Oleh : Ayu Ummu Labibah
Viralnya video ceramah OKI setiana Dewi yang dianggap menormalisasi Kekerasan dalam Rumah Tangga terus digulirkan. Padahal video tersebut adalah ceramah 3 tahun lalu. OKI pun sudah meminta maaf atas isi ceramahnya tersebut.
Dalam video tersebut dikisahkan tentang seorang istri yang bersedih sampai menangis karena bertengkar dengan suaminya dan dipukul di bagian wajah. Lalu orang tuanya datang berkunjung saat ia sedang menangis. Namun, sang istri mengatakan ia menangis karena rindu orang tua. Tindakan sang istri menutupi masalah rumah tangga pun menjadi nilai plus dalam pandangan dan hati suaminya.
Hakikatnya dalam Islam memang ada kebolehan memukul istri dalam rangka mendisiplinkan saat istri tidak patuh terhadap hukum syara'. Namun, tindakan pendisiplinan (ta'dib) tidak boleh di wajah dan anggota tubuh yang vital seperti perut, jantung, dll. Kerasnya pendisiplinan tersebut pun diatur, tidak boleh sampai melukai anggota tubuh, menyebabkan kerusakan tubuh bahkan pukulan mematikan tentu dilarang. Prosedurnya pun jelas. Sebelum sampai ke tahap ta'dib, ada langkah-langkah yang harus ditempuh sebelumnya yaitu menasehati dengan lemah lembut dan mendiamkan sang istri. Adapun ta'dib adalah langkah terakhir yang bisa ditempuh.
Oleh karena itu, tidak tepat adanya kebolehan memukul wajah dalam video ceramah tersebut. Kekhilafan adalah wajar terjadi pada manusia biasa seperti ustadzah Oki. Satu kekhilafan ini tidak lantas menghilangkan begitu banyak kebaikan dalam ceramahnya yang lain.
Kaum feminis pun seolah mendapat moment untuk mengkampanyekan ide kesetaraan gender saat melihat kisah ini terutama saat sang istri dipukul di bagian wajah. Kelompok ini menganggap berbagai Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi adalah karena adanya superioritas suami atas istri.
Inilah yang terjadi ditengah masyarakat. Adanya kesalahan melihat fakta bahwa Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi karena dalam Islam terdapat kebolehan memukul istri. Namun, faktanya masyarakat tidak menerapkan Islam secara utuh. Proses pendisiplinan dalam Islam ada prosedurnya, tidak boleh langsung ke tahap ta'dib. Selain itu ketentuannya pun jelas sebagaimana yang sudah dipaparkan di paragraf sebelumnya.
Jadi, sangatlah jelas perbedaan antara pendisiplinan (ta'dib) dalam Islam dan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Selain itu, pemahaman yang tidak utuh terkait Al-Qur'an dan as-sunah di tengah masyarakat menghadirkan justifikasi atas hukum Syara' yang berasal dari Sang Pencipta. Hukum Syara' dengan mudahnya berubah dengan alasan toleransi.
Kenyataannya, Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) terjadi bukan karena tidak adanya kesetaraan gender. Tetapi terbentuknya sikap tempramen akibat pendidikan dalam lingkungan sekuler, stres akibat tekanan hidup yang berat dan beban kerja yang besar dalam lingkungan kapitalistik adalah beberapa penyebab terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di tengah masyarakat.
Menghadapi berbagai pemahaman sekuler liberal ini, seorang muslim jangan sampai bertindak defensive apologetic. Seharusnya kita mampu menganalisa bahwa akar permasalahannya adalah penerapan ide kapitalis sekuler di tengah masyarakat saat ini sehingga muncul berbagai ide feminis, liberal dan moderat serta isu HAM & kesetaraan gender.
Dapat kita simpulkan bahwa terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) bukanlah karena ketiadaan kesetaraan gender sebagaimana yang senantiasa digaungkan oleh kaum feminis. Namun, penerapan ide sekuler kapitalis yang menyebabkan berbagai tekanan dan muncul Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tags
Opini