Penulis : Heni Satika (Praktisi Pendidikan)
Makin merebaknya kasus penderita covid-19 varian omicron, membuat beberapa pihak dari kalangan medis seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia mengajukan untuk mengevaluasi kegiatan PTM 100% yang mulai berlangsung sejak Januari 2022. Diperkirakan akhir Februari hingga awal Maret terjadi ledakan penderita covid-19 varian omicron ini. Dalam konferensi pers Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Kamis 27 Januari 2022 mengatakan, bahwa per 26 Januari 2022 yang dirawat diseluruh Indonesia ada 7.688 pasien. sedangkan yang dirawat di ICU sekitar 400 orang. Total pasien yang terkena Omicron ada 1.988, sebanyak 765 sudah sembuh dan yang masih dirawat ada 854 orang.
Tentu peningkatan ini harus diwaspadai dan segera dicarikan solusinya. Sebuah solusi yang komprehensif, artinya benar-benar memberantas bersih virus covid-19. Tidak hanya tindakan setengah hati dan tidak berimbang. Misalnya di tengah situasi virus yang kian merebak sekolah seakan dijadikan kambing hitam. Memang tidak dipungkiri sekolah ajang berkumpulnya anak-anak. tetapi sarana lain seperti warung, café, tempat karaoke tidak ada tindakan sama sekali. Mereka hanya disuruh bubar ketika jam malamnya habis.
Bahkan tempat wisata baik dalam dan luar negeri sangat longgar sekali dibuka karena alasan ekonomi. Kebijakan setengah hati ini sering membuat orang tua dan para pendidik menegelus dada. Tidak bisa dipungkiri selama masa pandemi kurang lebih 2 tahun ini kemampuan anak didik mengalami penurunan. Belum lagi kasus kecanduan gadget makin meningkat. Pengaruh media sosial juga luar biasa, inilah yang kemudian menjadi pendorong orang tua menginginkan kembalinya anak-anak mereka untuk sekolah.
Seharusnya setiap kebijakan yang dibuat harus bernilai komprehensif dan berkesinambungan. Ambil contoh kebijakan yang dilakukan pada masa Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab ra ketika negerinya mengalami wabah yang juga menular dan mematikan. Beliau langsung melockdown wilayah tersebut. Melarang orang untuk keluar masuk dari dan ke wilayah terinfeksi virus. Memastikan kebutuhan pokok berupa pangan sandang dan obat-obatan terpenuhi secara menyeluruh.
Memerintahkan tenaga ahli untuk membuat obat guna menyembuhkan atau penangkal virus yang sedang mengganas. Seluruh kegiatan masyarakat berupa jual beli, upah mengupah sampai pendidikan. Berhenti sesaat sampai virus bisa dihilangkan. Sedangkan masyarakat diluar wilayah tersebut bisa beraktivitas bebas sebagaimana biasanya.
Untuk pembiayaan masyarakat yang terkena virus berasal dari kas negara di baitul maal. Jika kas kosong maka diperbolehkan mengambil pajak kepada masyarakat yang kaya saja dalam tenggat waktu terbatas sampai kebutuhan tersebut tercukupi. Dilarang menggunakan hutang luar negeri jika masih ada alternative lain. Apalagi hutang yang membuat Negara bisa diintervensi asing.
Kebijakan negara yang kuat, komprehensif hanya bisa didapatkan dengan tegaknya sebuah sistem pemerintahan Islam. Dimana suasana ketakwaan mendominasi sehingga penguasa hanya takut pada Allah. Mereka memerintah dengan hokum Allah, terciptalah keamanan dan kesejahteraan hidup. Hal demikian sangat berbeda dengan yang kita temui hari ini. Dimana penguasa sebenarnya adalah pengusaha, sehingga ketika kebijakan lockdown diambil maka perusahaan tersebut akan mengalami mati suri. Inilah kemudian yang membuat pengusaha melakukan tekanan kepada pemerintah untuk membuka kran perekonomian.
Sistem saat inipun tidak sanggup membendung hegemoni asing dalam pembelian dan pengadaan vaksin. Terjadilah kemudian kapitalisasi vaksin, penguasa dan para pejabat pun berlomba-lomba menjadi distributor vaksin dan alat tes virus. Mereka memperkaya diri sendiri, tidak heran jika menurut laporan KPK kekayaan para pejabat justru mengalami peningkatan.
Terbukti sistem kapitalisme gagal dalam mengelola urusan negara. Meghilannya ketakutan pada Allah adalah efek dari sekulerisme pada sistem pemerintahan. maka saatnya kembali pada sistem alternatif yakni Islam.
Wallahu a'lam bish showab.