Nasib Generasi Dikorbankan Akibat Kebijakan Ambigu PTM



Oleh : Siti Afidatul Karomah

Setelah hampir dua tahun sekolah melakukan pembelajaran jarak jauh, kemudian akhir tahun 2021 pemerintah memperbolehkan sekolah melakukan pembelajaran tatap muka terbatas seiring menurunnya infeksi covid-19. Pemberlakuan PTM (Pembelajaran Tatap Muka) bagaikan angin segar di dunia pendidikan setelah sekian lama PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) para orang tua banyak keluhan dalam mendampingi proses belajar anak, begitupun anak-anak juga merasa bosan dengan pembelajaran daring. 

Siswa mengeluhkan merasa belum bisa memahami materi dengan baik. Mungkin diantara mereka hanya copy paste jawaban dari internet. Sehingga membuat mereka menjadi malas berpikir dan kecanduan dengan smartphone. Siswa sering menyalahgunakan penggunaan smartphone maupun device lainnya yang seharusnya untuk fasilitas pembelajaran, malah mereka gunakan game online dan kegiatan lainnya. 

Melonjaknya kasus covid-19 karena adanya kasus virus baru omicron, salah satunya berdampak di dunia pendidikan. Sebagaimana yang dilansir cnnindonesia.com Pengurus Besar  Ikatan Dokter Indonesia, Zubairi mengingatkan pemerintah harus berhati-hati terhadap lonjakan kasus covid jika tetap menerapkan pembelajaran  tatap muka 100 % . Sehingga muncul usulan agar pemerintah menghentikan PTM 100 %.  Namun, mulai awal Februari kemarin, pemerintah menghimbau kepada daerah yang berstatus level 2 untuk melakukan PTM dengan kapasitas siswa 50%. Akan tetapi kebijakan PTM terbatas 50% ternyata mendapatkan tantangan dari wali murid karena dirasa belum maksimal dan orang tua juga harus mengajari anak ketika di rumah. Dari hal tersebut, pemerintah jadi membebaskan wali murid untuk mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas maupun mengikuti pembelajaran jarak jauh. 

Kebijakan ambigu dari pemerintah yang menyerahkan kepada wali murid untuk mengikuti pembelajaran dengan metode pendidikan berbeda membuat generasi masa depan dikorbankan. Pendidikan yang mereka dapatkan tegantung pada pilihan masing-masing. Seharusnya mereka mendapatkan pendidikan yang  sama secara menyeluruh agar mendapat pengetahuan dan karakter yang baik dan benar menjadi hanya memperoleh pengetahuan setengah-setengah saja sehingga pengetahuan antara satu siswa dan siswa lainnya dapat berbeda akibat perbedaan pendidikan  yang diterapkan berbeda pula. 

Seharusnya, generasi muda adalah generasi  yang akan menjadi penerus estafet kepemimpinan di masa yang akan mendatang. Sudah seharusnya mendapatkan pelayanan pendidikan  secara maksimal agar terbentuk pola pikir dalam hal pengetahuan dan karakter yang sejalan dengan pemikiran islam yang baik dan benar. 

Sebab pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk menentukan nasib generasi pada masa yang akan datang.  Jika generasi muda sekarang memiliki pola pikir baik dari segi pengetahuan maupun karakter, maka akan membawa perubahan yang lebih baik pada sebuah negeri di masa yang akan datang. Sebaliknya,  jika generasi sekarang sudah teracuni pola pikir yang tidak baik akibat kebijakan plin-plan dalam dunia pendidikan, maka mau dibawa kemana negeri ini kedepannya?Apakah hanya tetap menjadi pengekor dari negara-negara maju lainnya ?

Masa pandemi merupakan masa yang sulit, setiap keputusan yang diambil memang tidak mudah karena pasti akan beresiko. Dalam hal ini, antara pendidikan dan kesehatan adalah suatu yang sangat penting. Namun, jika memang harus memilih maka kesehatan selayaknya yang harus diprioritaskan. 

Maka sudah seharusnya pemerintah mengambil keputusan yang efektif dan efisien dengan mempertimbangkan keputusan yang diambil sesuai dengan syariat dan harus memberikan kemaslahatan bagi umat. Jika ada daerah yang dipandang aman dalam penyelenggaraan PTM oleh ahli kesehatan, maka PTM dapat diselenggarakan berdasarkan keputusan pemerintah pusat bukan terserah pada pemerintah daerah, sehingga kebijakan bersifat terpusat. 

Ketika kondisi covid memang masih parah maka PTM tidak mungkin dilaksanakan, sehingga dapat dengan cara PJJ tentunya harus sesuai dengan kualitas yang standar. Hal ini sudah kewajiban pemerintah menyediakan fasilitas yang mendukung agar semua dapat mengakses pendidikan dengan baik. 
Sehingga meskipun PJJ, kualitas pendidikan masih dapat dipertanggung jawabkan.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting, sebab salah satu yang dapat merubah keadaan negeri lebih baik melalui sistem pendidikan. Terutama di masa pandemi dibutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab yang mampu menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi kemaslahatan umat. Namun, hal ini akan sulit diwujudkan pada negara yang menerapkan sistem kapitalisme, negara sekarang hanya berperan sebagai regulator hanya membuat regulasi, lalu lepas tangan tangan menutup mata dengan keadaan  lapangan meskipun rakyat sekarat. 

Apalagi regulasi yang dibuat ambigu, maka hanya membuat rakyat kebingungan dan tidak akan berjalan optimal. 
Berbeda dengan sistem Islam. Khilafah akan bertanggung jawab mengurus dan melayani umat hingga permasalahan tuntas. Sehingga khilafah tidak hanya memberi regulasi, tetapi juga solusi. Pemerintah bertindak sebagai pemimpin yang melayani rakyat dalam pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk pendidikan. 

Pemimpin akan bertanggung jawab dalam segala hal keputusan yang diambil. Pemimpin dalam sistem Khilafah tidak akan berlepas tangan atas  kepentingan umat. Misalnya: jika di suatu daerah terpencil membutuhkan guru, maka Khilafah akan mengirimkan guru ke daerah tersebut agar mereka mendapatkan hak pendidikan dan tentunya menjamin kesejahteraan guru tersebut. 

Sehingga pada sistem Islam, kesejahteraan umat akan terjamin. Sebab, para pemimpin benar-benar mengurus dan melayani kepentingan umat secara maksimal karena segala yang mereka lakukan kelak ketika mendapat amanah menjadi pemimpin umat akan dipertanggungjawabkan diakhirat kelak. Wallaahu A'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak