Rajab, Bulan Mulia Untuk Masifkan Gambaran Islam Kaffah




Oleh : Ummu Aimar

Rajab merupakan bulan ketujuh dalam kalender Hijriah. Kata Rajab sendiri berasal dari Bahasa Arab yang artinya “keagungan”,“kebesaran” atau “kemuliaan”. Dengan demikian, Rajab merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqadah, Dzulhijjah, dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban.” (HR. Bukhari-Muslim).
(https://kumparan.com)

Bulan Rajab adalah bulan istimewa. Allah memerintahkan kita untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya. Oleh karenanya, sewajarnya kita menjadikan bulan ini sebagai momen perubahan dari ketaatan sebagian menjadi ketaatan yang menyeluruh dengan menerapkan seluruh hukum Islam secara kaffah.

Peristiwa besar saat Rajab, terdapat sebuah peristiwa besar saat Allah Swt. memanggil Rasulullah saw. untuk menemui Allah di Sidratulmuntaha. Umat Islam mengenalnya sebagai Isra Mikraj, sebuah perjalanan yang mustahil menurut kacamata manusia.

Meski demikian, hal ini benar terjadi. Saat Isra Mikraj, Rasulullah saw. mendapat perintah salat lima waktu. Sebagai manusia yang beriman, kaum muslim harus percaya. Hal ini memperlihatkan bahwa semua bisa terjadi manakala Allah Swt. berkehendak.

Ada pelajaran berharga yang kita dapatkan dari Rajab. Allah memerintahkan kita untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan. Ketakwaan ini diperoleh dengan memperbanyak beribadah pada Allah karena tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah pada Allah.

Bentuk pengabdian manusia pada Allah adalah beribadah dalam kondisi apa pun. Dengan dorongan keimanan, umat muslim seyogianya melakukan ibadah , Allah juga memerintahkan kita untuk menjalankan Islam secara menyeluruh.

“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah: 208)

Perintah ini Allah tujukan bagi orang-orang yang beriman. Artinya, seluruh umat muslim wajib menjalankannya. Islam yang menyeluruh tidak sebatas masalah ibadah ritual (salat dan puasa), tetapi juga masalah hubungan manusia dengan dirinya dan dengan yang lainnya. 

Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali mengatakan, “Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar, sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh, dan dasar tanpa penjaganya akan hilang.”
Begitu pentingnya kedua hal ini sehingga satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Selama ini, banyak orang beranggapan bahwa tidak mungkin bisa membawa agama ke ranah negara. Negara itu terpisah dengan agama—sebagaimana ajaran kapitalisme sekularisme. Dalam pandangan Islam, prinsip itu jelas salah karena Islam mengatur seluruh aspek kehidupan.

Sebagai panggilan keimanan dan agar kita dapat beriman secara total, butuh penerapan sistem pemerintahan Islam yang akan mengatur seluruh hukum Islam.

Jika Allah sudah mengabarkan bahwa sistem pemerintahan Islam (Khilafah) akan kembali datang, hal itu pasti akan terjadi sebagaimana peristiwa Isra Mikraj.

Menjemput Kemenangan
Islam kafah dalam bingkai Khilafah sudah Allah janjikan. Umat Islam bertugas untuk melaksanakan dan berusaha mewujudkannya sebagai bentuk ketaatan atas seruan Allah (lihat QS Al-Baqarah: 208). 

Allah Swt. juga telah memberikan kabar gembira bagi kaum muslim yang ingin berjuang untuk mewujudkan ketaatan secara sempurna dalam QS At-taubah: 111,

Dengan demikian, sebagai umat Nabi yang taat, seyogianya kita memaksimalkan diri berusaha mewujudkan Islam secara kafah. Mulai dari melangitkan doa, hingga menyampaikannya dalam setiap dakwah.

Islam kaffah dengan makna Islam yang menyeluruh, yang tercakup hamblum minAllah (hubungan kita dengan Allah) seperti : sholat, puasa, haji dll. Hamblum minannafsy (hubungan kita dengan diri kita sendiri) seperti : makanan, minum, akhlaq dll. Hamblum minannaas (hubungan kita dengan manusia yang lain) seperti : mu’amalah, pendidikan, ekonomi, politik dll. Sedangkan, saat ini pendidikan, ekonomi, politik tidak bernafas Islam. Pendidikan yang berorientasi materi bukan iman, ekonomi yang diwarnai oleh riba yang jelas-jelas haram dalam Islam, dan sistem politik yang mengagungkan suara terbanyak dalam membuat hukum padahal hanya Allah Sang Pembuat hukum.

Tidak hanya itu, saat ini susah membedakan makan dan minum yang halal. Serba samar antara yang halal dan haram. Akhlaqpun semakin punah ditemui di kalangan kaum muslimin. Tak jarang ditemukan orang tua membunuh anaknya, anak membuang orang tuanya, tokoh agama melakukan pelecehan seksual kepada santrinya. Bahkan, sholat yang merupakan tiang agama sedikit demi sedikit dilalaikan bahkan ditinggalkan oleh kaum muslimin. Inilah gambaran kondisi kaum muslimin dewasa ini di dunia. Dimana kaum muslimin berada di negri muslim namun ataurannya tidak menggunakan Islam sebagai dasar bernegara. Sistem yang dipilih adalah sistem demokrasi-kapitalis.

Seharusnya, di bulan yang dimuliakan Allah SWT ini kaum muslimin mengoptimalkan penggambaran Islam kaffah dengan peradaban mulia yang pernah dibangun oleh Rasulullah SAW dan para sahabat beliau, peradaban yang mampu memimpin dunia selama kurang lebih 13 abad. Selama ini pun dikenal dengan peradaban yang mulia dan membawa rahmat bagi seluruh alam. Seyogyanya, tidak hanya berhenti dengan memberikan penggambaran tapi juga harusnya sanggup untuk menggantikan sistem demokrasi-kapitalis ini. Sehingga, dari pengoptimalkan ini akan mendapatkan keistimawaan bulan Rajab. 

Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak