Oleh: Putri Efhira Farhatunnisa
Salam Pancasila yang dulu diisukan sebagai pengganti salam keagamaan yakni Islam, dan sempat menuai pro-kontra dari masyarakat, kini dinarasikan kembali oleh Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Yudian Wahyudi. Ia mengatakan bahwa salam Pancasila merupakan salam kebangsaan, bukan dimaksudkan sebagai pengganti salam keagamaan.
Dilansir dari nasional.okezone.com (23/1/2022) Salam Pancasila merupakan bentuk jalan tengah kebangsaan yang terbebas dari dampak teologis. Salam Pancasila tidak dimaksudkan sebagai pengganti salam keagamaan," kata Yudian. Hal ini disampaikan oleh Yudian saat menghadiri acara bedah buku yang berjudul "Salam Pancasila: Sebagai Salam Kebangsaan, Memahami Pemikiran Kepala BPIP RI" Karya Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, Khairul Anam yang bertempat di kampus tersebut.
Yudian mengatakan bahwa salam Pancasila adalah salam yang menjembatani dan menjadi titik temu bagi rakyat tanpa melihat latar belakang apa pun. Pengucapannya di ranah publik servis bertujuan agar bangsa Indonesia tetap bersatu, tidak pecah, dan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Konon katanya salam Pancasila ini ditujukan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu akibat menguatnya sikap intoleran. Diterapkannya sistem demokrasi sekuler dengan kacamata barat yang digunakan membuat seorang muslim yang berpegang teguh pada ajaran Islam dicap sebagai fundamentalis, radikal, dan intoleran.
Padahal salam keagamaan atau ajaran agama yg dipraktikkan khususnya oleh mayoritas muslim bukanlah pangkal perpecahan negeri ini. Justru pemberlakuan sistem sekuler yang melahirkan ketidakadilan dan jauhnya rakyat dari sejahtera, serta diangkatnya isu radikalisme yang seolah merupakan ancaman terbesar bangsa memantik sikap saling curiga dan jauhnya persatuan.
Rakyat yang sejahtera dan penuh kedamaian ditengah keberagaman suku, keyakinan dan budaya merupakan cita-cita setiap negara. Namun untuk menguatkan persatuan dan kesatuan tidak mungkin hanya dengan salam tertentu saja, lebih dari itu kita membutuhkan ikatan kuat yang bisa mengikat antar individu maupun kelompok masyarakat.
Ikatan ideologis merupakan satu-satunya ikatan kuat yang bisa merekatkan antar individu tanpa melihat latar belakang suku, budaya maupun keyakinan. Secara historis, ideologi Islam yang diemban sebuah negara terbukti berhasil menyatukan umat 2/3 dunia selama kurang lebih 14 abad lamanya.
Dengan keberagaman bangsa, etnis, budaya dan keyakinan, masyarakatnya dapat terakulturasi dalam ikatan akidah Islam. Khilafah membiarkan mereka yang tetap memilih non-muslim dan menerima mereka yang menyatakan keislamannya, mereka sama-sama mendapatkan jaminan kesejahteraan tanpa dibeda-bedakan.
Maka dari itu, solusi perpecahan sebuah negara adalah dengan menerapkan Islam sebagai ideologi negara dan satu-satunya sumber hukum. Kesejahteraan dan kedamaian hakiki hanya bisa terwujud jika kita kembali pada aturan Allah. Islam sebagai rahmatan lil alamin diturunkan bukan hanya untuk mengatur pemeluk agama Islam saja, namun untuk seluruh umat manusia. Terbukti hanya Islam lah yang mampu menyelesaikan semua problematika kehidupan. Wallahua'alam bish shawab
Tags
Opini