Oleh: Anindya Annisa Taqiya
Pemerintah resmi menurunkan harga minyak goreng menjadi Rp14.000 per liter mulai Rabu, 19 Januari 2022. Fenomena panic buying minyak goreng Rp14.000 terjadi serentak di hampir seluruh mini market di Indonesia. Bak tak ingin kehabisan, masyarakat secara serentak pergi ke mini market untuk memborong minyak goreng seharga Rp14.000 tersebut.
Masyarakat mendatangi toko-toko kelontong dan waralaba untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.
Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan, kebijakan ini tidak hanya dibuka beberapa hari atau minggu saja, melainkan 6 bulan lamanya. (Dilansir dari kompas.com)
"Edukasi dan kesadaran masyarakat perlu terus ditingkatkan oleh semua pihak, berkaca dari banyak kejadian- sebelumnya," kata anggota Pengurus Harian YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) Agus Suyatno.
"Panic buying bukan tindakan yang smart, baik dari sisi ekonomi dan sosial," lanjut dia.
Tak hanya di pihak konsumen, Agus juga melihat kebijakan yang dibuat pemerintah kurang spesifik dan lemah dalam pengawasan.
Lantas apa penyebab terbesar terjadinya panic buying ?
Dilansir dari CNN Indonesia, Menurut Ketua Pusat Krisis UI Dicky Palupessy mengungkapkan perilaku membeli barang secara berlebihan dalam satu waktu atau panic buying di tengah merebaknya wabah virus corona (Covid-19) didasari oleh kecemasan yang tinggi. Kata dia, hal itu merupakan gejala perilaku setiap manusia yang memang dikaji dalam disiplin ilmu psikologi.
"Merebaknya virus corona mengakibatkan kita kehilangan untuk mengendalikan perasaan diri atau kehilangan sense of control," kata Dicky
"Secara psikologis, merebaknya virus corona menguatkan pikiran kita akan kematian. Ketika kita diingatkan tentang kefanaan tersebut, maka orang bisa menjadi lebih impulsif, termasuk impulsif pada membeli barang," pungkasnya.
"Tidak ada yang salah dalam pemberian subsidi, namun jika tidak diimbangi dengan mekanisme dan pengawasan yang kuat di lapangan, justru akan menimbulkan masalah baru," jelas anggota Pengurus Harian YLKI Agus Suyatno.
Rentan terjadinya salah sasaran. Kelompok yang semestinya mendapatkan manfaat subsidi justru kalah oleh kelompok lain yang lebih berdaya secara ekonomi.
Dan karena tertekannya psikologis yang didasari alasan bertahan diri, akhirnya sebagian besar orang tidak peduli dengan keadaan sekitar dan menjadi egois, kelompok yang memiliki lebih banyak uang dapat dengan mudah membeli dengan jumlah besar, sedangkan yang tidak punya uang tidak akan dapat membeli, karena stok hampir disetiap supermarket maupun minimarket sudah kosong.
Tidak ada lagi yang berpikiran untuk membeli dengan jumlah secukupnya, tapi seuntungnya, atau bisa dibilang aji mumpung, sebagian berkata “mumpung murah, beli banyak”, tidak sama sekali berpikiran bagaimana keadaan orang disekitarnya.
Yang awalnya maksud pemerintah mempermudah masyarakat menengah kebawah untuk mendapatkan kebutuhan pokok, tapi hasilnya malah mempermudah orang yang mampu dalam ekonomi untuk mendapat kebutuhan pokok.
Apabila sejak awal pemerintah tidak memberikan program ini, tidak akan ada panic buying, yang berakhir ketidak adilan, padahal bila harus dilihat dari banyaknya sumber daya alam di Indonesia dan banyaknya kebun kelapa sawit, bukankah seharusnya seluruh masyarakat mendapatkan harga yang murah bahkan gratis untuk minyak ?
Tapi kenyataan yang ada saat ini hampir semua kebun dan perusahaan pemroduksi minyak goreng dimiliki dan dikuasai oleh asing dan kita menerimanya dengan harga yang tak murah.
Pemerintahpun memperbolehkan perusahaan asing untuk mengambil keuntungan dari produksi minyak goreng, dan yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan semakin miskin pada akhirnya.
Itu hanya Minyak goreng, berapa banyak sumber daya alam di Indonesia?, mulai dari tambang hingga pertanian, lalu mau berapa banyak lagi uang yang mengalir terus ke perusahaan asing? Yang seharusnya adalah hak dan milik warga Indonesia, selain sistem pemerintahannya yang salah, apakah warganya sudah bergerak? sudahkah berjalan kedepan untuk memperbaiki diri sendiri? Bagaimana mau memperbaiki sistem apabila diri sendiri belum diperbaiki.
Tags
Opini