Penghapusan Honorer Solusikah?




Oleh: Amallia Fitriani

Pemerintah berwacana akan menghapuskan tenaga honorer pada tahun 2023. Wacana tersebut disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo.

Menurut Tjahjo, sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sebelumnya, status tenaga honorer di pemerintahan sudah tidak ada lagi pada 2 tahun mendatang. "Terkait tenaga honorer, melalui PP (peraturan pemerintah), diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan 2023," kata Tjahjo Kumolo.

Dia menjelaskan, status pegawai pemerintah di 2023 nanti hanya ada dua saja yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). (liputan6.com. 22/01/2022)

Rencana pemerintah untuk menghapuskan status tenaga honorer di tahun 2023 justru membuat para tenaga honorer menjadi resah. Keresahan ini pun di rasakan oleh Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri FHSN Gunungkidul Aris Wijayanto. Mengingat masih banyak guru honorer yang belum diangkat menjadi ASN baik itu PPPK ataupun PNS.

Meski hal itu bisa berakibat tidak adanya pengangkatan guru honorer sebagai abdi negara, namun dia ingin berprasangka baik. Dia berharap dalam waktu satu tahun ini semua guru honorer akan diangkat menjadi ASN. "Kalau saya pribadi, kami ambil sisi positifnya. Mungkin maksudnya Pak Menteri itu tenaga honorer ini akan diangkat jadi ASN semua sebelum tahun 2023," kata dia.(liputan6.com. 20/01/2022) 

Kalangan pengamat memberikan pandangan soal rencana penghapusan tenaga honorer ini. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan tersebut tidak tepat dilakukan dalam waktu dekat.
Selain itu, juga akan menimbulkan masalah jangka panjang. Sebab tidak ada solusi yang ditawarkan Pemerintah terkait nasib honorer kedepannya.
“Saya kira kebijakan yang tidak tepat dan ironi. Menurut saya kebijakan ini sekedar kebijakan tanpa solusi, saya anggap sebagai langkah yang jangka panjangnya akan menimbulkan masalah baru sehingga pelayanan publik tidak tertangani,” (liputan6.com. 22/01/2022) 

Keresahan yang dirasakan para tenaga honorer akan renencana ini tentunya bukan tidak beralasan. Pasalnya jika penghapusan tersebut dilakukan disertai solusi yang kongkret tentu tidaklah mengapa. Namun  jika penghapusan tersebut tidak disertai solusi kongkret ada kemungkinan kelak para tenaga honorer ini justru akan kehilangan pekerjaannya. Yang tentunya akan menambah angka pengangguran dan semakin menambah masalah yang ada. Perlu diketahui, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran di Indonesia ada 9,1 juta orang per Agustus 2021. (Kompas.com, 05/11/2021)

Jika diamati setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah cendrung selalu membuat resah rakyat, pun dalam wacana penghapusan honorer saat ini. Dimana sebelumnya pemerintah pun mewacanakan mengganti ASN dengan robot. Hal ini wajar terjadi karena kepemimpinan yang ada hari ini sangat kental dipengaruhi sistem kapitalisme yang berstandar pada materi dengan asas untung rugi dijadikan sebagai orientasi atas semua kebijakan. Bukan murni untuk kepentingan rakyat. 

Banyaknya polemik yang terjadi hari ini semakin menambah daftar panjang fakta ketidakmampuan kepemimpinan sistem kapitalisme dalam upaya menjamin kesejahteraan rakyatnya, termasuk nasib tenaga honorer. Padahal kontribusi tenaga honorer di lapangan dirasakan manfaatnya. 

Polemik seperti ini tidak akan terjadi jika sistem Islam yang diterapkan, karena dalam sistem Islam negara bertanggung jawab atas semua kebutuhan rakyatnya. Negara dalam sistem Islam akan menyediakan lapangan kerja yang memadai bagi warga negaranya, khususnya bagi setiap rakyat yang wajib bekerja dan menafkahi keluarganya.

Dalam Islam tidak ada istilah honorer maupun ASN. Semua statusnya sama sebagai pegawai negara. Upah tenaga kerja pun di atur. Upah harus sepadan dengan manfaat yang pekerja berikan. Dari sana akan lahir tenaga kerja dengan etos kerja yang tinggi. Dan pemerintah sangat memperhatikan hak pekerjanya. Karena upah yang sepadan dengan yang ia lakukan. Jadi tidak akan ditemukan tenaga kerja negara yang mencari penghidupan lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya seperti saat sekarang.
Besaran upah bisa berbeda-beda sesuai jasa yang tenaga kerja berikan, jenis pekerjaan, waktu bekerja, dan tempat bekerja. Tenaga kerja yang profesional/mahir di bidangnya wajar mendapatkan upah lebih tinggi dibandingkan pekerja pemula. Dalam membayarkan upah pun harus tepat waktu, tidak boleh menundanya karena menunda-nunda pembayaran upah adalah bentuk kezaliman. Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan ath-Thabrani).

Dalam sistem Islam tidak akan ditemukan ketimpangan yang terjadi seperti ketimpangan antara tenaga honorer dan tenaga tetep seperti yang terjadi dalam sisitem kapitalis saat ini. Dalam sistem Islam mereka sama-sama pekerja yang harus diperlakukan secara adil. 

Maka hanya negara dalam sistem Islam yang mampu memberikan solusi tuntas atas semua permasalahan yang dihadapi umat saat ini. 

Wallahu a’lam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak