Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Salah urus dari awal pandemi mengakibatkan terus berulang minimnya kendali. Sudahlah kebijakan yang tidak jelas bahkan terus berubah menyesuaikan dengan pertimbangan ekonomi. Alhasil rakyat pula yang mengalami krisis ekonomi bahkan meluaplah emosi karena terintimidasi.
Peraturan yang berpijak pada pertumbuhan ekonomi melahirkan para oligarki kapitalis yang hanya memikirkan kepentingan pemegang kendali yakni para konglomerat dan kapital liberal. Alhasil virus pun semakin menjadi dan terus bermigrasi tanpa mengetahui akhir kisahnya.
Omicron mengganas di saat suhu panas, mulai dari manusia, kehidupan dan alam semesta menjadi tumbal dari kerakusan manusia itu sendiri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) kena imbas juga bahkan kembali bobol lagi. Mulai dari Konversi bed untuk Covid-19 terus dilakukan, dan untuk stok obat-obatan di RS juga sudah didistribusikan oleh Kemenkes," jelasnya.
Sebagai informasi, untuk menghadapi lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron, pemerintah sudah menyiagakan 1.011 rumah sakit dan 82.168 tempat tidur untuk pasien Covid-19. Selain itu, pemerintah juga sudah menyiapkan jutaan stok obat-obatan untuk tiga bulan ke depan, diantaranya Oseltamivir sebanyak 13 juta kapsul, Favipiravir 91 juta tablet, Remdesivir 1,7 juta vial, Azithromycin 11 juta tablet, dan multivitamin 147 juta.
Namun faktanya, menurut Kabar24.bisnis.com, 28/1/22. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menuturkan, pihaknya menerima laporan bahwa warga Jakarta mulai kesulitan mencari rumah sakit akibat merebaknya Covid-19 varian Omicron. Berdasarkan data pada Rabu (26/1/2022), keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah rumah sakit di Jakarta mencapai 45 persen. “KSP sudah mulai menerima laporan warga yang kesulitan mencari rumah sakit, kata Abraham, dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (27/1/2022).
Berbagai kondisi yang tidak seimbang antara pemangku jabatan dan rakyat jelata dalam realita saat ini semakin menganga bahkan tak kentara. Fasilitas bagi rakyat ala kadarnya ditambah pula harus memikirkan biaya hidup yang semakin nyata, serba sulit dan harus memikirkan biaya hidup, pendidikan yang layak bahkan pajak yang serba meningkat.
Beda cerita dengan sistem Islam yang mengutamakan kesejahteraan rakyatnya, mulai dari perhatian terhadap hajat hidupnya, kesehatannya, pendidikannya, bahkan alampun merasakan pengaruhnya dengan minimnya bencana dan cepat tanggap dalam solusi bencana alam dan wabah yang melanda.
Penanggulangan wabah yang relatif singkat dalam sistem Islam ditopang oleh dua tujuan pokok, yakni menjamin kehidupan normal diluar area yang terjangkiti wabah dan memutus rantai penularan. Sistem penerapan Islam kaffah dalam mengatasi pandemi sebagai berikut :
Pertama, lockdown syar’i.
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka jangan keluar darinya.” (HR. Imam Muslim).
Prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah SAW ini sangat efektif untuk memutus rantai penularan wabah. Selain menjaga masyarakat dari penularan mereka tetap bisa beraktivitas seperti biasa dan roda perekonomian tetap berjalan. Sedangkan, bagi tempat yang terjangkit wabah akan cepat teratasi dan tidak berlarut-larut.
Kedua, pengisolasian yang sakit.
Rasulullah SAW bersabda: “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhari)
Pemisahan antara yang sehat dan yang sakit bisa dilakukan dengan testing massif. Kemudian yang terinfeksi wabah harus segera diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh. Karena sesungguhnya setiap penyakit ada obatnya.
“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat, dan diadakan-Nya bagi tiap-tiap penyakit obatnya. Maka berobatlah kamu tetapi janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Imam Bukhari)
Ketiga, kesehatan adalah kebutuhan pokok publik yang harus dijamin pemenuhannya oleh negara. Sehingga, masyarakat dapat mengakses kesehatan tanpa keluar biaya.
Keempat, negara akan membiayai berbagai penelitian terkait pengobatan yang efektif dan efisien. Baik itu obat-obatan, vaksinasi, atau sejumlah upaya mitigasi untuk menangani pandemi. Sehingga persiapan dalam penanganan pandemi sudah maksimal dan penanganannya bisa cepat diatasi.
Adapun keberhasilannya telah terbukti mampu menghentikan pandemi. Berbeda dengan sistem Kapitalis-Sekuler dimana setiap kebijakannya berorientasi pada keuntungan pemilik modal untuk meraih manfaat sebanyak-banyaknya. Sehingga wajar bila pandemi terus berlarut dan tak kunjung berakhir.
Apakah kita akan tetap mempertahankan sistem yang nyata tidak bisa memberikan solusi tuntas terhadap permasalahan yang ada?
Wallahu a’lam bishawab
Tags
Opini