Oleh : Rosmawati
(Pengamat Kebijakan Publik)
Ditengah ketidakpastian kondisi ekonomi negeri ini akibat pandemi, rencana pembangunan ibu kota baru terus melaju. Bahkan kini, pembangunan ibu kota baru ini sudah mendapatkan payung hukum dengan disahkannya UU IKN oleh DPR pada beberapa waktu lalu.
Tepatnya pada Selasa (18 Januari 2021), RUU Ibu Kota Negara (IKN) tersebut disahkan. RUU ini disahkan usai kerja lembur dari para pemegang kuasa di DPR sana. Bayangkan saja, penyelesaian Rancangan Undang-Undang yang sangat panjang tersebut hanya membutuhkan waktu 16 jam. Tak heran jika banyak pihak yang menaruh kecurigaan bahwa itu semua dikerjakan demi memenuhi pesanan para pemangku kekuasaan.
Disamping itu, Undang-Undang IKN ini secara isi aturannya pun menuai banyak penolakan dari berbagai pihak dan bahkan sejumlah tokoh melakukan pengajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Karena menurut beberapa tokoh, pemindahan ibu kota ini masih blm perlu dan masih terlalu dini, apalagi terkait anggaran yang akan dipakai. Salah satunya dari fraksi PKS yang tetap pada pendiriannya untuk menolak pemindahan ibu kota baru.
Fraksi PKS ini menganggap pemindahan ibu kota baru ini sangat janggal dan sarat akan kepentingan tuan-tuan pemilik lahan yang nantinya akan digunakan untuk pembangunan IKN. Yang tepatnya akan dibangun sebagian di daerah Penajam Paser Utara dan sebagian lagi di Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Lahan ini dikuasai pemerintah seluas 1800 H, selain itu fraksi PKS ini mewanti-wanti agar proyek IKN ini tidak menjadi proyek yang mangkrak. (CNN Indonesia)
Adapun terkait dengan pendanaan, pemerintah akan menggunakan APBN dari anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dana PEN ini sejatinya dianggarkan untuk pemberian bansos dan untuk penanganan pandemi covid-19. Padahal sebelumnya, pemerintah menyatakan untuk anggaran pemindahan ibu kota ini hanya sekian persen saja yang akan diambil dari APBN. (Kompas.com)
Berdasarkan survei Bapenas, untuk pembangunan ibu kota baru ini akan memakai dana sebesar 466 Triliun. Dana yang sangat fantastis. Inilah salah satu sebab munculnya penolakan dari berbagai pihak. Pemerintah harusnya mempertimbangkan kembali terkait besarnya anggaran yang harus dikeluarkan. Pemerintah harus bisa melihat kondisi perekonomian rakyat saat ini yang masih serba sulit akibat pandemi Covid-19.
Banyaknya rakyat yang kehilangan pekerjaan karena terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), harusnya menjadi prioritas utama pemerintah. Bukankah yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah lapangan pekerjaan yang banyak, jaminan kebutuhan dasar yang tersedia, pendidikan dan kesehatan murah bahkan seharusnya diberikan secara gratis.
Selain itu beberapa persoalan penduduk dibeberapa wilayah yang akan dibangun IKN ini juga harus dipikirkan. Masyarakat setempat tidak merasa ikut andil dalam keputusan pemindahan IKN ini. Selain itu, mereka pun mengaku tidak mendapatkan edukasi dari pemerintah setempat terkait lahan yang akan dibangun proyek IKN yang sebagian sudah mulai dikerjakan. Masyarakat setempat mengkhawatirkan nasib mereka. Mereka khawatir jika nantinya akan terpinggirkan, begitupun terkait dampak lingkungan hidup secara jangka panjang, mengingat hutan Kalimantan yang merupakan bagian dari paru-paru dunia.
Bahkan mereka khawatir tidak punya tempat tinggal lagi, karena pemerintah pun belum memberikan gambaran untuk relokasi pemidahan penduduk disekitaran proyek. Hal tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Gubernur Kaltim dan Bupati Penajam Paser Utara. Gubernur Kaltim mengklaim bahwa semua warganya sangat antusias atas wacana pembangunan ibu kota baru ini.
Begitupun pada beberapa waktu lalu Kepala Negara menyampaikan, bahwa alasan pemindahan ibu kota adalah untuk mengurangi beban Jakarta dan Pulau Jawa yang padat penduduk. Dengan posisi Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian, Jakarta punya segala persoalan lainnya, termasuk bencana yang sering menimpa. Dengan kata lain, tujuannya untuk pemerataan penduduk, ekonomi dan pembangunan. Namun apakah benar pemindahan ibu kota ini untuk menjawab persoalan tersebut atau ada maksud lainnya?
