekitar. Masyarakat yang lebih mementingkan kebutuhan hidup masing-masing menjadikan tingkat acuh yang besah, semua hanya mementingkan diri sendiri tanpa menghiraukan orang lain yang lebih membutuhkan. Memang seperti itulah kapitalis menanamkan pemahaman pada masyarakat saat ini.
Pola pikir asyarakat yang jauh dari Islam dengan minim keimanan menjadikan individu mudah depresi dan tidak berpikir panjang. Menciptakan manusia-manusia yang jauh dari rasa kemanusiwian. Ditambah lagi faktor sistem negara yang abai terhadap rakyat-rakyat nya yang jauh dari tanggung jawab terkait keamanan, kebutuhan, kenyamanan, terlebih masalah ekonomi. Negara yang abai pada pengangguran, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan dan lainnya menjadi bukti kegagalan pemerintah dalam kepemimpinanya.
Sedang disisi lain, pihak negara yang akhir-akhir ini cenderung pada kebijakan yang makin menyulitkan, selerti biaya pendidikan, BBM, kenaikan harga pangan, tarif listrik dan kesehatan, juga penggusuran yang jauh dari kata memprioritaskan rakyat.
Berbeda dengan sistem ekonomi Islam. Yang mana sistem Islam memiliki kebijakan dalam mengatur kepemilikan kekayaan negara sesuai aturan syara'. Yang terbagi dalam tiga macam kepemilikan: kepemilikan individu, umum dan negara yang semuanya itu diatur sedemikian rupa untuk kemakmuran rakyat. Pengaturan tersebut kemudian akan masuk dalam Baitul Mal yang menjadi pusat kekayaan negara Islam. Yang akan didistribusikan kepada rakyat agar terjamin kehidupan per-individunya sehingga benar-benar mendapatkan jaminan sandang, pangan dan papan dari negara. Serta yang tak kalah wajib juga untuk mewujudkan jaminan bagi rakyat dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, pertanian, industri, infrastruktur dan lainnya. Dalam era kepemimpinan Islam, khilafah dulu ataupun yang akan tegak kembali nantinya, sistem ekonomi Islam menjadi salah satu paket dari sistem lainnya seperti politik-pemerintahan, hukum dan sebagainya yang akan diterapkan secara utuh dan menyeluruh.
Wallahu A'lam Bishowab