Oleh : Nia Amalia, Sp
Dalam salah satu demontrasi yang dilakukan oleh buruh, terucap permintaan salah satu buruh yaitu "bu menaker jangan cuna berfilosofi hari tua". Hal ini terucap ketika mereka memprotes kebijakan UU tentang Jaminan Hari Tua (JHT). Pasalnya undang-undang yang mengatur tentang JHT akan mengalami perubahan.
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia SPSI menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Jaminan Hari Tua. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto, tidak menutup kemungkinan buruh secara bersama-sama mengambil uang JHT sebelum permenaker berlaku efektif. aturan tersebut sangat merugikan kelompok buruh karena pencairan JHT yang dikelola oleh Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan hanya dapat dilakukan ketika buruh berusia 56 Tahun. JHT merupakan tabungan hari tua yang iurannya dipotong dari upah buruh dan disetorkan ke Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola dana buruh. Aturan JHT ini menambah panjang daftar kebijakan pemerintah yang sangat merugikan buruh (Republika.co.id).
*Ada Apa dengan Keuangan Negara?*
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). KSPI menduga kemungkinan dana negara telah habis untuk menjalankan program penanganan pandemi Covid-19 dan berbagai infrastruktur, sehingga dana jaminan hari tua (JHT) hanya bisa cair pada saat usia pensiun 56 tahun.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah pun buka suara, menurutnya justru hal ini wujud dari komitmen pemerintah dalam memberikan pelindungan yang menyeluruh dari segala tahapan kehidupan peserta, di mana pada saatnya nanti peserta akan memasuki hari tua. Dalam kondisi ini harapannya peserta masih mempunyai dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi tujuan tersebut tidak akan pernah tercapai, bila dana untuk masa tua tersebut sudah diambil semuanya sebelum datangnya hari tua.
Apakah benar realisasinya akan demikian lancar dan bebas hambatan?Lalu potongan upah buruh larinya kemana?
Karena semakin banyak pro dan kontra tentang permenaker ini, akhirnya revisi ini ditinjau kembali.
Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah mengatakan bahwa ia sedang melakukan revisi Permenaker No.2 tahun 2022. Menurutnya ia melakukan serap aspirasi bersama serikat pekerja/serikat buruh, dan secara intens berkomunikasi dengan kementerian/lembaga.
Permenaker No. 2 Tahun 2022 belum berlaku efektif, sehingga Permenaker 19/2015 masih berlaku saat ini. Pekerja/buruh yang ingin melakukan klaim JHT dapat menggunakan acuan Permenaker yang lalu, termasuk bagi yang terkena-PHK atau mengundurkan diri.
*Polemik sesungguhnya dalam Kasus JHT*
Permasalahan yang paling mendasar dalam masalah JHT adalah dana JHT akan diregulasikan oleh pemerintah, yang seharusnya rakyat dijamin kesejahteraannya, malah dihutangi uangnya oleh pemerintah, bukankah hal itu sangat mendzolimi rakyat?
Dalam sistem kapitalis ini sebenarnya nasib buruh sudah terlanjur kecewa. Pasalnya, sebelum terbit peraturan ini, buruh sudah tersudut nasibnya. Belum lagi pada masa pandemi, banyak burih yang mengalami PHK, perekonomian keluarga makin morat-marit, dan sulit mencari pekerjaan baru.
Islam bahkan memiliki peraturan unik dan khas dalam masalah kesejahteraan rakyat. Peran pemerintah dalam Islam adalah penjamin kebutuhan dasar rakyatnya, yaitu sandang, pangan dan papan. Nasib pekerja setelah hari tua, akan disejahterakan oleh Islam. Akan ada jaminan sandang, pangan dan papan untuk para pensiunan dan lansia. Tentu saja termasuk didalamnya masalah kesehatan. Pada masa khalifah Umar bin Khatab buktinya, Umar memberikan tunjangan pada rakyat yang membutuhkan, sebesar 50 dinar atau 200 juta rupiah pertahun. Bukan angka yang sedikit untuk ukuran saat itu. Kurang lebih 15jutaan sebulan kala itu. Ketika Islam memberikan seluruh jaminan dan kesejahteraan, mengapa umat ragu untuk menerapkan syariatnya? Islam sudah memiliki solusinya, rakyat tinggal menerapkannya, pemerintah tinggal taat pada hukum dan perintahNya.
Semoga tidak lama lagi khilafah akan segera tegak kembali. Aamiin. Wallahua'lam bishowab.