Jika alasannya untuk pemerataan penduduk, ekonomi dan pembangunan. Mungkin ini akan dibenarkan dengan aksi pemerintah yang sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur di luar Pulau Jawa. Namun, pemerintah wajib mengevaluasinya. Apakah pembangunan tersebut berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat? Pasalnya dari pembangunan infrastruktur tersebut banyak masyarakat yang terkena dampaknya, salah satunya hilangnya nilai-nilai positif disana dan semakin maraknya kerusakan lingkungan.
Begitupun dengan alasan selanjutnya pemindahan ibu kota ke Kalimantan ini. Yakni karena menurutnya Kalimantan adalah wilayah yang strategis dan aman dari bencana. Padahal nyatanya Kalimantan juga rawan bencana. Bahkan beberapa waktu yang lalu wilayah Kalimantan ini terkena banjir bandang akibat kerusakan hutan, begitu pun dengan gempa. Pulau Kalimatan juga bukan wilayah yang steril dari gempa.
Jika dilihat, alasan-alasan di atas benar-benar terasa tidak cukup memuaskan publik. Tak heran banyak publik yang menolak, karena tidak adanya perencanaan yang matang. Jangan sampai ibu kota baru ini, dibangun dengan berderai air mata dari rakyat, ada pergolakan yang sengit, menuai derita, serta memutuskan masa depan rakyatnya. Alih-alih memberikan kesejahteraan yang ada malah menambah persoalan baru.
Dengan melihat sejumlah fakta di atas, sudah seharusnya masyarakat membuka pemikirannya bahwa slogan dari rakyat untuk rakyat yang di gadang-gadang bisa memberikan kesejahteraan, nyatanya hanya ilusi semata dalam sistem Demokrasi-kapitalis yang diterapkan saat ini. Dalam sistem ini ada banyak kebijakan-kebijakan yang dibuat tidak tepat sasaran dan tidak berorientasi untuk kemaslahatan rakyat, lagi-lagi yang diuntungkan adalah para kapitalis dan investor swasta yang nantinya akan memenangkan vendor pembangunan IKN tersebut.
Berbeda dengan sistem islam, pemindahan ibu kota pada faktanya bukan menjadi suatu keputusan yang ringan. Para Khalifah benar-benar harus mempertimbangkan dengan segala perencanaan yang matang dari segala bidang, yang bertujuan untuk politik dan dakwah.
Selama negara Islam (khilafah) berdiri kurang lebih 13 abad (622-1942 M), tercatat pemindahan ibu kota terjadi sebanyak 12 kali, dengan luas wilayah kekuasaannya mecakup 2/3 dunia. Salah satunya Madinah (dulu yastrib), merupakan kota pertama yang menjadi tujuan Rasul berhijrah. Disana sistem negara mulai dijalankan secara keseluruhan, tepatnya rasul membangun masjid Nabawi sebagai tempat untuk beribadah dan sekaligus menjadi tempat pemerintahan. Madinah Al-Munawwarah merupakan kota yang subur dikelilingi taman, kebun kurma dan pertanian. yang terletak diwilayah Hijaz, Semenanjung Arabia. Yang mana pusat pemerintahan tetap berada disini hingga masa Khulafaur Rasyidin yang ketiga yakni Utsman bin Affan (656 M).
Kemudian dj masa Khalifah ke empat Ali bin Abi Thalib memindahkan ibu kota ke Kuffah (wilayah Iraq). Karena kondisi politik yang keos dan keadaan yang sangat urgent untuk perkembangan dakwah. Iraq merupakan kota megah nan indah dengan kondisi ekonomi yang makmur. Pemindahan ibu kota ini tak lain untuk memudahkan Khalifah mengurus administrasi wilayah yang bertambah luas sejak khalifah Umar (khalifah kedua) melakukan ekspansi.
Dan orientasi pemindahan ibu kota dalam Islam tentunya hanya untuk kesejahteraan umat. Hingga pemindahan ibu kota bisa optimal dari sisi kota yang baru dibangun, serta kota yang di tinggalkan, selama transisi semua urusan pelayanan rakyat tidak boleh terganggu. Kemudian setelah pemindahan selesai, efesiensi pemerintahan harus meningkat. Hal tersebut tak lain adalah buah dari perencanaan yang luar biasa seorang Khalifah.
Karena seorang Khalifah atau Pemimpin adalah sebagai perisai, periayah umat, yang mana segala kabijakan yang dibuat ditujukan untuk kemaslahatan umat. Serta berlaku adil, bertindak sesuai dengan al-quran dan as-sunnah.
Pemimpin atau Imam bertanggung jawab atas seluruh persoalan umat, bertanggung jawab melindungi hak-hak yang ditetapkan oleh syariat bagi mereka, serta mengimplementasikan segala sesuatu yang ditetapkan Allah SWT atas mereka, baik dalam persoalan hukum, perundang-undangan, maupun persanksian.
Wallahu A'lam bis Shawwab
Tags
Opini