Rakyat Sekarat, Hati Penguasa Berkarat





Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Indonesia mengalami lagi kenaikan kasus positif terpapar Covid-19, bahkan ada beberapa wilayah yang disebutkan sebagai positif Omicron, varian terbaru dari Covid-19. Di tengah kesulitan masyarakat bertahan dari beberapa tekanan untuk tetap terus bertahan hidup, beberapa kontestan pemilu justru mulai menaikkan performanya, mencoba meraih suara rakyat dari sekarang. Sungguh sebuah keadaan yang ironis dan miris!


Bendera dengan warna dasar merah menampilkan Ganjar Pranowo dan Puan maharani berkibar di Surabaya. Bendera berfoto kedua elite PDIP itu dipasang oleh DPD Laskar Ganjar Puan (LGP) Jawa Timur. "Betul, itu memang suara relawan yang menginginkan Pak Ganjar dan Mbak Puan maju dalam Pilpres 2024," kata kata Ketua DPD LGP Jatim, Saleh Ismail Mukadar, Sabtu (Detikcom, 5/2/2022).


Saleh membeberkan alasan LGP Jatim, yang mayoritasnya diklaim sebagai kader PDIP, mendukung Ganjar-Puan. Salah satunya agar tak terjadi gesekan."Mayoritas kader ini dari PDIP memang, namun ini nonpartai. Memang ini juga suara rakyat, ini nonstruktural partai. Saya ini PDIP, kita senior kita nggak mau partai kita benturan di bawah. Ketika pendukung Pak Ganjar dan Mbak Puan ada gesekan kita gak mau, kita tampilkan gagasan ini untuk menghindari gesekan di bawah," kata Saleh.

Sedangkan di Blora, Jawa Tengah, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam jaringan petani dan peternak mendukung Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin untuk menjadi calon presiden (capres) pada pemilihan umum 2024. Koordinator Jaringan Petani dan Peternak Blora Marjuanto mengatakan, pihaknya telah membulatkan tekad untuk mendukung Cak Imin sebagai capres mendatang (kompas.com, 5/2/2022).

Tak mau kalah, Pengemudi ojek online dan ojek pangkalan dari Tangerang Raya, Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, yang tergabung dalam Jack Etho mendeklarasikan dukungan kepada Menteri BUMN Erick Thohir untuk maju menjadi calon presiden pada 2024 ( warta ekonomi.co.id, 7/2/2022). Adnan menyebutkan Erick Thohir memiliki kinerja baik sebagai menteri BUMN dengan aksinya melakukan "bersih-bersih" terhadap kasus dugaan korupsi di perusahaan negara tersebut.


Saat kondisi ekonomi dan kesehatan rakyat makin berat, para elit makin gencar menonjolkan ambisinya bertarung di pilpres. Jelas perilaku ini tak akan lahir dari Islam, sebab Islam akan selalu mendahulukan hal yang lebih urgen, yaitu nyawa rakyat dan kesejahteraannya. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, "Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingnya terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

Seolah hendak lari dari kenyataan, dengan gencar mempromosikan diri sebagai pemimpin masa depan yang lebih baik, padahal fakta sekarang di depan mata mereka tak bergeming. Bukankah lebih baik jika mereka membuktikan aksi nyata mereka hari ini di banding tahun 2024 yang akan datang? Toh rakyat akan melihat seperti apa kepemimpinan mereka hari ini ataupun yang akan datang.


Inilah watak politisi yang lahir dari sistem demokrasi. Selalu pragmatis, memanfaatkan dukungan para korporasi dan sedikit bumbu dari masyarakat. Lihat saja setelah pemilu berlangsung maka rakyat tinggallah nama. Urusannya untuk dipenuhi dan dilayani seketika terlupa, sekali lagi, biaya pemilihan pemimpin dalam alam demokrasi sangatlah mahal membuat para kontestan tak lagi mendapat pilihan terbaiknya selain menaati dikte para penyandang dana pemilihan mereka.

Simbiosis mutualis inilah yang kemudian kerap menimbulkan masalah, sebab para penyandang dana tak mungkin hanya menggratiskan apa yang sudah mereka berikan. Paling tidak jika tidak ada balas budi yang sepadan ya hak rakyat yang harus terenggut paksa, lantas apa yang terjadi dari berbagai eksploitasi sumber daya alam negeri ini? Itulah buktinya.

Yang seharusnya pengelolaan sumber daya alam di Indonesia dilakukan secara mandiri oleh negara, kemudian dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk langsung atau tidak langsung, seperti biaya kesehatan , pendidikan dan lainnya. Kini tenggelam dalam barisan kerjasama yang hanya meninggalkan bencana bagi rakyat Indonesia.

Jika sudah orientasinya hanyalah pada pengembalian modal selama kampanye jelas saja jika tidak banyak yang bisa dilakukan untuk rakyat. Anehnya, mereka lebih peka kepada penderitaan korpotokrasi daripada rakyatnya sendiri. Jelas tak bisa dijadikan sandaran. Maka tak ada jalan lain selain menghapus sistem demokrasi ini.

Demokrasi hanya menghasilkan pemimin yang lalai terhadap rakyatnya. Berbagai janji yang pudar begitu mereka tepilih menjadi bukti, betapa meruginya kita jika terus mempertahankannya. Sudah saatnya kembali kepada sistem yang shahih yaitu sistem Islam. Wallahu a'lam bish showab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak