Oleh : Dahlia
Covid-19 varian baru kembali menghantam berbagai sektor di Indonesia.
Tak hanya sektor ekonomi, namun sektor pendidikan juga mengalami perubahan.
Kini, sektor pendidikan mengalami pembelajaran jarak jauh lagi, sehingga menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat.
Sesuai dengan arahan dari Menteri Pendidikan, sejumlah daerah di Indonesia sudah mulai menyelenggarakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Melansir Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Mendikbudristek Nomor 2 Tahun 2022.
Mengenai diskresi Pelaksanaan Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.
Dalam SE tersebut, tercantum bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas dapat dilaksanakan dengan jumlah peserta didik 50 persen.
Setelah melihat lonjakan virus varian baru maka dilakukan pembelajaran tatap muka terbatas.
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen tidak bisa dilakukan begitu saja.
Hal ini perlu menjadi perhatian khusus pemerintah karena telalu fokus mempromosikan ibu kota baru.
Sehingga lalai memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang perlu di penuhi pada relevansi yang ada.
Juga menjadi catatan pemerintah untuk kedepannya jangan terlalu menitik fokuskan.
Pemerintah seharusnya lebih bijaksana dalam mengambil keputusan sehingga dapat memperhatikan berbabagai persoalan yang terjadi khususnya pada sektor pendidikan ini.
Saat ini sangat berharap Pandemi Covid 19 bisa segera berakhir. Sehingga aktivitas kehidupan dapat normal kembali, tanpa terus dihantui oleh jenis varian baru ini.
Agar pembelajaran kedepannya tetap harus memiliki target kompetensi anak didik yang unggul.
Kompetensi anak didik harus tetap diperhatikan, dengan demikian generasi bangsa akan dapat menjawab problematika di kemudian hari nanti.
Meski pemerintah tidak menyelenggarakan PTM, pendidikan harus tetap terselenggara dengan kualitas yang standar. PJJ menjadi uslub (cara) yang bisa digunakan untuk memastikan semua siswa bisa mengakses pendidikan hingga di pelosok negeri.
Menjadi kewajiban negara untuk menyediakan fasilitas pendukung PJJ bagi guru dan murid, misalnya ketersediaan jaringan listrik, sinyal, gawai, buku, alat tulis, dan sebagainya. Dengan demikian, meski berlangsung secara daring, kualitas pendidikan tetap bisa dipertanggungjawabkan.
Penyediaan pendidikan yang berkualitas kala pandemi tidak sekadar butuh sosok pemimpin yang bertanggung jawab, tetapi juga butuh sistem yang bertanggung jawab. Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini menjadikan negara memosisikan diri hanya sebagai regulator. Yang penting sudah membuat regulasi, lalu lepas tangan, masalah seolah sudah selesai.
Sungguh berbeda dengan sistem Islam. Khilafah memosisikan dirinya sebagai ra’in dan mas’ul, yaitu pengurus dan penanggung jawab urusan rakyat. Ketika ada masalah pada penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan bagi rakyat, Khilafah menyelesaikannya hingga tuntas.
Sebagai contoh, ketika Khilafah dulu tegak, ada masalah terkait pendidikan bagi orang-orang Badui yang kerap berpindah-pindah. Khilafah saat itu tidak sekadar mewajibkan pendidikan, tetapi memberikan solusi, yaitu mengirim guru yang juga siap berpindah-pindah mengikuti tempat tinggal muridnya. Orang Badui pun mendapatkan hak mereka yaitu pendidikan yang berkualitas.
Masyaallah, demikianlah wujud tanggung jawab Khilafah terhadap pendidikan. Tidak hanya memberi regulasi, tetapi juga solusi.
Wallahualam
Tags
Opini