Oleh : Nurfillah Rahayu
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Dilansir republika.id (7 februari 2022), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Menag meminta rumah ibadah memperketat prokes di tengah kembali melonjaknya kasus Covid-19 akibat adanya varian omikron.
Seruan serupa turut disampaikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemuka agama. Aturan teranyar terkait kegiatan keagamaan diatur dalam Surat Edaran Nomor SE.04 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Kegiatan Peribadatan/Keagamaan di Tempat Ibadah pada Masa PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19, Optimalisasi Posko Penanganan Covid-19 di Tingkat Desa dan Kelurahan, serta Penerapan Protokol Kesehatan 5M.
Ketentuan dalam SE tersebut hampir sama dengan surat edaran sebelumnya, yaitu SE.13 Tahun 2021. Hal yang membedakan adalah penentuan kapasitas rumah ibadah disamaratakan berdasarkan level PPKM.
Untuk wilayah PPKM Level 3, misalnya, jumlah jamaah dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas dan paling banyak 50 orang dengan menerapkan prokes secara lebih ketat. Dalam SE sebelumnya, kapasitas jamaah masih mempertimbangkan kriteria zonasi Covid-19 suatu wilayah.
Menag meminta pengurus dan pengelola tempat ibadah menyiapkan, menyosialisasikan, dan mensimulasikan penggunaan aplikasi PeduliLindungi. “Kami kembali terbitkan surat edaran untuk mencegah dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini mengalami peningkatan dengan munculnya varian omikron," kata Menag dalam keterangannya, Ahad (6/2).
Sangat memprihatinkan Saat kasus covid naik, selayaknya kebijakan pemerintah untuk penanganan dan penguncian wilayah segera ditegakkan. Namun akibat kesalahan kebijakan penanganan, justru yang paling dominan dipersoalkan adalah ibadah umat Islam.
Terbukti, kebijakan yang massif disosialisasikan adalah soal pembatasan ibadah bagi muslim.
Alih-alih membuat rakyat taat prokes, kesalahan penanganan seperti ini makin banyak mendorong pelanggaran prokes. Karena banyak yang melihat kebijakan soal covid hanya untuk menghalangi muslim ibadah.
Seharusnya kebijakan lockdown serius dilakukan. Memisahkan yang sehat dengan yang sakit, mengisolasi yang terinveksi, merawat yang sakit, mencegah mobilitas keluar masuk daerah rawan wabah.
Sebagaimana pesan Rasulullah saw agar penguasa memisahkan orang yang terinveksi saat wabah, maka ini pula seharusnya yang dilakukan oleh para penguasa di penjuru dunia. Tidak boleh ada solusi yang malah menguntungkan segelintir pemilik modal dan menjadi ladang bisnis, akhirnya rakyat kembali menjadi korban.
Memang, potret penguasa yang amanah dan maksimal mengurusi rakyat akan sulit ditemui dalam sistem kapitalisme, karena kapitalisme tak pernah menjadikan kemaslahatan seluruh rakyat sebagai pertimbangan. Yang ada adalah kemaslahatan para pemilik modal. Pemimpin yang amanah hanya akan terbentuk dalam sistem Islam.
Oleh karena itu, sistem Islam harus segera ditegakkan. karena Islam mengatur segala urusan umat dari mau tidur hingga mau tidur kembali Serta telah terbukti beberapa abad yang lalu Islam memimpin dunia dan kesejahteraannya dirasakan oleh berbagai elemen tanpa terkecuali.
Wallahu a'lam bishowab.