UU IKN Diteken, Protes Masif Rakyat Diabaikan




Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)

Undang-undang Ibu Kota Negara (IKN) resmi diteken oleh Presiden Joko Widodo.
Dengan demikian, Undang-Undang tersebut telah resmi berlaku.
Sementara aturan-aturan turunannya saat ini sedang disusun.
Tim dari lintas kedeputian KSP telah berkoordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk penyusunan berbagai aturan turunan dari UU IKN.
Tenaga ahli utama Kantor Staf Presiden (KSP) Wandy Tuturoong mengatakan, koordinasi ini bertujuan mematangkan draf aturan turunan yang sebelumnya sudah disiapkan.

Adapun aturan turunan tersebut terdiri dari Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Kepala Badan Otorita IKN. Setidaknya, ada sembilan aturan turunan yang ditargetkan selesai dalam dua bulan mendatang.
"Targetnya (aturan turunan) rampung pada Maret-April ini. Ada sambilan (aturan) yang prioritas dan dikeluarkan bertahap," ujar Wandy saat dikonfirmasi pada Jumat (18/2/2022).

Apabila kita mau menyadari, sebenarnya masih ada permasalahan yang lebih urgen dibanding dengan proyek pembangunan ibu kota negara, seperti kesenjangan ekonomi, kemiskinan, kelaparan, pendidikan yang tidak merata, dan lain sebagainya. Apalagi dalam kondisi menghadapai pandemi yang menghantam kesehatan dan ekonomi global kemudian menyebabkan krisis multidimensi, maka semakin memperparah permasalahan negeri ini.

Bukan hanya itu, model kepemimpinan kapitalisme yang menjadikan utang dan pajak sebagai sumber utama anggaran, juga menjadi masalah tersendiri sebagaimana yang diketahui pembiayaan pandemi berasal dari utang. Sekalipun pemerintah mengklaim pembiayaan IKN berasal dari APBN sebesar 89,4 triliun, nyatanya sumber utama APBN sendiri juga berasal dari utang dan pajak. 

Belum lagi, Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) 2022 diperkirakan masih mengalami defisit hingga 868 triliun atau 4,85 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) tentu saja jumlah ini akan menjadi tambahan dari nominal utang. Sementara utang luar negeri pada akhir triwulan III tercatat sebesar 423,1 miliar dolar AS setara 6008 triliun. Dengan estimasi kurs Rp 14.200 per dolar AS.

Berdasarkan data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bapenas) pemerintah memetakan tiga sumber dana untuk mbiayai IKN, yaitu 89,4 triliun dari APBN dan 253,4 triliun diambil dari skema KPBU, dan 123,2 triliun dari investasi, swasta, dan BUMD jika dipahami skema ini memiliki peluang resiko.
Sebagaimana yang sudah biasa terjadi, peran swasta sebagai sumber dana yang legal dalam sistem kapitalisme menjadikan pihak mereka yang memiliki kendali atas negeri ini.

Negara hanya diposisikan sebagai regulator untuk memuluskan kepentingan para kapital tersebut. Terlebih jika swasta juga terlibat dalam partisipasi membangun gedung strategis ibu kota, bukan hanya potensi fiskal saja melainkan keamanan pun ikut terancam. 
Padahal ibu kota merupakan simbol kekuatan dari sebuah negara.

Umat harus tetap menyuarakan resiko pembangunan IKN yang berpotensi menjadi bancakan asing hingga ancaman pembengkakan APBN. Selain itu umat juga harus menyuarakan alternatif model kepemimpinan lain sebagai solusi fundamental atas semua permasalahan yang terjadi. Model kepemimpinan ini adalah sistem Islam, yaitu Khilafah. 

Dalam Khilafah, pemindahan ibu kota bukan masalah yang rumit dan ribet apalagi sampai menimbulkan ancaman dalam negeri. Dalam sejarah peradaban Islam , Selama Khilafah berdiri 1300 tahun lamanya, tercatat ibu kota Khilafah berpindah beberapa kali. Ibu kota pertama Khilafah berada di Madinah kemudian dari Madinah berpindah ke Damaskus pada masa awal Khilafah Umayyah, selanjutnya dari Damaskus berpindah ke Bagdad ketika kepemimpinan Khilafah Abbasiyah pasca penyerangan tentara Mongol ibu kota Khilafah dipindahkan ke Kairo, dan kemudian yang terakhir ibu kota Khilafah berpindah ke Istanbul ketika masa kepemimpinan umat Islam berada dibawah Khilafah Turki Utsmani.

Pemindahan ibu kota tidak menjadi problem yang berarti, sebab pembangunan dalam Khilafah berbeda dengan pembangunan dalam sistem kapitalisme saat ini. Dimana pembangunan dipusatkan di ibu kota dan tempat yang memiliki cadangan SDA, maka dalam Khilafah pembangunan akan didasarkan pada kebutuhan rakyat di wilayah tersebut, sehingga setiap tempat memiliki kapasitas penunjang kota yang mumpuni. 

Pembangunan dalam Khilafah tidak akan ditunggangi oleh pihak swasta, sebab sumber APBN negara Khilafah bukan berasal dari utang dan pajak sebagaimana kapitalisme hari ini, melainkan sumber keuangan Khilafah berasal dari Baitu Mal. Dimana dalam Baitul Mal terdapat tiga pemasukan yaitu meliputi : pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum, dan pos zakat.

Adapun untuk masalah pembangunan dan kebutuhan publik Khilafah dapat mengambil anggaran dari dana Pos Kepemilikan Negara. Pos Kepemilikan negara berasal dari harta fai, kharaj, usriyah, ghanimah dll, sementara Pos Kepemilikan Umum berasal dari harta sumber daya alam yang dikelola langsung oleh negara. Inilah mekanisme bagaimana Khilafah melakukan pemindahan ibu kota tanpa adanya intervensi asing dan ancaman untuk negeri.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak