Oleh: Rahmawati, S. Pd
Kata rajab berasal dari Bahasa Arab yang memiliki arti ‘keagungan’, ‘kebesaran’, atau ‘kemuliaan’. Apabila datang bulan Rajab, maka kebahagiaanlah atas kaum muslimin dalam menyambut dan menjalani hari-hari pada bulan mulia ini. Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi orang-orang yang mengisi hari-harinya dengan kebaikan pada bulan mulia tersebut.
Peristiwa utama pada bulan Rajab adalah peristiwa Isra Mi’raj Rasulullah SAW untuk menerima perintah sholat dari Allah SWT dan segenap pesan perjalanan yang penuh dengan nuansa keimanan dan nilai politis. Demikian juga dengan segenap peristiwa-peristiwa bersejarah yang juga terjadi pada bulan Rajab, salah satunya adalah peristiwa runtuhnya Daulah Islamiyah pada tahun 1924 oleh Mustafa Kemal Attaturk laknatullah alaih.
Peristiwa runtuhnya Daulah Islamiyah menjadi titik runtuhnya benteng pertahanan atas perlindungan kaum muslimin di dunia. Terpecah belahnya kaum muslimin dalam sekat nasionalisme yang tidak menjamin terlaksananya syariat Islam. Peristiwa besar ini menjadi moment bagi umat Islam untuk mengambil pelajaran dan keteladanan bahwa peristiwa itulah menjadi sarana pemersatu umat Islam bisa hidup mulia dalam Islam dan berislam secara kaffah. Karena hanya dengan hidup dibawah naungan Islam lah, seluruh syariat akan terlaksana secara keseluruhan.
Rajab kali ini berbeda dengan rajab-rajab sebelumnya. Karena rajab kali ini, umat Islam masih dalam masa pandemi yang belum berakhir. Ditambah lagi dengan kondisi umat yang kian jauh dari Islam dan semakin terjerumus dalam masalah besar. Rajab yang seharusnya dihadapi dengan kegembiraan, kali ini harus dihadapi dengan pembatasan.
Kegembiraan umat Islam kali ini harus terjegal dengan ketentuan yang ditandatangani oleh Mentri Agama Yaqut Cholil Qoumas dimana ada beberapa peraturan yang menatur beribadatan saat masih pandemi. Seperti pembatasan jarak saat ibadah, pembatasan waktu ibadah, sampai pada pembatasan usia yang beribadah. Tentu ini sebuah ketentuan yang tidak semua orang bisa menerimanya. Sementara pembatasan tidak terjadi pada acara hiburan, perbelanjaan dan pariwisata. Tentu hal yang menganehkan.
Sejatinya ketika agama dan sains jika dijalankan secara beriringan dan tidak terpisah, maka setiap masalah akan segera terselesaikan, tidak terkecuali masalah pandemi. Penanganan yang teranalisis dari awal dengan benar tentu tidak akan membuat masalah berlarut-larut. Hal ini menunjukkan bahwa kita perlu agama untuk mengatur segala persoalan yang terjadi di tengah-tengah umat saat ini.
Berbagai peristiwa yang terjadi secara perlahan menggiring umat Islam untuk berfikir bahwa satu-satunya solusi atas semua permasalahan yang terjadi pada saat ini adalah kembali pada pengaturan Allah SWT. Pengaturan yang mampu menentramkan jiwa, memuaskan akal manusia dan sesuai dengan fitrah manusia.
Dalam moment Rajab masa pandemi ini, sudah seharusnya menjadikan kita tetap semangat dalam memperjuangkan Islam kaffah dan introsfeksi diri untuk bisa mengembalikan kehidupan Islam. Umat Islam akan terlindungi dengan hadirnya khilafah dan akan mendatangkan kemuliaan dan keberkahan dalam kehidupan umat manusia. Wallahu’alambisshowab.
Tags
Opini