Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Wadas, salah satu nama desa di kota Purworejo, Jawa Tengah. Kini, tengah dirundung kesedihan karena adanya konflik lahan antara warga Wadas dan aparat kepolisian setempat terkait lahan tambang batu andesit yang rencananya akan dikembangkan menjadi Bendungan Bener (CNNIndonesia.com, 7/2/2022).
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta mengatakan ribuan aparat kepolisian menyerbu Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo hari ini, Selasa (8/1)(CNNIndonesia.com, 8/2/2022). Dhanil Al Ghifary, Staf Divisi Jaringan LBH Yogyakarta, menyebutkan ada ribuan aparat melakukan penyisiran desa dengan menggunakan senjata lengkap. Aparat pun melakukan penurunan banner penolakan tambang batu andesit. Tak hanya itu, sebanyak 64 orang ditangkap sebagai akibat dari penolakan warga Wadas (kompas.com, 9/2/2022).
Namun, akhirnya Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meminta maaf kepada seluruh masyarakat Wadas dan membebaskan kembali para warga yang ditangkap setelah ramai pemberitaan di media sosial (portalbandungtimur.pikiran-rakyat.com,9/2/2022). Dilansir pikiran rakyat.com (9/2/2022), Ganjar berusaha secara intens mengkomunikasikan maksud dan tujuan pengukuran wilayah Wadas, yang ditujukan untuk pembangunan Bendungan Bener.
Pembangunan Bendungan Bener merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dilansir dari kppip.go.id, penanggung jawab proyek Bendungan Bener diemban oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Total investasi mencapai Rp 2,06 trilliun. Dan seluruhnya didanai dari APBN dan APBD.
Bendungan Bener pun direncanakan sebagai bendungan tertinggi di Indonesia yang dapat menyediakan pasokan air baku sebesar 1,60 meter kubik per detik, dan menghasilkan listrik sebesar 6 mega watt.
Namun, penolakan warga desa Wadas, terus menggelora. Karena merasa wilayah dan segala sumber daya alam di dalamnya kandas diambil sepihak oleh negara. Yang akhirnya, menghilangkan mata pencaharian "asli" warga Wadas.
Berdasarkan Peraturan Daerah Purworejo No.27 Tahun 2011, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), desa ini diperuntukkan untuk kawasan perkebunan. Komoditas yang dihasilkan per tahun dari desa ini dapat mencapai Rp 8,5 milyar per tahun. Dan menghasilkan komoditas kayu keras mencapai Rp 5, 1 milyar per 5 tahun. Dan semua hasil ini dapat memenuhi kebutuhan kebutihan hidup dan kesejahteraan warga Wadas.
Namun, sejak tahun 2018, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, wilayah ini dialokasikan sebagai tempat penambangan batuan (quarry), untuk pembangunan Bendungan Bener. Jelas ini menyalahi Peraturan Pemerintah Purworejo no.27 tahun 2011. Artinya, merampas sumber kesejahteraan mayarakat Wadas.
Revisi aturan tentang pengalokasian wilayah sangat tampak, terkandung tujuan khusus tersembunyi. Yang awalnya untuk kawasan perkebunan, kemudian berubah menjadi kawasan penambangan. Artinya, pemilik kebijakan tak konsisten menjaga lahan milik rakyat. Alih-alih ingin meningkatkan fungsinya, namun malah mencabut fungsi kawasan yang utama. Mencabut fungsinya sebagai penstabil ekosistem. Sekaligus mengganggu lahan pencaharian masyarakat setempat. Tentu saja, tragedi ini mengganggu ketenangan dan kesejahteraan rakyat.
Proyek Strategi Nasional merupakan proyek yang disinyalir sebagai proyek pembangunan infrastruktur, yang dianggap strategis dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah.
Namun, ternyata tujuan ini hanya halusinasi. Negara yang kini berdiri adalah negara lemah yang tak memiliki kuasa. Segala kekuatan disetir oleh negara adidaya pemilik kuasa. Sekaligus pemilik modal. Tentu tujuannya untuk "penggemukan" badan oligarki. Bukan untuk kesejahteraan rakyat. Banyak golongan tak bertanggung jawab yang mengatas namakan negara, demi meraup untung besar dari sumber daya milik rakyat. Yang seharusnya dipergunakan seluas-luasnya kebutuhan umat. Zalim.
Akar masalah yang utama adalah pengelolaan segala sumberdaya yang berdasarkan ide kapitalisme liberal. Persekongkolan antara oligarki politik plus pemilik modal. Mengenyahkan segala mimpi umat untuk mencapai sejahtera.
Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Dari ketiganya, bahan tambang merupakan hak kepemilikan umum dan haram hukumnya diserahkan kepemilikannya pada individu atau korporasi (artikel “Pengelolaan Tambang Sesuai Syariah”, Indra Fajar Alamsyah, Ph.D, Pengurus Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia Pusat, Al Waie, edisi Rabiul Awal, 1-30 November 2021). Artinya, syariat Islam melarang dengan tegas bagi para oligarki politik maupun pemilik modal untuk merampas hak masyarakat umum atas tambang sumberdaya alam. Dan pengaturan pembagian hak kepemilikan secara adil tak mungkin tercipta saat sistem cacat tetap berkuasa. Sistem cacat yang dikuasai para oligarki dan pemilik modal.
Hanya sistem Islam yang dapat mewujudkan keadilan. Syariat Islam menyeluruh, satu-satunya aturan yang dapat menampilkan potret pemimpin amanah, jujur dan takwa. Dan pasti pro rakyat. Karena tujuan utamanya adalah kesejahteraan umat yang merata. Syariat Islam dalam wadah institusi Khilafah manhaj An Nubuwwah, yang dapat mewujudkan politik ekonomi Islam untuk mengatur kepemilikan umum masyarakat. Keadilan dan kesejahteraan umat pun pasti diraih.
Wallahu 'alam bisshowwab.