Oleh Venny Swandayani
Pelajar dan Aktivis Dakwah
Berbagai kalangan masyarakat kini tersadar bahwa negeri Indonesia memiliki banyak problem. Yaitu, kasus korupsi yang semakin menjadi-jadi, penguasaan lahan dan SDA yang semakin brutal oleh segelintir pemilik modal. Banyak BUMN yang bangkrut dan banyak projek infrastruktur yang kurang bermanfaat, salah satunya Bandara Kertajati di Majalengka.
Persoalan lainnya, harga minyak yang naik secara fantastis. Padahal negeri Indonesia diketahui sebagai penghasil kelapa sawit terbesar di dunia. Dalam dunia usaha pun banyak sekali yang terpuruk. Apalagi selama pandemi Covid-19 angka kemiskinan juga meningkat karena, banyaknya pihak yang di PHK, otomatis pengangguran semakin tinggi.
Di tengah keterpurukan ini, pemerintah malah mengesahkan pemindahan ibukota baru ke Kalimantan dengan rencana biaya ratusan triliun rupiah dari APBN. Dan anehnya, yang selalu di permasalahkan adalah radikalisme, seolah-olah permasalahan utama negeri ini adalah radikalisme.
Jelas, isu radikalisme di tengah keterpurukan negeri ini adalah isu politis dan tampak sangat dipaksakan. Istilah ini terkesan sengaja dibuat, karena dijadikan sebagai alat untuk memukul siapapun yang anti rezim. Hal yang mudah terlihat adalah begitu mudahnya tokoh Islam atau kelompok Islam dicap radikal hanya gara-gara kritis terhadap rezim.
Karena itu sudah seharusnya kaum muslim tidak terkecoh dengan isu radikalisme yang sama sekali tidak mengambarkan fakta dan peristiwa yang terjadi, sebab dengan dalih untuk mencegah radikalisme, berbagai pihak kemudian mengkampanyekan moderasi agama. Sementara moderasi ini tak jauh berbeda dengan radikalisme ataupun terorisme yakni sama-sama datang dari Barat yang berisi program untuk menjauhkan umat Islam dari ajarannya secara kaffah. Istilah radikal dan moderat ini bukanlah istilah ilmiah, tetapi cenderung merupakan istilah politis yang digunakan Barat dan antek-anteknya untuk membenturkan pengemban keduanya.
Sebabnya, moderat adalah paham keagamaan (Islam) yang sesuai selera dan nilai-nilai Barat yang notabene sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Sebaliknya, radikal adalah paham keagamaan (Islam) yang dilekatkan pada kelompok-kelompok Islam yang anti Barat. Alhasil, isu radikalisme sesungguhnya isu global yang sengaja dibuat untuk memecah belah kaum muslimin. Oleh karena itu, mereka terus memerangi Islam dan umat Islam, dan terus-menerus mengkampanyekan narasi-narasi kebencian terhadap Islam dan kaum muslim. Allah Swt. berfirman:
"Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sementara Allah enggan kecuali menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir tidak menyukainya." (QS at-Taubah [9]: 32)
Karena itu, kaum muslim tidak boleh menjadi kaum yang lemah. Tidak boleh takut dan harus berani dalam melakukan perlawanan terhadap rezim anti Islam. Hendaknya rasa takut kita hanya kepada Allah Swt. Bukan kepada sesama manusia inilah yang mendorong generasi salafush-shalih selalu lantang dan menyuarakan kebenaran dan dalam menentang para penguasa zalim. Sesungguhnya kebenaran hanyalah ada pada Islam dan Allah Swt. adalah sebaik-baiknya pelindung dan pemelihara.
WalLahu a’lam bi ash-shawwab.