Oleh: Hany Handayani, S.P
(Aktivis Muslimah)
.
.
.
Tahun berganti tak membuat isu radikalisme makin redup, justru fenomenanya kian santer bergulir. Kaum radikal yang berpotensi menjadi benih-benih teroris wajib diberangus hingga ke akar. Pemberangusan tersebut merupakan salah satu langkah pencegahan lahirnya kaum terorisme yang akan membahayakan kesatuan negara. Begitu kurang lebih pandangan secara umum mengenai isu radikalisme saat ini.
.
Hal tersebut senada dengan pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar. Ratusan pondok pesantren di berbagai wilayah diduga terafiliasi dengan jaringan teroris, ungkapnya di sebuah media online. Dilansir dari tempo.co.
.
Tak jauh beda dengan Rafli Amar, direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effend bahkan akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme. Dikutip dari harianaceh.co.id.
.
Mengapa langkah pemetaan masjid yang digunakan untuk mencegah penyebaran paham terorisme? Hanya masjid yang notabene dicurigai sebagai sarang teroris, tidak demikian dengan gereja, klenteng, pura, wihara. Nampak kaum muslim saja yang menjadi sasaran pembersihan gembong terorisme. Padahal gencarnya aksi teror kelompok OPM di Papua juga merupakan salah satu tindak teror, namun sama sekali tak disematkan sebagai aksi terorisme.
.
Seakan memang ada kecenderungan untuk menyisir kaum muslim. Radikalisme hanya dijadikan langkah membungkam perlawanan sebagian kaum muslim yang berlainan arah dengan pemerintah. Bisa dikatakan relevansi antara radikalisme tak ubahnya sebuah politik belah bambu yang dilakukan oleh asing. Demi menghasut sebagian kaum muslim, mereka tak segan untuk mengadu domba. Kaum muslim yang dihasut pun terbuai oleh rayuan manis, hingga tak jarang mereka lebih mendukung kepentingan asing dibandingkan membela saudara seaqidah.
.
Terbukti dari beberapa pernyataan yang disampaikan oleh sebagian tokoh di atas bahwa negara kita sedang tidak baik-baik saja. Ada yang sengaja bermain api dalam sekam. Sengaja meluncurkan kembali strategi lama yakni radikalisme. Kaum muslim dipecah menjadi beragam golongan. Radikalisme, fanatisme, modernisme hanyalah sebuah cara untuk mengadu domba kaum muslim.
.
Bersyukur di tengah himpitan negatif tokoh masyarakat mengenai kaum muslim, masih ada yang bersuara lantang menolak rencana pemetaan masjid yang dilakukan oleh Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri. Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pemetaan masjid justru bisa menggangu keharmonisan relasi antar umat Islam. Jika hal ini terjadi maka makin mudah persatuan kaum muslim itu rapuh dan hancur.
.
Demikian pula Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, M. A menyampaikan bahwa kondisi ini meresahkan dan berpotensial memecah belah antara Komunitas Masjid dan Pesantren dengan TNI-Polri. Tak menutup kemungkinan tindakan itu justru menimbulkan sikap saling curiga dan tidak percaya yang bisa membahayakan persatuan dan kesatuan.
.
Jika para tokoh mengungkap dibalik kebijakan terkait ada kemungkinan mengarah pada perpecahan, lantas atas dasar apa pemerintah harus menyetujui rencana pemetaan masjid ini. Alangkah baiknya jika pemerintah bertindak adil dan tak melulu jadikan muslim sebagai tertuduh. Bukankah mereka adalah bagian dari kaum muslim juga, lalu kenapa justru bertindak demikian.
.
Cita-cita demi meraih persatuan bangsa tak akan terwujud jika kecurigaan terus menghantui satu sama lain. Maka penting adanya menaruh kepercayaan pada pihak yang amanah. Indonesia sebagai negara yang bercorak heterogen dan berbentuk pluralitas sangat mampu meraih persatuan. Jika semua rakyat mau disatukan dalam satu ikatan yang kokoh, bukan hal yang sulit. Maka kesadaran penuh akan framing radikalisme bagian dari segolongan kaum muslim harus dibuang jauh-jauh. Sebab apa bedanya bangsa kita saat ini dengan masyarakat di zaman penjajahan, yang dengan mudah bisa dihancurkan dengan politik belah bambu ala penjajah.
.
Wallahu alam bishowab.
Tags
Opini