Penulis : Ansharullah
Publik digegerkan oleh penemuan kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin, yang disebut sebagai tempat rehabilitasi narkoba yang dibuat sang kepala daerah secara pribadi. BNN memastikan kerangkeng tersebut bukanlah tempat rehabilitasi.
"Pusat menyatakan bahwa kerangkeng itu bukan tempat rehab, kenapa kita nyatakan bukan tempat rehab, rehab itu ada namanya persyaratan materiil dan formil," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Brigjen Sulistyo Pudjo Hartono saat dihubungi, Rabu (25/1/2022).
Ia mengatakan tempat rehabilitasi itu harus ada syarat formil dan syarat materiil. Adapun syarat formil yang harus dipenuhi seperti izin lokasi, izin mendirikan bangunan, dan izin operasional yang dikeluarkan oleh dinas.
Selain itu, syarat materiil misalnya harus ada lokasi, harus ada program rehabilitasi seperti 3 bulan, 4 bulan, 6 bulan, tergantung jenis narkoba yang digunakan, apakah sabu, ganja, dan sebagainya. Kemudian, syarat materiil lainnya misalnya berapa jumlah dokter jiwa, psikiater, dokter umum, pelayanannya, dan kelayakan ruangan. (Detiknews.com)
Namun ternyata beda jauh dari syarat dan ketentuan, yang ditemukan adalah para tawanan yang tak diperlakukan manusiawi, diketahui kerangken tersebut memiliki 2 sel penjara dibelakang rumahnya yang diginakan untuk mengurung setidaknya 40 pekerja sawit. Para pekerja tersebut diperlakukan seperti budak, kerja 10 jam sehari kemudian digembok dalam kerangkeng.
Mereka hanya dikasih makan dua kali sehari dan itupun tidak layak untuk para pekerja lebih parahnya lagi mereka tidak digaji, tidak punya akses keluar untuk komunikasi dengan orang luar, merekapun mengalami kekerasan fisik yang menyisakan luka-luka, lebam, bonyok do tubuh mereka.
Akibat tindakan kekerasan itu berujung dengan kematian pada penghuni kerangkeng tersebut. Kasus ini baru terungkap oleh publik berawal daro OTT Bupati langkat oleh KPK, kemudian pada tanggal 24 Januari 2022 Migrant Care akhirnya melaporkan temuan mereka ke komnas HAM terkait kasus ini.
Selain itu ada fakta nengejutkan dari laporan masyarakat ternyata kerangkeng ini sudah ada sejak 10 tahun yang lalu, jauh sebelum dia dilantik menjadi bupati tahun 2018.
Namun, aparat setempat mengatakan pihaknya sidah mengingatkan bupati langkat untuk mengurus izin tempat rehabilitasi ketika BNNK mengunjungi tampat itu pada tahun 2017 dan tak mengusutnya lebih dalam.
Masyarakat yang masuk kerangkeng tersebut sudah mendapatkan izin dari pihak keluarga, akan tetapi setelah masuk tempat ini, keluarga tidak bisa mengunjungi dan menjenguk.
Peneliti dari ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) Maidina Rahmawati mempertanyakan hal itu. "Kalau BNNK sudah melihat tempat itu pada 2017 lalu, mengapa tidak ada tindak lanjut saat itu?"
Padahal peraturan soal standar tempat rehabilitasi sudah dibuat pada saat itu,
Namun Kepala Biro Humas dan protokol BNN Brigjen pol Sulityo Puji Hartono berdalih bahwa BNN tidak memiliki wewenang untuk menindask tempat itu karena kerangkeng di rumah Bupati Langkat itu tidak termasuk tempat rehabilitasi narkoba dan tidak terdaftar dalam tempat rehabilitasi resmi
Dari kasus kerangkeng manusia ini semakin menunjukkan kelemahan perlindungan negara terhadap pekerja dan gagalnya negara menyokong penuh sarana pemulihan dari narkoba, Tak hanya itu sekalipun kasus kerangkeng manusia ini jelas-jelas melanggar HAM bertahun-tahun tidak ada tindak lanjut hukum.
Bahkan sebagian warga merasa terbantu dengan adanya tempat kerangkeng kasis baru diusut, setelah ada pelaporan kematian salah satu tawanan dan itu pun terjadi saat OTT KPK. Sungguh Ironi hidup Iya katanya berhukum hal tersebut bisa terjadi sebab aturan hukum yang ada saat ini memang meniscayakan pisau dapur yakni tajam kebawah tumpul keatas
Jika kasus hukum itu menjerat para pejabat sebisa mungkin hukum akan ditumpulkan dengan berbagai dalih namun jika kasus hukum itu menjerat rakyat kecil penegak hukum sangat lihai menjatuhkan sanksi. Alhasil sekalipun telah diketahui manusia bukan tempat rehabilitasi narkoba aparat penegak hukum mendiamkan Inilah hasil penerapan sistem sekuler.
Sangat berbeda dengan sifat Islam yang disebut Khilafah, penerapan khilafah secara praktis oleh institusi negara akan membawa kebaikan dalam kerahmatan bagi seluruh alam, sebab hukum yang dijalankan dalam khilafah adalah syariat islam yang kedaulatannya ditangan Allah.
Manusia hanya diberi amanah untuk menerapkannya saja oleh karenanya dalam hukum Islam sanksi tidak akan terjadi tebang pilih sebagaimana yang terjadi pada sistem demokrasi, Dalam kasus ini telah terjadi pelanggaran hak-hak pekerja dan hak sebagai manusia.
Dalam Khilafah terdapaf jaminan pekerja dalam aqad ijarah. Hal tersebut mencangkup jam kerja, upah, jaminan keselamatan dan sebagainya apabila aparat penegak hukum seperti polisi mendapati kondisi yang mengancam jiwa, maka akan segera ditindsk lanjti dan diberi sanksi sesuai pelanggaran yang terjadi
Jika pelanggaran tersebut sampai menghilangkan dan mengancam nyawa manusia maka sanksi yang akan ditegakkan adalah qishah yang hukumannya telah ditentukan Allah dan Rasulnya
Jika pelanggaran tersebut tak memenuhi hak-hak pekerja maka sanksi yang akan ditegakkan adalah tazir yang hukumannya ditentukan oleh ijtihad qadhi berdasarkan syariat
Penerapan sistem sanksi Islam memiliki ciri khas yakni sebagai zawazir atau pencegahan sehingga orang lain tidak akan berniat mengikuti kejahatan tersebut dan jawabir yakni penuh dosa bagi pelaku kejahatan
Wallahu'alam Bishawab
Tags
Opini