Oleh: Sarni Puspitasari
Sampai hari ini di beberapa tempat
seperti supermarket,minimarket masih dipenuhi antrian pembeli yang mencari minyak goreng dengan harga yang sedikit bersahabat dibandingkan dengan harga sebelumnya.
Setelah melambung hingga tembus Rp21.000 per liter, pemerintah menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng Rp14.000 per liter mulai Rabu, 19/1/2022 pukul 00.01 WIB. Melansir tempo.co (21/1/2022), Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin, dalam keterangan tertulisnya, mengimbau warga Jakarta Selatan untuk tidak khawatir terhadap kelangkaan minyak goreng akibat aksi penimbunan karena pemerintah punya satuan tugas pangan untuk mengawasi di lapangan.
Kementerian Perdagangan menetapkan batas harga bahan baku minyak goreng agar terjangkau oleh produsen. Kebijakan ini juga didukung oleh kewajiban pemasokan bahan baku ke dalam negeri dari eksportir bahan baku minyak goreng.
Kebijakan ini baru disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi merespons harga minyak goreng yang terhitung tinggi. Sebelumnya, ia juga menetapkan minyak goreng satu harga Rp 14.000 di toko ritel modern pada pekan lalu.(www.Liputan6.com)
Setelah mengevaluasi kebijakan itu, Mendag Lutfi mengeluarkan kembali kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi eksportir bahan baku minyak goreng. Serta, Domestic Price Obligation (DPO) untuk harga bahan baku minyak goreng di dalam negeri.
Pada kebijakan pekan lalu, melalui Permendag nomor 01/2022 dan Permendag 03/2022, pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp 7,6 triliun dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) guna menstabilkan harga. Skemanya, selisih harga akan dibayarkan kepada produsen minyak goreng sebagai pengganti selisih harga keekonomian.
Menyusul adanya kebijakan tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung akan membuat surat edaran yang ditujukan ke semua pelaku usaha minyak goreng yang ada di Kabupaten Bandung.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Dicky Anugrah mengungkapkan, surat edaran Menteri Perdagangan tentang satu harga minyak goreng tersebut, baru diterima pihaknya pada Rabu (19/1) pagi.
Dicky mengatakan, dari surat edaran itu, memang mengharuskan seluruh penjual minyak goreng kemasan menerapkan harga Rp14.000 per liter. Karena pemerintah pusat telah memberikan subsidi kepada distributor pusat.
Namun, kata Dicky, yang menjadi persoalan adalah stok minyak goreng yang sudah ada sebelum terbitnya kebijakan tersebut. Pasalnya, masa transisinya selama 11 hari.(Jabar Ekspres.com)
Tapi permasalahannya banyak barang-barang yang sudah existing sebelum ada subsidi pemerintah pusat. Sehingga jika mereka tidak dapat subsidi, ketika dipaksa menjual dengan harga subsidi tentu akan merugikan para pedagang yang memiliki stok dengan harga sebelumnya. Mereka harus menyamakan satu harga dengan yang di pasar modern. Hal ini karena pemerintah tidak menyubsidi stok minyak yang sudah ada sehingga masih menetapkan harga lama. Tentu saja kebijakan ini akan merugikan para pedagang di pasar tradisional.
Disisi lain dengan kebijakan baru ini, berarti pemerintah menganggap perannya dicukupkan dengan penetapan HET dan ‘pemaksaan’ pada produsen sawit utk menjual 20% sawit untuk produksi minyak dalam negeri.
Masalah lain yang timbul yakni, rakyat harus antri dan desak desakan demi mendapatkan minyak. Bahkan ada aksi dorong dorongan tentu saja itu sangat membahayakan mereka.
Seakan tiada selesainya masalah negeri ini, pandemi masih terus berlanjut belum lagi harga komoditi naik terus ditengah himpitan ekenomi.
Masalah penetapan harga ini juga tidak mampu menyelesaikan kelangkaan minyak goreng dan juga masih banyak para pemilik modal yang sengaja menimbun minyak.
Padahal jika kita telisik lebih dalam sebenarnya penetapan satu harga bukanlah solusi tuntas, juga tidak shahih, pasalnya Islam mengharamkan kebijakan pematokan harga.
Diriwayatkan dari Anas bahwa ia mengatakan harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para sahabat mengatakan: "Wahai Rasulullah, tentukanlah harga (ta'sir) untuk kita. Beliau menjawab: "Allah SWT itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rizki. Aku mengharap dapat menemui Tuhanku dimana salah satu diantara kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta."
Hadits di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melarang adanya intervensi harga dari siapapun juga. Praktek-praktek dalam mengintervensi harga adalah perbuatan yang terlarang.
Penentuan harga berlandaskan hadis diatas sangat dilarang keras karena datang dengan kezaliman.
Hal ini pun pernah dilakukan olah Khalifah Umar Bin Khattab Radhiyallah ‘anhu, yakni ketika Beliau menginspeksi pasar dan menemui seorang laki-laki menjual zabib. Laki-laki tersebut menaikkan harga (sesuka hati), maka Khalifah Umar pun mengeluarkannya dari pasar.
Dan perbuatan Umar pun dilakukan oleh beberapa gubernur Madinah selanjutnya. Pasar yang diinginkan adalah pasar persaingan sempurna, tidak ada pihak-pihak yang bermain dalam penentuan harga pasar.
“Apabila para pedagang berkumpul dan menentukan harga sesuai kesepakatan maka hal ini diperbolehkan. Akan tetapi apabila mereka berkumpul dan ingin merusak harga pasar atau memberikan kemudharatan maka bagi Wali (Penguasa) berhak untuk mengeluarkan mereka dari pasar.
Islam sebagai agama hak memiliki aturan yang sempurna dan mampu menyelesaikan semua masalah kehidupan manusia secara tuntas.
Termasuk masalah penentuan harga Islam mengatur secara jelas dan tegas.
Wallahu'alam bishshawab