Oleh Venny Swandayani
Pelajar dan Aktivis Dakwah
Polemik azan dan iqamah dengan menggunakan pengeras suara terus bergulir. Hal tersebut dianggap mengganggu ketenangan warga dan merusak toleransi antar umat beragama.
Persoalan tersebut memuncak lantaran Menag Yaqut menganalogikan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Bahkan ada pula yang menyatakan bahwa umat muslim tidak perlu menggunakan pengeras suara. Karena menurut mereka, muslim yang sadar akan kewajiban salat mereka akan menunaikan dengan sendirinya.
Padahal azan bukan sebuah permasalahan untuk umat, ia merupakan panggilan salat yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. kepada muslim. Rasulullah saw. telah bersabda,
“Jika waktu salat telah tiba, salah seorang di antara kalian hendaknya mengumandangkan azan untuk kalian dan yang paling tua di antara kalian menjadi imam kalian”. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Dalam sabda beliau yang lain disebutkan bahwa suara azan memang harus dikeraskan. Semua makhluk Allah Swt. yang mendengarkan panggilan azan akan menjadi saksi pada hari kiamat.
“Tidaklah suara azan yang keras dari seorang muazin didengar oleh jin, manusia dan segala sesuatu melainkan itu semua akan menjadi saksi bagi dirinya pada Hari Kiamat”. (HR al-Bukhari)
Jika dipikirkan kembali, masalah utama negeri ini adalah sekularisme bukan toleransi beragama atau azan dan iqamah. Paham batil yang mengajarkan pemisahan agama dari kehidupan menyebabkan banyak umat muslim yang jauh dari agamanya.
Dewan Masjid Indonesia (DMI) pernah menyampaikan data 65 persen muslim di Indonesia ternyata belum bisa membaca Al-Qur’an. Padahal Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslim, membacanya saja berbuah pahala kelak di hari akhir apalagi ketika mempelajari dan mengamalkannya adalah kewajiban untuk setiap umat muslim.
Sekularisme juga melahirkan pluralisme hingga sinkretisme. Tidak sedikit kaum muslim mencampuradukkan ibadah dan keyakinan mereka dengan umat lain. Sebagian dari mereka bahkan dipaksa mengikuti ritual agama lain karena aturan tempat bekerja atau lingkungan mereka tinggal. Karena hal tersebut pula umat muslim di tanah air rentan mengalami pemurtadan.
Setelah sekularisme, umat muslim hari ini juga diadang oleh cengkeraman kapitalisme dan oligarki. Segelintir orang berkuasa dan menzalimi rakyat. Maka, kejahatan kapitalisme dan oligarkinya sudah demikian nyata seperti terlihat dari naiknya harga-harga kebutuhan pokok dan kelangkaan minyak goreng.
Kasus kelangkaan minyak goreng di tanah air adalah hal yang tidak masuk akal, karena Indonesia adalah penghasil kelapa sawit terbesar. Negara harusnya menjamin kebutuhan pokok rakyat dan mencegah serta menghukum permainan para pengusaha jika terbukti melakukan kecurangan, seperti menaikkan harga dengan sangat keterlaluan. Rasulullah saw bersabda :
“Jual-beli muhaffalat adalah khilabah (penipuan) dan penipuan itu tidak halal bagi seorang Muslim”. (HR Ibn Majah, Ahmad dan Abdurrazaq)
Persoalan-persoalan umat pada saat ini bermuara pada satu hal, yakni ketiadaan pemimpin penerap syariah dalam institusi pemerintahan Islam. Sejatinya, institusi inilah yang akan menuntaskan segala persoalan yang terjadi. Sebab, Allah Swt. telah menjadikan syariah Islam sebagai solusi bagi setiap persoalan manusia. Penerapan syariah Islam secara kafah adalah wujud ketakwaan. Ketakwaan pasti akan mendatangkan ragam keberkahan.
Syariah Islam yang diterapkan dalam sistem Islam (khilafah) akan mampu melindungi dan menyelesaikan persoalan yang dihadapi umat hari ini. Negara tidak akan membiarkan ada muslim yang tidak menunaikan kewajiban ibadah seperti salat lima waktu atau ada muslim yang buta huruf Al-Qur’an.
Oleh karena itu satu-satunya jawaban dari persoalan hari ini ialah ditegakkannya kembali aturan Islam secara kafah dalam institusinya yang sahih warisan Rasulullah saw. yaitu al-Khilafah. Karena, tujuan berdirinya khilafah adalah untuk memelihara agama Islam dan mengatur terselengarannya urusan umat manusia agar tercapai kesejahteraan dunia dan akhirat sesuai ajaran yang dibenarkan oleh Allah Swt.
Wallahu a’lam bish shawab.