Oleh : Ni’mah Fadeli
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Kepala negara Indonesia, Presiden Jokowi mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional. Dalam instruksi tersebut, Presiden meminta kepada 30 kementerian atau lembaga untuk mengambil langkah sesuai fungsi dan kewenangan agar mengoptimalisasi program BPJS Kesehatan. Adapun layanan publik yang disyaratkan untuk menyertakan bukti kepesertaan BPJS Kesehatan adalah pengurusan jual beli tanah, ibadah haji dan umrah, pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR), pengurusan SIM, STNK, dan SKCK, permohonan administrasi pada Kemenkumham, pendaftaran calon pekerja migran, permohonan izin usaha serta pelayanan pendidikan formal dan nonformal. (Tempo.co, 24/02/2022).
Akhrom Saleh, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kornas-Jokowi memberikan kritik akan kebijakan yang diambil oleh pemimpin yang didukungnya tersebut. Menurut Akhrom, aturan baru ini akan memberatkan masyarakat. Di tengah badai covid-19 yang belum reda, masyarakat banyak yang kesulitan ekonomi sehingga sangat mungkin menunggak iuran BPJS Kesehatan dan pemerintah seharusnya tidak menutup mata akan kondisi ini. Menurutnya juga belum ada urgensi untuk pemerintah memberlakukan Inpres Nomor 1 Tahun 2022 tersebut. (suara.com,24/02/2022). Senada dengan Akhrom, sejumlah warga juga menyatakan keberatan atas Inpres yang mulai berlaku pada Maret 2022 ini. Seperti diungkapkan Umar (24 tahun), mahasiswa asal Bandung bahwa aturan baru ini dapat menghambat warga yang belum ikut serta dalam program BPJS Kesehatan namun ingin membuat SIM. (CNNIndonesia, 21/02/2022).
BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) adalah Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah akan menjamin kesehatan rakyatnya melalui program BPJS. Apakah benar pemerintah telah melakukan fungsi tersebut? Bukankah rakyat “dipaksa” membayar sejumlah premi setiap bulan demi mendapatkan layanan kesehatan yang kualitasnya juga sering kali menimbulkan ketidakpuasan rakyat. Entah itu karena proses administrasi yang rumit, pelayanan yang lama atau adanya perlakuan diskriminatif yang diterima pasien BPJS dibanding pasien non BPJS. Dengan aturan baru ini malah bagi warga yang tak memiliki kartu BPJS atau ada tunggakan premi yang belum dibayar maka akan sulit mengurus berbagai keperluan yang sebenarnya adalah hak warga itu sendiri.
Jadi memang BPJS selama ini memang belum memberikan jaminan kesehatan yang sebenarnya. Penguasa hanya menjamin dirinya sendiri agar tak perlu repot mengurus kesehatan rakyatnya dan mengeluarkan dana untuk itu. Bukan rahasia lagi bahwa layanan kesehatan menjadi komoditas bisnis di era kapitalisme ini. Indonesia sebagai negara berkembang yang mengikuti permainan kapitalisme global terikat perjanjian internasional di bawah WTO (World Trade Organization) yang mengatur tentang sektor jasa. Salah satu perjanjiannya yaitu GATS (General Agreement on Trade Services) mengatur tentang kesehatan yang masuk kategari jasa.
Negara tidak berperan sebagi pemain tunggal bahkan dalam urusan kesehatan rakyat. Penguasa negara harus mengikuti aturan internasional dalam permainan kapitalisme global dan mengorbankan rakyat. Aturan yang diterbitkan pun bukan mempermudah namun sebaliknya mempersulit rakyat. Apa hubungan antara BPJS Kesehatan dengan kepengurusan SIM, STNK, SKCK atau jual beli tanah? Sungguh semakin memperlihatkan arogansi kepemimpinan demi mencapai kepentingan penguasa. Lantas, dimana letak kepemimpinan yang merakyat dan berkeadilan itu?
Selama sistem kapitalisme berlangsung maka tak mengherankan jika rakyat hanya menjadi alat, termasuk dalam hal kesehatan. Padahal kesehatan adalah hal mendasar yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara, hal inilah yang dilaksanakan dalam Islam. Negara harus memberi jaminan kesehatan berupa pelayanan maksimal dan gratis. Pembiayaan akan ditanggung negara dengan baitul mal sebagai sumber pemasukan. Negara juga tidak boleh mempersulit rakyat dengan tarikan biaya atau administrasi yang berbelit.
Pelayanan kesehatan gratis bersifat mutlak, artinya meski kondisi baitul mal tidak memenuhi, negara tetap wajib menyediakannya yaitu dengan memberlakukan pajak sementara yang dipungut dari warga hingga baitul mal stabil kembali. Islam dengan aturan demikian rinci dan teratur menjadikan warga merasakan kesejahteraan yang sesungguhnya. Bukan hanya sekedar wacana dengan beraneka syarat seperti BPJS yang menjadi semacam kartu kunci demi mendapat sejumlah pelayanan publik yang seharusnya menjadi hak rakyat. Kebijakan yang dilakukan sejatinya hanya bertujuan untuk mengeruk keuntungan demi nafsu keserakahan penguasa dan segelintir golongan. Saatnya menegakkan syariat Islam yang menyeluruh di setiap lini kehidupan agar bukan hanya kesejahteraan namun juga keberkahan dari Sang Khaliq yang senantiasa akan kita dapatkan.
Wallahu a’lam bishawwab.
Tags
Opini