Produsen Sawit Terbesar, Gagal Mengolah Minyak Dalam Negeri



Oleh : Afrin Azizah

Sempat melejitnya harga minyak hampir dirasakan seluruh kalangan masyarakat Indonesia. Sebagai produsen sawit terbesar belum tentu bisa menjadikan harga minyak stabil di kantong masyarakat. Banyak yang mengeluhkan kenaikan dari harga minyak, mulai dari para pedagang makanan sampai dengan ibu rumah tangga. 
Sampai dengan kebijakan pemerintah yang menjadikan harga minyak menjadi satu harga, belum bisa menyelesaikan masalah sampai ke akarnya. Akibat dari harga minyak menjad satu harga, ketersediaan minyak goreng menjadi langka di beberapa toko kecil. Jika ada pun, tetap dibatasi dalam pembeliannya. Negara dari produsen sawit terbesar menjadi hanya embel-embel tanpa adanya bukti konkret.
Berawal dari negara yang masih menganut sistem kapitalis sekuler liberal, dimana banyak lahan yang masih menjadi milik perorangan atau swasta menjadikan keuntungan hanya didapati oleh para pemilik lahan. Lahan yang seharusnya menjadi kepemilikan umum dan pendapatan ekonomi yang bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat, berhenti ditangan pemilik kuasa didalam negri ini. 
Dalam negara yang masih menganut sistem kapitalis, menjadikan materi sebagai hal paling utama dari pada mensejahterakan masyarakat. Dimana yang menguntungkan itulah yang diambil sedangkan yang tidak menguntungkan akan ditinggalkan. Itulah cermin dari negri yang sedang tidak baik-baik saja. 
Kenikan harga minyak goreng tidak luput dari beberapa faktor, baik dari segi lahan perkebunan maupun dari sumber daya manusianya. 
Banyak lahan perkebunan yang berubah alih menjadi bangunan ataupun lahan kosong yang tidak dimanfaatkan sebaik mungkin serta para petani yang belum merasakan teknologi sehingga tidak bisa  memenuhi produksi yang tinggi.
Bukan tanpa adanya solusi, Islam hadir dengan berbagai rancangan yang bisa memperbaiki masalah ini. Pertama, pengoptimalan produksi dari lahan yang sudah ada. Dengan masih maraknya lahan yang beralih fungsi, dalam Islam hal ini tidak akan dibiarkan tanpa adanya alasan kuat untuk mengalih fungsikan lahan. 
Kedua, dalam Islam sarana kemajuan teknologi mudah untuk sampai ke tangan para petani. Sehingga bisa tercapai hasil produksi yang tinggi. Ketiga, memperluas atau menambah lahan. Jika lahan masyarakat yang ada belum cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan, maka bisa dilakukan upaya untuk menghidupkan lahan yang mati untuk di produktifkan atau bahkan negara memberikan lahan milik negara kepada para petani yang tidak memiliki lahan namun ada kemampuan untuk bisa mengolahnya sebaik mungkin.
Tidak lupa juga sanksi berat bagi para penimbun, serta berbagai mekanisme agar bisa mencegah adanya penimbunan. Sehingga terbentuklah harga stabil yang bisa dirasakan setiap individu masyarakat, bukan hanya keuntungsn bagi para korporat atau para pemilik kuasa. 
Tentu hal itu hanya akan terwujud jika aturan Islam yang ditegakkan, bukan kapitalis sekuler liberal yang masih dianut negara saat ini yang terbukti gagal mensejahterakan masyarakat.
Wallahua’lam bhisawab..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak